Mari Mas

disway

Oleh: Dahlan Iskan

INDOPOS.CO.ID – Sayang, saya tidak bisa berhenti di jalan tol ini. Padahal saya lihat ada kejadian yang harus saya foto: mobil tangki nyungsep di ujung Runaway Truck Ramps (RTR) jalan darurat. Di dekat Ungaran, Semarang, Jawa Tengah.

Baru sekali itu saya melihat:  RTR dimanfaatkan. Alhamdulillah. Saya bisa membayangkan, kalau saja tidak ada RTR di situ betapa mengerikannya. Bisa lebih parah dari kejadian di Balikpapan, Kalimantan Timur pada Januari lalu: truk melaju tanpa kendali di jalan menurun dekat simpang empat dalam kota. Semua mobil dan motor yang berhenti di lampu merah disasak truk itu.

Pun di jalan tol dekat Semarang ini. Bisa seperti kejadian di Colorado yang ditulis Disway pada Desember lalu. Tapi yang di Semarang ini sopirnya bisa membuat keputusan tepat: membanting ke kiri truk itu dan memasukkannya ke RTR.

Sebenarnya RTR itu sudah dibuat menanjak. Setinggi enam meter. Panjangnya sampai 20 meter. Tanah di RTR itu juga dibuat tidak rata, bergunduk-gunduk –untuk menghambat laju roda truk. Di RTR itu juga ditumpuki ban-ban bekas. Untuk lebih menghambat lagi. Di ujung RTR masih ada penghambat akhir. Tapi truk tangki tersebut tampaknya melaju sangat kencang. Sampai semua rintangan tadi diterjang. Kepala truk itu sampai melewati RTR. Nyungsep di situ. Tinggal badan tangkinya yang masih tertinggal di RTR.

Saya tidak bisa berhenti untuk melihat dan memotretnya. Jalan lagi ramai. Pukul 13.30 Kamis kemarin. Maafkan. Padahal saya punya waktu. Acara saya di Semarang bisa mundur sedikit. Saya memang harus bertemu tokoh Tionghoa di Semarang: Harjanto Halim. Tapi pasti bisa saya mundurkan sedikit. Itulah tokoh yang akan mengadakan acara Cing Bing ke makam Gus Dur di hari Cing Bing pada April bulan depan.

Acara lainnya hanya ke kantor arsitek milik teman saya dan malamnya mengisi seminar BPD HIPMI Jateng: menandai terpilihnya ketua umum yang baru, Rudy Prasetyo.

Di sela-sela waktu yang ada saya mencari siapa yang bisa saya telepon: polisi atau petugas patroli jalan tol. Akhirnya saya dapat sedikit informasi. Terbatas sekali: kejadiannya jam 09.30 –berarti empat jam sebelum saya lewat. Sopirnya selamat. Hanya luka ringan.

Saya sungguh ingin ketemu sopir itu: bagaimana ia bisa membuat putusan cepat membelokkan truk tangki yang melaju kencang itu ke RTR. Dia telah menyelamatkan rentetan kecelakaan di jalan tol yang lagi ramai.

Tolonglah, please. Siapa tahu mobil di depan saya –atau di belakang saya– ada yang sempat berhenti dan memotretnya. Ternyata benar-benar ada kejadian seperti itu.

Malamnya, usai seminar, sebenarnya saya melewati kawasan itu lagi. Tapi di jalur timur. Jauh. Dan lagi sudah pukul 22.15. Gelap gulita. Hujan pula. Pukul 01.30 saya baru tiba kembali di Surabaya.

Belum sebulan lalu saya bertemu Pak Harjanto itu. Di kelenteng Gudo –satu kota kecamatan di luar kota Jombang. Yakni untuk sama-sama bicara soal kerukunan suku dan ras.

Pak Harjanto sangat mengagumi KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Ia sampai menuliskan nama Gus Dur di papan doa. Yakni di altar rumah perkumpulan Tionghoa Boen Hian Tong (文獻堂) Semarang. Rumah Literasi.

Harjanto sendiri sampai dikecam sebagian orang Tionghoa. Bukan soal pencantuman nama Gus Dur di jejeran nama-nama leluhur mereka. Tapi karena Harjanto sampai mengubah sajen (sesaji) di altar itu.

