Munaslub Kendaraan

disway kamis

Oleh: Dahlan Iskan

INDOPOS.CO.ID – Begitu besar dukungan pada Ganjar Pranowo. Termasuk dari Presiden Jokowi sendiri. Sebagai calon presiden Indonesia akan datang.

Begitu besar juga dukungan pada Anies Baswedan. Dari sebagian golongan. Terutama golongan dalam Islam.
Dua-duanya tidak punya partai.

Ganjar adalah kader Banteng –tapi sudah dianggap sebagai Celeng. Anies adalah salah satu pendiri Nasdem –tapi sebelum Nasdem menjadi partai.

Maka masyarakat ramai mengutak-atik: akan lewat partai mana mereka nanti?

Dari pengalaman masa lalu, PDI-Perjuangan sangat realistis. Awalnya partai itu juga tidak mau mencalonkan Jokowi. Banyak alasannya. Salah satunya: baru dua tahun jadi gubernur Jakarta –dari komitmen lima tahun. Dan yang paling penting Ibu Megawati sendiri masih ingin mencoba maju lagi sebagai capres –meski sudah kalah dua kali.

Tapi melihat realitas dukungan masyarakat begitu besar –selalu ranking pertama dalam berbagai survei –akhirnya Jokowi dicalonkan oleh PDI-Perjuangan. Tentu juga lantaran ada lobi-lobi khusus dari berbagai tokoh, terutama almarhum suaminyi. Sang suami, Taufik Kiemas, meninggal 8 Juni 2013, setahun sebelum Pilpres dilangsungkan.

Kali ini Ibu Megawati, ketua umum PDI-Perjuangan, pasti tidak ingin maju lagi. Hanya saja beliau terlihat sangat ingin putrinyalah yang maju: Puan Maharani –sekarang menjabat ketua DPR RI. Bisa dimaklumi. Kalau Puan sampai gagal maju, bisa jadi trah Soekarno berakhir.
Tentu masih akan banyak ide untuk keinginan itu: Puan bisa berpasangan dengan Ganjar.

Atau sebaliknya. Dengan dukungan gratis salah satu partai. Cukup dari partai kecil. Untuk menggenapi 20 persen kursi DPR sebagai persyaratan pencalonan. ”Gratis” yang saya maksud: tidak minta jabatan wakil presiden. Cukup diberi jabatan beberapa kursi menteri. Bahkan cukup kalau diberi mentahannya saja. Akan banyak partai yang bersedia.

Bahwa PDI-Perjuangan sudah menganggap Ganjar itu Celeng, tentu bisa berubah. Kalau saja dukungan ke Ganjar terus menggila –seperti dukungan ke Jokowi menjelang 2014. Pun seandainya Bu Mega sudah menganggap Ganjar bukan lagi banteng. Apalagi yang mengatakan Ganjar itu sudah jadi celeng barulah tingkat salah satu ketua –meski ketua yang berposisi penting: Bambang Pacul.

Bagaimana kalau PDI-Perjuangan nekat menggandengkan Puan dengan Prabowo? Atau lebih nekat dari itu. Misalnya justru bergandengan Puan dengan Anies Baswedan?
Itulah yang kini banyak dibincangkan. Sampai-sampai muncul spekulasi kenekatan yang lain: Ganjar dilewatkan Golkar saja!

Jalan menuju ke sana pun sudah jadi bahan rumor yang asyik. Termasuk di dalam Golkar sendiri.

Tentu, kalau bisa, Golkar akan diminta baik-baik. Termasuk tidak perlulah bikin syarat ketua umumnya minta jabatan cawapres. Dijamin tetap menjadi menko kan juga tidak kalah bergengsi –toh kemungkinan besar tidak akan ada lagi kasus minyak goreng. Yang penting tetap bisa melangsungkan tradisi Golkar: tetap berada dalam kekuasaan.
Bagaimana kalau Golkar tidak mau?

Masih banyak jalan untuk bisa mau. Yang terburuk pun menjadi baik kalau misi yang harus diraih lebih besar: menyelamatkan negara –apa pun itu maknanya.

Jangankan ”hanya” mengintervensi Golkar. Di politik kenegaraan, membunuh 1.000 orang masih dianggap baik kalau itu untuk menghindarkan kesengsaraan 100 juta orang. Anda tentu tidak setuju dengan itu. Juga saya. Tapi ajaran seperti itu ada. Dan sering terjadi. Di mana-mana.

Bagaimana cara ”menundukkan” Golkar? Bisa lewat intervensi. Dicoba dulu yang biasa-biasa saja. Kalau gagal barulah yang serius.

