Siapa Membunuh Putri (21)

Kode Etik

Siapa Membunuh Putri (21) - disway jumat - www.indopos.co.id

Oleh: Hasan Aspahani

INDOPOS.CO.ID – Kantor Dinamika Kota seakan dikepung polisi.
Anak-anak kantor ketakutan. Mereka bertanya apakah saya mau ditangkap. Isu lekas sekali menyebar. Beberapa kenalan menelepon. Termasuk Bang Ameng. Soal pengepungan dan penangkapan itu entah siapa yang menyebarkan kabar.

Saya menenangkan mereka. ”Kenapa kok pada takut, sih? Tenang saja. Ini kunjungan biasa saja.” Padahal saya sendiri juga gentar dan takut . Takut pada polisi saya kira bawaan yang laten. Sejak kecil, saya sebagaimana anak-anak kecil sering ditakut-takuti atau saling menakut-nakuti dengan kalimat, Awas, nanti ditangkap polisi!”

Dalam situasi biasa, polisi yang datang lebih dahulu sebelum kunjungan kapolres itu protokol yang biasa saja. Tapi ini terjadi di kantor kami sendiri dan kunjungan mendadak ini karena berita yang membuat orang nomor satu di Mapolresta itu marah. Sampai mendadak menggelar konpers.

Kombes Polisi Guntur turun dari mobil lalu berjalan diiringi dua ajudan. Keduanya dengan pistol di pinggang. Belasan polisi berjaga di depan kantor. Ia berjalan seperti sedang terlambat untuk sebuah pertemuan penting. Langkahnya cepat dan dihentak agak keras. Seperti berbaris. Seperti geram dan marah.

Saya dan Bang Eel menyambutnya di pintu kantor. Saya memperkenalkan diri. Jabatan tangannya kencang. ”Kita belum pernah ketemu langsung ya,” katanya padaku. Saya mengiyakan. ”Bapak sibuk terus,” kataku.

”Ah, Anda yang sibuk…” katanya.

Sambil berjalan menuju ruang rapat, dia bertanya berapa orang wartawan kami, di mana percetakan, berapa oplah, dan pertanyaan basa-basi lainnya. Saya dan Bang Eel bergantian menjawab.

Kombes Pol Guntur meminta di ruang rapat itu hanya ada kami, saya, Bang Eel, ia dan dua ajudannya. Salah seorang ajudannya membawa kamera dan memotret kami. Saya hendak memotretnya juga, tapi ia bilang tak usah. Pertemuan kami tak untuk diberitakan, katanya. ”Cuma buat arsip kami, Pak,” kataku. Saya tetap memotretnya. Ia tampak kesal.

Yang dia sampaikan tak berbeda jauh dari apa yang tadi dilaporkan Ferdy padaku lewat telepon, setelah jumpa pers tadi. Ia bicara soal eskalasi ketegangan politik dan sosial menjelang pemilihan wali kota, potensi pecahnya kerusuhan antarkelompok, dan besarnya atensi masyarakat pada kasus pembunuhan Putri. Ia meminta agar pemberitaan kami tak memprovokasi. Ia memastikan yang salah akan diproses secara hukum dengan adil.

Kepada Bang Eel dia bertanya soal wawancara. ”Belum dimuat ya? Kenapa?” Bang Eel menjawab sambil sekilas memandang saya, ”Masih belum lengkap, Pak. Rencananya saya mau wawancara lagi nanti sama Dur. Kapan Bapak ada waktu?”

”Secepatnya saja. Saya tunggu. Ke kantor saja, secepatnya, ya. Jangan lama-lama…” Lalu nada bicaranya meninggi ketika bicara soal mobil bodong itu. ”Kenapa tak konfirmasi ke saya sebelum kalian naikkan berita dan foto-foto ini?” katanya sambil menunjuk halaman depan koran kami yang ia bentangkan di meja.

”Saya ini sudah pernah tugas di mana-mana, tak pernah saya dibikin wartawan seperti ini,” katanya. ”Apa maunya kalian sebenarnya? Kalau soal idealisme, berbakti demi kepentingan bangsa dan negara, kita sama saja, saya juga bekerja mengabdi untuk negara ini.”