Menurut kepercayaan Tionghoa, di altar seperti itu wajib disajikan tiga macam makanan: Samseng. Tiga daging dari binatang bernyawa. Yakni daging ikan (air), daging ayam (udara), dan daging babi (darat).

Tapi karena ada nama Gus Dur di situ daging babi ia ganti daging kambing. Itu dianggap melanggar adat Tionghoa yang berat. Tapi Harjanto bergeming. Lalu ada usul kompromi: disediakan saja dua meja di altar itu. Satu meja untuk sajen yang seharusnya. Satu meja lagi sajen untuk Gus Dur.

Harjanto, ketua perkumpulan itu, tidak setuju ada pembedaan. “Gus Dur itu tokoh anti-diskriminasi. Kok sajennya saja dibedakan,” ujarnya.

Saya sudah beberapa kali ke kelenteng Gudo. Pak Harjanto baru sekali itu. Maka malam itu ia bermalam di Jombang. Sekalian menikmati kikil kambing dan rawon kesukaan Gus Dur.

Paginya ia ke makam Presiden ke-4 RI itu. Di kompleks pesantren Tebuireng, Jombang. Ia terpana. Begitu banyak peziarah di makam itu. Tidak pernah putus.

Harjanto langsung punya ide: di hari Cing Bing depan ia akan mengadakan tur Cing Bing ke makam Gus Dur. “Pasti banyak orang Tionghoa yang ingin ke makam Gus Dur tapi tidak tahu caranya,” katanya.

Di hari Cing Bing, orang Tionghoa wajib ke kuburan orang tua atau leluhur. Di hari Cing Bing seperti itu penerbangan penuh padat. Apalagi jurusan Jakarta-Pontianak. Sampai ada penerbangan ekstra. Berarti Cing Bing ke makam Gus Dur akan dilakukan sebelum atau sesudah hari Cing Bing.

Harjanto banyak hafal ayat Quran atau Hadis nabi Muhammad. Ia juga hafal lagu-lagu Yaa Lal Wathan ciptaan KH Wahab Chasbullah. Hubbul wathan minal iman –yang dipelesetkan oleh Gus Reza dari Pesantren Lirboyo menjadi hubbul madon minal iman.

Harjanto jugalah yang setiap Mei memperingati tragedi Mei 1998 –dengan caranya sendiri. Ia pernah membuat pementasan ketoprak Putri Cino –mengisahkan tragedi itu. Salah satu bintangnya Soimah –sebelum ngetop seperti sekarang.

Tahun lalu Harjanto jadi berita besar: memperingati tragedi Mei dengan rujak pare dan sambal kecombrang. Pare sebagai lambang kepahitan yang membawa kebaikan. Bunga kecombrang sebagai simbol wanita Tionghoa.

Ia ingin peringatan tragedi Mei 98 ditandai dengan sajian makanan –yang bisa mirip peringatan hari Bak Cang.

Di mata warga Tionghoa, Harjanto sangat populer dengan TikTok-nya. Selalu mengena. Pendek. Isinya sering menjadi bahan renungan yang dalam.

Misalnya TikTok ini: ia memeragakan kunci gembok paling rumit dari India. Untuk membuka satu gembok itu diperlukan beberapa kunci. Kunci pertama hanya untuk membuka lubang kunci kedua. Dan seterusnya. Sampai lima kunci.

Pesan moral yang ingin ia sampaikan: apakah perlu sesulit itu untuk membuka hati manusia? “Sudah berapa TiktTok yang diunggah?” tanya saya. “Sudah lebih 600”. Wow. Ia bukan anak muda lagi. Tapi main TikTok-nya mengagumkan.

“Kapan Anda mulai ber-TikTok?” “Agustus tahun lalu,” jawabnya. Baru tujuh bulan. Sudah lebih 600 TikTok diunggah.

Padahal ia seorang pengusaha besar. Juga ketua sekolah Karang Turi yang terkenal itu –bos-bos Jarum tamatan Karang Turi. Ia juga ketua rumah sakit di Semarang. Masih menjabat pula ketua RT di kampungnya.