Intervensi terdalam tentu bisa lewat Munaslub. Alasan bisa dicari. Terlalu banyak tersedia.
Munaslub? Bukankah itu sulit sekali?

“Siapa bilang sulit. Terlalu mudah. Itu peanut,” ujar seorang tokoh Golkar garis penjaga ruh. Ia punya kelompok grup penekan di Golkar. “Di Golkar itu tidak ada lagi pemegang saham mayoritas,” katanya. “Dengan Rp 1 Triliun selesai,” tambahnya.

Dulu memang ada yang disebut jalur A dan jalur B di Golkar. Jalur A adalah Mabes TNI. Jalur B adalah birokrasi. Pegawai Negeri. Lebih tepatnya Panglima TNI dan Menteri Dalam Negeri. Dua-duanya di bawah Presiden Soeharto. Itulah yang dimaksud dengan pemegang saham mayoritas di Golkar.

Selebihnya adalah jalur G –Golkar murni. Di dalam jalur G itu ada juga pemegang saham mayoritasnya: Soksi dan Kosgoro –ormas pendiri Golkar.

“Semua itu sudah tidak ada. Kini sepenuhnya terserah ketua-ketua DPD di daerah. Murah kan?” katanya. “Sedang di partai lain masih ada pemegang saham mayoritasnya. Anda sudah tahu,” kata tokoh itu.

Tapi, kepentingan negara yang mana yang bisa membuat Munaslub Golkar bisa dianggap halal?

Alasannya bisa panjang. Yakni kelangsungan NKRI. Kalau itu terlalu abstrak bisa diturunkan sedikit: demi kelangsungan pembangunan negara. Masih ketinggian? Bisa ini: agar Indonesia maju. Misalnya agar terjamin bahwa pendapatan per kapita rakyat Indonesia bisa mencapai USD 10 ribu/tahun di tahun 2029 –dari sekarang baru USD 4.200 per kapita per tahun. Yakni lewat proyek-proyek besar yang sudah di dalam pipa.

Bisa juga ditambah sedikit: agar IKN terwujud. Kereta api cepat sukses. Dan jalan tol berlanjut sampai di mana-mana.

Ganjar pribadi tentu tidak punya kemampuan kelas Rp 1 triliun. Tapi uang bisa dicari. Yang tertipu ojol saja bisa Rp 12 T, apalah artinya proyek Munaslub Golkar itu.

Mungkin para pemegang saham Golkar akan mengajukan syarat. “Munaslub OK asal yang terpilih jadi ketua umum lewat Munaslub itu adalah Presiden Jokowi”.

Dengan itu Golkar memang akan sangat diuntungkan. Punya ketua umum seorang presiden yang sedang berkuasa. Ditambah presiden yang akan berkuasa berikutnya. Dan seperti itu adalah wajah Golkar yang asli.

Banyak yang akan mau menjadi operator untuk operasi “demi kelangsungan pembangunan negara” seperti itu. Pun dari dalam Golkar sendiri. Tidak perlu sekelas Jenderal Luhut Pandjaitan –yang adalah tokoh Golkar jalur I. Informal. Bukan intervensi.

Ketum Golkar yang sekarang pun akan rela semua itu terjadi. Asal ia tetap jadi menko Perekonomian di periode akan datang. Toh ia mampu. Idenya untuk tidak melarang ekspor CPO sebenarnya kan sangat baik –seandainya diterima.

Tapi semua itu tidak baik. Setidaknya bagi sebagian orang. Ada yang berpendapat: lebih baik kalau perjuangan tiga periode digencarkan. Seperti yang baru saja dilakukan pendukung Jokowi jalur Plat K. Senin bulan lalu. Lalu masih disusul di NTT pekan lalu.

Mereka memulai lagi deklarasi ”menunggu Jokowi di tahun 2024”. Jalur Plat-K itu mewakili pendukung se-eks karesidenan Pati –yang plat nomor mobil dan motor mereka K: Pati, Kudus, Jepara, Rembang, dan Blora. Mereka, kata deklarasi itu, tetap menunggu Jokowi.

Tentu mereka juga akan tetap mendukung Jokowi kalau pun harus menjadi ketua umum Golkar. Betapa banyak kursi Golkar akan melambung di DPR hasil Pemilu depan.
Adakah semua itu serius? Atau hanya untuk ”menggertak PDI-Perjuangan” agar mau menerima Ganjar?

Ibu Megawati Soekarnoputri bukanlah tipe tokoh yang mudah digertak. Pun oleh Jenderal sekelas Soeharto. Itu sudah terbukti. Tapi Bu Mega juga sudah terbukti mau mundur dari pencalonan demi Jokowi –dan terutama demi PDI-Perjuangan sendiri. (*)

Eko Darwiyanto
Yang adil itu akhirnya dicat pelangi. Proporsional terhadap prrolehan suara setiap partai di DPRD.