“Pak, kami tidak tahu ini mobil-mobil siapa, secara jurnalistik kami sudah jalankan tugas kami, kami konfirmasi ke Bea Cukai,” kata saya. “Kalau kami tahu itu mobil polisi untuk mabes, kami akan konfirmasi ke Bapak,” kata Bang Eel. Dalam hati saya bilang, kalau saya yang menjawab saya juga akan menjawab dengan kalimat itu.

“Nah, sekarang kalian sudah tahu itu perintah mabes, kan? Tak ada kepentingan pribadi saya. Sama sekali tak ada,” katanya dengan suara bergetar dan penuh tekanan. ”Kalian mau apa? Mobil? Berapa? Sepuluh?”

“Bukan begitu, Pak…” kata Bang Eel.
“Terus gimana? Ini sudah berantakan kalian buat. Gara-gara berita kalian.”

Saya tak tahan juga untuk tak menjawab. ”Pak Guntur, di kode etik kami ada aturan bahwa wartawan tak menerima imbalan apa pun untuk memberitakan atau tak memberitakan sesuatu. Itu jelas, Pak. Jadi, Pak, tak perlu menawarkan apa-apa pada kami, terkait apa-apa yang harus kami beritakan atau tak kami beritakan…”

”Anda jangan mengajari saya, Bung. Kami di polisi juga punya kode etik, bukan wartawan saja, kami juga punya kehormatan…. Ini kalau saja saya sedang berurusan dengan penjahat sudah senjata yang bicara!” lalu Kombes Pol Guntur bicara panjang, sampai berdiri, sampai mengeluarkan pistol dari tas tangannya dan meletakkannya di meja.

“Pak, mohon pistolnya dimasukkan aja… Soal mobil ini saya ada usul solusinya,” kata Bang Eel.

Saya tak lagi bisa menyimak dengan jernih. Saya gentar dan takut. Juga menyesal. Bukan menyesali berita mobil bodong itu, tapi menyesal tadi kenapa saya menjawab dengan pasal kode etik. Kemarahan Kapolresta reda setelah kami sepakat untuk tak memberitakan itu lagi. Bang Eel bahkan menyarankan satu solusi lain.

“Begini, Pak. Bapak saya kira bisa minta ke salah seorang pengusaha besar di sini untuk mengakui bahwa mobil-mobil itu adalah sumbangan mereka,” kata Bang Eel.

Kombes Pol Guntur tertarik dengan usul itu. ”Bagus juga. Kalian bantu atur ya, nanti ketemu dan bicara dengan Iptu Binsar ya, Kasi Humas kita..” ujarnya.

Saya dan Bang Eel bersitegang setelah Kapolresta meninggalkan kantor kami. Saya tak setuju dengan usulnya tadi. ”Buat apa kita repot-repot urus masalah mereka, Bang…”
”Kalau kau tak mau, kau tak usah ikut repot. Biar saya yang urus. Kau tak lihat gimana marahnya Pak Guntur tadi? Untung tadi kita ketemu di kantor kita, kalau di tempat lain, sudah habis kita. Kita harus kompromi juga. Saya cemaskan teman-teman kita di lapangan, Dur.”

”Tapi dia menghina profesi kita, Bang. Dia pikir semua wartawan bisa dibeli apa…”
”Kita sesekali harus kompromi juga, Dur. Tadi kan kita tak bicara soal berita Putri. Kita hajar terus. Tak bisa dia atur kita soal itu. Soal mobil bodong, kita bantu polisi,” kata Bang Eel.

Kompromi? Ini yang sering menggelisahkan saya. Di mana batasnya saya sebagai wartawan membuka diri untuk mau berkompromi? Apa yang dikompromikan? Idealisme? Sampai mana batasnya? Saya memilih untuk tidak pernah melakukannya. Sering saya dengar orang di luar bilang saya tak bisa dibeli, tak bisa ditakar. Banggakah saya? Sama sekali tidak. Bukankah seharusnya memang begitu seorang wartawan bekerja.
Bang Eel menelepon Bang Ameng. Mereka bicara lama.

Sore itu di Mapolresta. Bang Ameng, Kasi Humas Polresta Borgam, dan beberapa pengurus asosiasi pengusaha Borgam memberikan keterangan kepada wartawan bahwa mobil-mobil yang dikirim ke mabes Polri di Jakarta itu adalah sumbangan mereka, dengan fasilitas pembebasan pajak khusus dari kementerian keuangan. Ada kepala kantor Bea dan Cukai hadir membenarkan keterangan itu.