Rupanya TikTok bisa dimanfaatkan untuk promosi perusahaannya: Marimas. Yakni sirup dalam sachet. Yang belakangan berkembang pesat.

Ide awalnya memang unik: orang jual sirup itu pasti di botol. Itu sudah tidak cocok lagi. Maka ia masuk ke bisnis sirup. Beda cara. Sirup dimasukkan sachet. “Di semua barang konsumsi, yang paling laku adalah unit paling kecil,” katanya.

Itulah teori marketing Harjanto. Berhasil. Ia sudah punya 30 rasa sirup –dari hanya lima rasa saat dimulai. Kini Harjanto sudah punya kekayaan jalur distribusi. Maka ia akan mengisinya dengan banyak produk makanan lainnya. Termasuk kini membuka kafe keren dengan menggunakan nama panggilan neneknya: Posin.

“Kalau kafe ini milik istri saya,” katanya. Sang istri juga alumni Karang Turi. Satu angkatan. Pacaran. Sang pacar lantas sekolah ke Amerika. Harjanto tidak kuat berjauhan. Setahun kemudian ia menyusul pacar sekolah di Amerika. “Itulah pacar saya yang pertama dan terakhir,” katanya.

Menulis truk tanki yang terhindar dari bencana dan menulis rencana Cing Bing ke makam Gus dur rasanya lebih sejuk. Dari pada menulis cerita perang pelan-pelan di Ukraina. (*)

Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.

Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Berjudul Sanksi Isolasi

Dhipa D

Kalau cuman langka minyak goreng, terigu, BBM bagi org Indonesia itu masalah kecil. Asal msh byk kelapa ya bs bikin minyak goreng, terigu d ganti sagu, telp, ubi yo msh bisa, Bikin BBM alternatif ya sdh byk d lakukan org Indonesia. Yg paling berat bagi wong Indonesia ini, kalau semua aplikasi yg servernya ada d LN d matikan. Pripun jal? arep ngojek online ora iso, dodolan online ora iso, nginput resi ekspedisi ora iso. Pokok e asal Indonesia ini internetnya ora terganggu…rakyatnya masih baik baik saja.

Herry Isnurdono

Pak DI seperti pengamat perang, yang salah prediksinya. Seperti yang sudah-sudah. Kita lihat hari ke 10, Ukraina masih tetap belum  bisa ditaklukan oleh Rusia. ANDA PUN SUDAH TAHU. PERCUMA BACA DISWAY……………………..

Aryo Mbediun

#151 Sangsi Isolasi Bagi Muhammad Ali, tinju kelas berat itu ya 15 ronde. Tontonan yg asyik sesuai harga tiketnya. Adapun besok harus opname, ya itu resiko dia.  Begitupun Putin, Ukraina war itu dibuat hingga sendi2 perekonomian dunia dibuat lungkrah. Euro yg terjerembab, Paundsterling yg shocking dan Oil yg tertarget di $150. Dunia bisa resesi. Hebatnya exit plan si Putin, Tiongkok butuh pasokan gas berapapun jumlahnya.  Ukraine ndak harus dikalahkan. Biaya recovery Ukraine itu bakal membebani Europa seperti krisis Yunani dulu.  Finally bakal terjadi shifting power di muka bumi ini. Combo Rusia Tiongkok bakal menata dunia menggantikan Uncle Sam.  Indonesia, biarlah negeri ini jadi macan medsos saja.

Amat Kaselanovic

Padahakan gasan Putin, “Wani manimbai lunta, wani jua mancaburinya”.