Ibnu Shonnan
Tulisan pagi ini nyambung dengan tulisan pembuka kemarin : sekali-kali kita perlu memahami jalan pikiran orang lain. Maka, kita tidak akan kecewa dengan tulisan pagi ini. Karena kita juga harus memahami jalan pikiran Juragan DisWay. Salam Pancasila Abah…

Sutikno tata
Ntah mengapa ada komentar pilihan yang sadis tentang IT disway. Sistem itu dibangun bukan diciptakan. Kalau diciptakan langsung sempurna, “Jadilah maka jadi”. Kalau dibangun itu memang bertahap. Apalagi sudah live memilah prioritas antara issue dan request tambahan dari kamu – kamu. Berikan masukan dan saran yang baik. Bersabarlah barang sedikit tulisan Abah akan tetap terbit. Barang sejam dua jam, atau besoknya atau kapan – kapan. Kecuali kamu sudah masuk TO malaikat dan bakal nyesel dikubur belum baca disway hari ini. Siapa tau!

Gito Gati
Meskipun di Bojonegoro bupati dan wakilnya tdk akur tapi syukurlah jembatanya masih akur. Yaitu warna hijau merah.

Sri Wasono Widodo
Pakaian adat Dayak ataupun Melayu didominasi warna kuning keemasan. Ikon Kaltim Lembuswana berwarna kuning juga. Kuning diadopsi dari warna matahari dan emas, sejak jaman dulu kala, sebelum ada partai politik. Kuning melambangkan kejayaan, keagungan, kemegahan dan kesucian. Mengapa kau korbankan uang, waktu, tenaga dan idealisme demi syahwat politikmu.

Arif Kurniawan
Karena bupati didaerah saya dari PKB dan wakil nya dari PDIP semua jembatan di daerah saya juga Warna hijau dan Merah… Hijau nya diatas yg bawah merah…hayo siapa tau kabupaten mana aku tinggal wk wk wk

Mbah Mars
Meski para politisi yang sedang menjabat memiliki syahwat besar untuk merubah warna apa saja yang ada seperti jembatan, gedung, gapura, pos ronda dan sebagainya sesuai warna partainya, Namun saya yakin celana dalam mereka tidak semuanya juga sewarna dengan warna partainya. Nek ra ngandel plorotno celana mereka Xixixixixi

edi hartono
Saya protes. Mengapa warna yg tdk berpartai jadi seolah2 dimiliki oleh partai. Kalau logo bolehlah, karena logo adalah kreasi manusia. Tapi kalau warna seharusnya tdk boleh, karena warna itu universal milik alam semesta. Saya usul kepada kpu dkk, agar warna partai dihilangkan. Agar semua logo partai berlatar belakang putih. Contohlah Nomor urut partai. Nomor urut partai diundi. Jadinya tdk bernasib seperti warna. Suatu nomer tetap netral, tdk dikuasai oleh partai tertentu. Repot juga kalau lihat bunga mawar merah teringat pdip, atau bunga dahlia kuning teringat golkar. Bagaimana pula reaksi pendukung pdip kalau ketika tidur warna celana dalam pasangannya warna kuning? Mungkin dia usul dilepas saja. Tambah asik to. Namun bagaimana kalau celana dalamnya warna merah? Mau usul dilepas saja takut dianggap tdk menghormati partai, kan repot, wkwkwk

Juve Zhang
Disway mungkin seru dengan komentar kalau bahas sponsor Formula E di Jakarta yg ada bir nama bir Heineken. Apakah layak sponsor minuman Bir ? Konon pemprov DKI juga dapat deviden lumayan setiap tahun dari sahamnya di Bir Anker . Sepertinya Abah hati hati kalau menulis sisi ” kelabu” Jagoan nya dalam 2024 wkwkwkwkwkkw. Para pengurus partai memang harus tegak lurus sama ketua Partai ,merah kata ketua merah para pengurus.Kuning kata ketua kuning pengurusnya, kalau rakyat 90% tegak lurus sama Presiden Jokowi, Ganjar kata pak Jokowi maka akan dicoblos Ganjar. Wkwkwkwk . Pak Jokowi “Penguasa” warna Pelangi jauh di atas warna merah,kuning,biru,hijau ,putih. Gak percaya? Lihat nanti 2024. Pak Jokowi bukan ketua Partai tapi “Pengaruhnya” menyebar di berbagai Partai. Itulah Sakti tanpa menyombongkan kesaktian nya. Tetap rendah hati, ada di hati rakyat.