”Proyek pengadaan mobil ini memang terkesan tertutup. Tapi sebenarnya tak ada yang ditutupi. Hanya memang harus dikerjakan dengan cepat saja. Kenapa seperti sembunyi-sembunyi, diangkut malam hari, lewat pelabuhan kecil? Kami tak mau jadwal sandar dan bongkar muat kapal-kapal lain di Pelabuhan besar kita terganggu. Pelabuhan kita sedang sibuk sekali sekarang. Bongkar muat dilakukan malam hari karena mengejar laut sedang pasang naik,” kata Iptu Binsar.

Nurikmal meliput jumpa pers itu. ”Kita tulis apa nih, Bang? Percaya nggak sih kita dengan apa yang disampaikan di jumpa pers itu?”

”Tulis aja apa adanya! Satu beritamu hari ini, bikin polresta dua kali menggelar jumpa pers. Hebat kan?” katanya. Nurikmal tertawa. Saya kemudian memberi file wawancara Bang Eel dengan Kapolresta. Ada yang bisa dikutip dari wawancara itu, terutama imbauan-imbauan untuk menjaga ketertiban dan keamanan menjelang pemilu lokal.

”Sebagai wawancara panjang belum lengkap. Banyak pertanyaan bisa digali lebih dalam. Jadi belum kita naikkan. Tadi beliau bilang mau kita wawancara lagi. Kamu ikut ya…” kataku pada Nurikmal. Saya tak katakan padanya bahwa itu hasil wawancara sendiri Bang Eel.

Pengalaman saya yang belum seberapa banyak di surat kabar mengajarkan satu hal penting, tiap hari redaksi harus berakrobat, cermat memilih dan mengembangkan berita. Tak selalu ada peristiwa besar. Rumusnya harus ada gebrakan tiap hari juga harus pandai merawat pasar. Dua jenis pelanggan harus digarap sama intensnya. Gebrakan untuk menggaet pembeli eceran, sementara berita-berita yang merawat pasar penting untuk menjaga loyalitas pelanggan.

”Kenapa Kapolresta semarah itu ya, Bang?” tanya Nurikmal.

Saya suka dan menyenangkan bekerja dengan wartawan seperti Nurikmal, karena kemampuan analisisnya yang tajam. Ia kritis dan idealis. Ia satu-satunya wartawan kami yang benar-benar kuliah di jurusan jurnalistik. Kalau saya nanti memilih wakil atau pengganti saya tak akan ragu merekomendasikannya. Ia dengan pertanyaan-pertanyaannya yang tampak mendasar, membuat rapat-rapat kami menghasilkan rancangan berita yang berbeda, menarik, dan penting.

”Apa ada hal lain, yang lebih besar yang ia lindungi?” tanyaku.
”Atau soal mobil bodong itu terkait juga dengan judi dan pembunuhan Putri?” Nurimal menanggapiku dengan pertanyaan.

”Bagaimana kaitannya?” tanyaku.
Saya sudah menugaskan Ferdy untuk melacak informasi dari Bang Ameng soal Putri yang pernah dia lihat di kasino. ”Ada info, Ferdy?”

”Ini tugas agak berat, Bang. Kasinonya saja remang-remang. Susah kita masuk. Sekarang mau wawancara siapa juga susah. Semua tutup mulut,” kata Ferdy.
”Tapi kasino itu masih beroperasi?”

”Masih. Makin ramai. Feri di pelabuhan Penangsa yang aksesnya langsung ke resort itu makin ramai aja sekarang,” kata Ferdy.

Saya mengakhiri rapat redaksi hari itu dengan menceritakan pertemuan dengan AKP Heru, Kasatnarkoba, terutama soal janjinya mempertemukan dengan penyidik dari Satreskrim yang pertama kali memeriksa rumah AKBP Pintor, TKP pembunuhan Putri itu. Ferdy menebak nama siapa yang dimaksud.