Achmat Rijani Fahmi

Hmmmm sepertinya Presiden Putin sedang menjalankan strategi ke 13 dari 36 Mahakarya Seni Berperang Sun Tzu. Yakni mengagetkan ular dengan memukul rumput di sekitarnya. Lebih dari itu, sang presiden lebih memilih mengasapi lubang persembunyian ular alih-alih hanya sekedar memukul rumput saja. Mungkin tidak hanya ular yang keluar dari lubangnya, bisa juga lipas, kalajengking, siput, kelinci atau mungkin serigala. Sekarang pastinya Rusia mengamati posisi-posisi negara lain terhadap mereka. Mana negara sahabat sebenarnya? Mana negara musuh yang utama? Mana negara yang bermanis muka? Mana negara yang bermuka dua? Mana negara serigala berbulu domba? Setelah RI menjadi salah satu dari 141 negara yang menyetujui Resolusi PBB yang menuntut Rusia segera mengakhiri operasi militernya, patut ditunggu masuk kategori negara apakah kita sekarang di mata Rusia. Gasan Amat, amun ikam balum khatam kitab The Art of War. Kupadahi perumpamaan Banjar haja lah. Wahini ni ibaratnya si Putin ni lagi meudak-udak banyu di batang. Sidin handak tahu apa haja nang timbulan. Bisa ratik. Bisa jua undang.

Aju Y

Sifat Manusia seperti Tukang Sate Ada Tukang Tusuk Ada Tukang Bakar Ada Tukang Kipas Ada Tukang Makan Ada Tukang Mengamati Dan Ada yang Tukang Mengomentari KEEP CALM AND LOVE PEACE !!…

Amat Kaselanovic

Gaya Abah Dis “pelit” koma dalam tulisannya. Banyak titik, titik dua. Abah lebih suka membuat kalimat minor daripada memakai koma.

Liam

Ooo, kalo dalam satu kalimat banyak koma nya , berarti termasuk kalimat besar, atau kalimat mayor, seperti komen saya ini.

Gambit H-1982

Catatan Editorial:  # akibat adanya seragan Rusia = Kalimat ini ada di “caption” atau keterangan gambar, mustinya “serangan”. Oya, “caption” bisa dipadankan dengan “takarir”; ada di KBBI, yuk bantu populerkan.  # tidak bisa menghubungi kenalan di Kiev = Seingat saya, tidak cuma satu rekan Abah yang dimaksud. Ini dibenarkan oleh uraian setelahnya, ada kata “mereka”. Jadi, mungkin terlupa kata “beberapa”-nya; atau, acuannya seperti judul: kata tunggal sah-sah saja mewakili maksud jamaknya.  # WA saya pun tidak dibalas. = Cukup lugas, terlebih jika ditambah “pesan” di awalnya.  # Tapi harapan itu tak muncul pun sampai tadi malam. = Perlu “rem” berupa “koma” sebelum partikel “pun”, agar tak kebablasan terbaca.  # Berarti Kiev masih terkontrol oleh tangan pemerintahan Presiden Zelenskyy. = Dapat disederhanakan: “masih dalam kontrol Presiden Zelenskyy”.  # Atau pun = Termasuk 12 pun yang digabung penulisannya, berfungsi sebagai pembentuk kata hubung.  # Km = Tidak kapital, seperti “cm”.  # hari ke delapan = Inkonsisten saja, ejaan sebelumnya sudah betul: tidak dipisah “ke”-nya.  # Pengamat militer di Barat pun bertanya-tanya: mengapa begitu. = Final intonasinya, menurut saya, tetap lebih pas dengan tanda tanya (?), bukan titik.  #  villa = Salah tik (typo), “l”-nya cukup satu.  # Cuba = Pilihan diksi, sebelumnya pakai “k”, mengikuti padanan Indonesia-nya.  # Maka kalau pun di hari ke 10 besok = Typo lagi. Yang benar “kalaupun” (pun diserangkaikan), dan “ke-10” (dengan tanda hubung di antaranya).  Demikian. Mudah-mudahan menambah wawasan.

CuNur Yani

Peribahasa Sundanya: ” dipoyok bari dilebok ” haadeuuhh…

Mirza Mirwan

Berita ini lebih mengerikan ketimbang konflik Rusia-Ukraina. Sebuah bom meledak di Masjid Kucha Rishaldar, di kota lama Peshawar, Pakistan, menewaskan 30 jamaah Jumat dan melukai lusinan lainnya. Belum ada berita siapa yang bertanggungjawab atas ledakan bom tersebut. Seorang saksi, korban terluka, mengaku hendak memasuki masjid saat ledakan terjadi dan ia terlempar ke jalan.

Exit mobile version