Muin TV
Ketika Ratu Atut bertemu Mbak Rita di penjara. “Gimana kabarnya Mbak. Tanya Ibu Ratu Atut pada Mbak Rita. “Alkhamdulillah…. Baik Bu.” Jawab Mbak Rita pendek. “Gimana ceritanya, kok bisa masuk sini Mbak?” Tanya Ratu Atut ingin tahu. “Biasalah Bu, lagi apes.” Jawab Mbak Rita pendek. Ratu Atut pun cuma senyum, seakan sudah tahu sama tahu. Akhirnya mereka pun Sholat Subuh berjamaah di mushola lapas. Ini cuma hasil mengarang bebas, jangan diambil hati.

Robban Batang
Bendera pelangi berkibar peserta upacara melambai. Panas ciiinn,

Mbah Mars
Jabrik:”Mbah, kenapa warna bendera kita merah putih ?” Mbah Koplak:”Ya biar kita berwatak pemberani dan berhati suci” Jabrik:”Halah. Jawaban jadul. Tidak up date” Mbah Koplak:”Yang up date gimana ?” Jabrik:”Warna bendera kita merah putih tidak lain supaya ringkas saat menghormatinya. “Kepada Sang Merah Putih, hormaaaat grak!!! Coba saja kalau warnanya seperti bendera AS, repot Mbah. “Kepada Sang Merah Putih Biru dan beberapa bintang-bintangya, hormaaaaat grak! Mbah Koplak:”Haisss preketek Brik”

Robban Batang
Entah siapa awalnya yang buta warna. Gula kelapa atau gula aren dibilang gula merah,padahal warnanya coklat. Brown sugar maksudnya,bukan chocolate sugar.Apalagi sugar Daddy. Apakah gula aren dan gula kelapa hanya ada di Jawa hingga ada yang menyebut nya gula Jawa? Apakah di Madura langit berwarna hijau ?

Kang Sabarikhlas
dari dulu saya ndak mau ikut masuk golongan warna, saya cuma wong cilik. lalu saya dibilang Abu-abu. padahal saya pernah mendukung Hijau, Biru, pun Merah…. anu..tanya..Abah itu suka warna apa ya? Anda sudah tahu..kah?

Jokosp Sp
Tidak usah heran, biasa saja………………kalau secara keseluruhan, hampir di mana – mana di wilayah Kalimantan anda melihat antrean truck ngisi solar. Mata harus dikondisikan pura – pura tidak melihat saja. La kok bisa………..? Ya bisa saja. Jarak Samarinda dari Balikpapan cuma 2 – 3 jam perjalanan, DEPO besar Pertamina ada di Balikpapan. Terus kok bisa di Samarinda menaun antrian di Pom nya ? Mase harus sering melebarkan mata, tengok kanan – tengok kiri. Terlalu fokus kadang tidak baik juga, gag paham situasi dan tidak peka. Terus hubungannya dengan truck di Pom yang antre tadi apa ? Ini dia, jadi melihat kadang juga perlu lebih lama. lebih fokus. Di daerah yang di sekitarnya banyak Tambang Batu – Bara pasti Pom Bensinnya sering kosong kehabisan stock. Loh piye Mase kok bisa ? Ya bisa saja, Pom jual lebih dari harga subsisi ke para sub kontraktor. Karena : 1. sub kontraktor tidak punya ijin alokasi pembelian dari Pertamina 2. Kontraktor tidak memberikan alokasi solar ke sub kontraktornya. Ada lagi Mase ? Ada yang lebih hebat lagi, Kontraktor selain punya Tambang, juga punya Pom Bensin sendiri juga. Artinya bagaimana itu Mase ? Ya pemilik Tambang bisa mengatur trucknya sendiri ngisi di di Pomnya sendiri. Kan jatuhnya lebih murah karena memakai harga subsidi, bandingkan kalau pakai alokasi harga industri buat tambang. Besar itu le selisihnya. Makanya punya mata juga harus pintar makainya, sering harus lirak lirik dan tidak boleh tutup mata ke sekeliling, TST lah.

agus budiyanto
Dahulu di Jawa Tengah, Kuda dan Jubah Pangeran Diponegoro dicat warna kuning.

agus budiyanto
Mantan Direktur Utama perusahaan besar, sangat menyukai warna biru, mobil, logo perusahaan, dll berwarna biru. Cerita sekretaris, istri Dirut selalu memakai BH dan celana dalam berwarna biru, supaya suami tidak berpaling ke wanita lain.

Exit mobile version