”Kita tunggu saja, ya…”
”Kalau bisa ketemu sebelum sidang putusan sela menarik sekali.” Kata Nurikmal. ”Bisa kita prediksi apa yang bakal diputuskan hakim. Ke mana ujung kasus ini…” (*)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 22 September 2022: Tangis Panggung

Wahyudi Kando
Idealisme ada disaat masih muda, saat sudah berkeluarga bukan tidak punya idealisme, kadar beban biaya kehidupan berkeluarga lebih berat daripada kadar idealisme. Menurut saya itu salah satu penyebab sulit mencari pewarta yg idealis Dato’ DI sebagai Dato’nya pewarta ayooo himbau banyak anak muda seperti al fatih bs jadi pewarta. Mumpung masih muda….Kalau sudah berkeluarga jangan ditanya lebih butuh biaya daripada idealisemenya

Ahmad Baihaqi
Lanjutkan, Anak muda! Tempaan akan membuatmu semakin kuat. Menangislah bila harus menangis Karena kita semua manusia Manusia bisa terluka Manusia pasti menangis …. (“Air Mata” Dewa 19)

Komentator Spesialis
Nanya saja sih. Dari keempat pilar tsn : Media alias press, yudikatif, eksekutif dan legislatif, apakah masih ada yang bisa diharapkan ? Sebelum menjawab, coba sampeyan test dulu, jadilah oposisi. Laporkan buzzeRp binaan kaka pembina. Atau coba ke MK ajukan uji materi PT 5% saja untuk pilpres. Bisa ?

Budi Utomo
Kebebasan Pers adalah pilar keempat demokrasi. Pers adalah institusi di luar Trias Politica: Eksekutif, Legislatif, Yudikatif namun berperan penting dalam check and balance. Ibarat meja dengan empat kaki. Pers adalah kaki keempat. Kebebasan Pers ini adalah Kebebasan Berpendapat / Freedom of Speech atau Kebebasan Berekspresi. Ada dalam UUD 1945 kita pasal 28. Meniru Amandemen Pertama Konstitusi USA. Jadi tidak serta merta ide ini muncul begitu saja ketika BPUPKI merancang konstitusi kita. Kita meniru banyak dari USA. Bhinneka Tunggal Ika mirip E Pluribus Unum. Garuda kita meniru Elang Amerika. Dan Kebebasan Pers/Berpendapat ini satu paket dengan Kebebasan Beragama di Amandemen Pertama US Constitution. Demikian pula Kebebasan Beragama satu paket dengan Kebebasan Berpendapat di Pasal 28 UUD 1945.

Giyanto Cecep
disetiap zaman .. disetiap orde atau rezim .. Allah swt selalu mengirimkan ” cahaya lilin ” seperti Muhammad al Fatih ini .. saya sangat yaqin bahwa Allah swt yang mengirimkan dia. Dia masih begitu muda sehingga yang keluar dari qalbunya masih cukup bersih, belum ada residu kepentingan. Dan bagi yang terkena kritik, sentil atau apapun harus dengarkan ini karena sekali lagi dia masih cukup murni. Tidak seperti kritikan-2 yg beraroma cacian meski seorang Doktor sekalipun, meski sekaliber mantan Mentri sekalipun, meski seorang sekaliber mantan sekretaris mentri sekalipun. Saya tidak pernah perduli, entah anda sekalian. Karena aroma dan irama nya mengandung ” kepentingan “. Kembali ke mas Fatih yang memiliki arti ” pembukaan ” , surat al Fatihah itu artinya surat pembukaan. anda sudah masuk sebagai pembuka, masuklah kedalam kawah yang penuh gejolak agar anda matang dan bijak. Semoga.

Gianto Kwee
@EVMF Drama Korea hanya pernah nonton beberapa dan saya sangat terkesan, dengan “Crash Landing On You” Saya Cowok cengeng kalau nonton film yang menyentuh hati suka nangis ! Tahun 2005 nonton King Kong dan Naomi Watts, Air mata mengucur deras dibarengi (maaf) Ingus juga keluar, Istri kehabisan Tissue, Film Habis, lampu terang benderang, malu banget karena mata sembab ! Salam

EVMF
Tanpa ada maksud dan kepentingan apa-apa, menurut saya pribadi, ada “kejanggalan” dari pengakuan wartawan muda ini. Siapa yang menekan dan mengancam, bahkan membuntuti Muhammad Al Fatih ?? Secara psikologis orang yang “bermain dengan cara seperti itu pasti akan mempertimbangkan siapa lawannya”. bukankah Fatih ini anaknya Wakil Gubernur Kaltim yang juga masih berdarah biru Kesultanan Kutai ?? Kemungkinan besar karena beban pekerjaan yang berat yang tidak berbanding lurus dengan daya tahannya, maka Fatih “sedang berada di tahapan Condemning”. Menurut Stuart dan Laraia, Condemning adalah tahap halusinasi berupa “cemas berat”. Ditandai dengan meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas otonom seperti peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah. ….. dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita. Dengan pernyataan Fatih “soal biaya hidup dan uang kuliah” ; terkesan Sang Ayah sudah tidak mengurusnya atau tidak mempedulikannya lagi. Sungguhkah Sang Ayah bersikap seperti itu terhadap anaknya ?? Saya sangat tidak yakin !! Ini semakin menguatkan dugaan bahwa Fatih berada pada kondisi “cemas berat dan tidak mampu membedakan antara halusinasi dan realita”.

Rizky Dwinanto
Wartawan seperti Fatih kemungkinan masih banyaaaaaaaak. Media seperti samarindakita.com yang langka

dabaik kuy
…nitip buat al fatih jgn spt abah dis… setelah media maju … gaji karyawan tetap kecil krn dipakai dulu utk ekspansi bisnis… (bikin banyak media di kota lain, bikin percetakan, pabrik kertas, gedung graha pena…dll) gak blh gitu…. karyawan naikan dulu gaji nya… ekspansi bisnis belakangan… akhirnya abah malah dihianati karyawan nya sendiri setelah para karyawan jd pimpinan di jp dan abah dis pensiun…. ci we…, le..kus dll byk yg khianati abah… krn abah juga terlambat naikin gaji karyawan… ya impas lah… utk al fatih… kalau sdh maju. .. sdh jd direktur…..utamakan kenaikan gaji karyawan…. ingat manusia itu lbh utama dr perusahaan.. jgn khianatu karyawan spy tua nya kamu gak dihianati…

hariri almanduri
Wadaw..diintimidasi didepan polisi tapi polisinya gak lihat apa apa? Teruslah seperti itu..! Setiap diantara kalian buang kotoran, yang lain akan menutupinya dengan tissu tipis. Teruslah seperti itu sampai tidak ada sejengkal pun bagi rakyat untuk berpijak. Dan pada titik inilah gerakan people power mendapat legitimasi

balagak nia
Nurkholis Lamauu wartawan berita online cermat.co.id, menulis opini di cermat.co.id tgl 30 Agt 2022 dengan judul “Hirup Batu Bara dapat Pahala”. Tulisan tersebut hanya bertahan beberapa jam karena dipaksa untuk dihapus oleh adik kandung Wakil Walikota Tidore Malut, esoknya Nurkholis didatangi ke rumahnya dan dipukul oleh keponakan Wawali. Ketika melaporkan kejadian tersebut ke Polres Tidore, Nurkholis didatangi oleh Wawali dan diintimidasi oleh Wawali di depan polisi. Abah sebaiknya angkat kasus ini, karena kesannya sekarang didiamin oleh polisi meskipun sudah dilaporkan oleh AJI Maluku Utara. Bisa gugling untuk lebih jelasnya.

yea aina
Hampir sama yang dipesankan Pak Indrayana Idris kepada Mas Dur: kebebasan pers adalah milik publik, rakyat yang merdeka. Para jurnalis yang memanfaatkan, meminjamnya dari publik. Tentunya demi kepentingan rakyat, pemilik kemerdekaan pers tersebut.

Komentator Spesialis
Nanya saja sih. Dari keempat pilar tsn : Media alias press, yudikatif, eksekutif dan legislatif, apakah masih ada yang bisa diharapkan ? Sebelum menjawab, coba sampeyan test dulu, jadilah oposisi. Laporkan buzzeRp binaan kaka pembina. Atau coba ke MK ajukan uji materi PT 5% saja untuk pilpres. B

balagak nia
Nurkholis Lamauu wartawan berita online cermat.co.id, menulis opini di cermat.co.id tgl 30 Agt 2022 dengan judul “Hirup Batu Bara dapat Pahala”. Tulisan tersebut hanya bertahan beberapa jam karena dipaksa untuk dihapus oleh adik kandung Wakil Walikota Tidore Malut, esoknya Nurkholis didatangi ke rumahnya dan dipukul oleh keponakan Wawali. Ketika melaporkan kejadian tersebut ke Polres Tidore, Nurkholis didatangi oleh Wawali dan diintimidasi oleh Wawali di depan polisi. Abah sebaiknya angkat kasus ini, karena kesannya sekarang didiamin oleh polisi meskipun sudah dilaporkan oleh AJI Maluku Utara. Bisa gugling untuk lebih jelasnya.

yea aina
Hampir sama yang dipesankan Pak Indrayana Idris kepada Mas Dur: kebebasan pers adalah milik publik, rakyat yang merdeka. Para jurnalis yang memanfaatkan, meminjamnya dari publik. Tentunya demi kepentingan rakyat, pemilik kemerdekaan pers tersebut.

Re Hanno
Mendapatkan perlakuan demikian bagi wartawan adalah hal yang biasa. Makian, tekanan atau tindak ancaman adalah bagian dari keseharian wartawan. 25 tahun menjadi wartawan saya ‘menikmati’ lika liku dan nestapa kuli tinta itu. Bravo Fatih!

Rihlatul Ulfa
Bukankah Al Fatih hanya perlu mengadu ke Ayahnya. atau Ayahnya juga saat ini mengalami banyak tekanan? atau Ayahnya sebelumnya belum mengetahui hal ini? atau Ayahnya juga bingung bagaimana cara mengatasinya? atau ada orang Pemprov yg kongkalikong? atau mereka yang menebar teror tidak mengetahui bahwa wartawan yg menyebar luaskan berita itu adalah anak sang Wakil Gubernur?

yohanes hansi
Wah, habis ini Disway yang diancam.. wkwkwk.. Ada ayat Alkitab yang berkata bahwa lebih baik menderita karena kebenaran dari pada menderita karena kejahatan. Tetap semangat memberitakan yang benar, para wartawan sejati! Tuhan yang membela kalian..

Jimmy Marta
Ferdi yg baru di borgam dah langsung dp ancaman bahkan kekerasan fisik. Mas Dur yg agak lebih lama, baru merasakan intimidasi. Semua gegara nulis hasil investigasi pembunuhan putri. Kata pak Indrayana Idris itu biasa didunia jurnalis. Ancaman, intimidasi dan kekerasan fisik kok biasa ya…! Kita kan sudah lama merdeka…! Hoalah…saya komen apa..?. Ini gegara pengaruh cerbung itu. Jika sarapan CHD kurang mengenyangkan, lanjut kemenu kedua. Episode ke 19.

Lukman bin Saleh
Meski terkenal serius. Rupanya Pak Pry punya bakat melucu juga. Komentarnya (komentar pilihan) membuat saya mesem2. Sering2 ya Pak Pry, jangan serius mulu. Tidak baik bagi kesehatan jiwa raga…

Comunity MD
Gass terus aja Mas Fatih. Klau pengen belajar bagaimana menghadapi tekanan, tanya Bang Dur (Warga Pulau Gotham) saja hehehehe

Juve Zhang
Pak GP akan “dijegal” oleh “dewan kolonel”. Pak AB akan ” dijegal” supaya hanya ada 2 calon saja kata pak Beye. Hari ini saya baca pak Prabowo akan “dijegal” . Semua minta “dijegal” supaya dapat “suara” rakyat yg kasihan sama yang “dijegal”. Inilah kampanye murah meriah meraup suara . Cukup buat berita capres nya akan ” dijegal” .wkwkwkwkwkwk.

Agus Suryono
TANGIS, SUDAH BERANAK PINAK.. Dulu, tangis itu hanya sedikit jenisnya.. 1). Tangis Sedih. 2). Tangis Sakit (fisik maupun psikis). Sekarang bertambah.. 3). Tangis BBM. 4). Tangis TERSANGKA. Dan lain-lain. (5, 6, 7 dan 8).

Agus Suryono
NAMA BESAR MUHAMMAD AL FATIH.. Muhammad Al Fatih (Senior) adalah Sultan Raja Turki Ottoman (1451-2484), yang di usia 25 tahun mampu menaklukkan KONSTANTINOPEL di Romawi Timur. Sedangkan Muhammad Al Fatih (Yunior), juga bukan orang sembarangan. Masih berdarah BIRU dari pedalaman Kalimantan. Putra seorang WAGUB yang juga DOSEN. Dan baru saja mendapat STEMPEL dari Abah DI: Mampu Menulis. Habis ini pasti kiprahnya PASTI akan sangat BERARTI. Setelah dibekali PELURU, oleh Abah DI. Kudoakan..

Akagami No Shanks
Saya sudah balas komentar @pak Pry di judul kompor listrik. Pintar sama dengan rumit. Semakin rumit semakin pintar. Padahal, pintar atau ngerti segala hal nggk penting. Yang penting pintar saat menggunakan bahasa tubuh.

Juve Zhang
Jawabannya Amerika akan mencetak lebih banyak Dolar untuk bayar bunga yg dinaikan 75 poin itu, akhirnya akan makin banyak dolar yg beredar, ujungnya inflasi lagi karena duit makin banyak. Untuk mengurangi dolar yg harus di devaluasi, menyakitkan tapi itu keahlian menteri menteri Orde baru.wkwkwkwkwk.sedikit nostalgia devaluasi.yg bikin dompet kering kerontang.

Abi Kusno
Anak muda sekarang umumnya disibukkan dengan phonsel sendiri. Baik untuk bermedia sosial, main game, sampai nyari uang. Lewat jualan online. Di antara yang dominan ini, saya masih percaya sebagian pemuda yang idealis. Pemuda calon kado ulang tahun emas Negara tercinta, Indonesia.

Chei Samen
116 kommentar. Pukul 16:16 di +6. Baru ada kesempatan baca chd. Moga M.Al Fatih istiqomah dalam jurusan yang beliau gemari. Abah boleh jadi mentor malah sekaligus sifu. Kan dah pangkat cucu itu. Kita kita ini tak mampu sepemberani beliau. Anu (ampon kang sabar), saya nak tanya Fatih, ada mengulah wadai kipeng kah utoh?? (Wadai kipeng ni kayak bubur. Khas urang Banjar – andai beliau urang Banjar). Selamat sore ibu ibu bapak bapak +62 yang budiman, moga tenang tenang dan hepi ada nya!!

mzarifin umarzain
memang mengungkap yg bensr, terkadang berisiko. kita nulis semampu kita nsnggung risiko nya. bils terpaksa, kita terima risiko. pak Dur pakai teori gelang karet. ada yg pakai humor, melucu. melawan dg humor, seni. jangan sampai dipukuli, ditahan, dipenjara. barangkali lebih baik merubah mental masyarakat agar lebih relijius, bertaqwa, agar punya mental pro pd yg benar, anti kpd yg salah, korupsi.

thamrindahlan
Kualitas SDM Wartawan sangat menentukan. Selain itu oknum juru berita semata “mengharapkan amplop” merusak nilai mulia jurnalis. Salam Literasi Pak Anwar

am dki9
Saya jadi paham kenapa di koran online banyak iklan. Yg porsinya lebih besar dibanding konten. Bisa jadi salah satu cara menghidupi idealisme koran dan wartawan. Org yg mengikuti al fatih mungkin suruhan ayahnya, untuk memastikan ia selamat selama bekerja. Jaga idealisme saat nanti sudah berkeluarga. Semoga mendapat jodoh yang mensupport.

Mbah Mars
Tulisan Abah DI pagi ini mengingatkan saya pada Bang Udin. Nama lengkapnya Fuad Muhammad Syafrudin. Seorang Wartawan Bernas Yogyakarta yang dibunuh orang tidak dikenal pada tahun 1996. Sebelum meninggal, Bang Udin, salah satu putra dari Mbah Jenggot yang saya kenal dengan baik, banyak menulis berita-berita kritis terkait dengan para pejabat Orde Baru dan tentara. Hingga sekarang, otak pembunuhan wartawan Udin tidak terungkap. Apa ya bisa hidup tenang ya orang yang menyuruh pembunuh bayaran yang menghabisi Udin ?

Haji Budiyono
Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum warahmatullahi wb tentang wartawan yang idealis ini berani kah Abah DI juga bertindak seperti anak muda tersebut sebagai suri tauladan baginya, misal nya menulis ttg kenaikan harga BBM yang katanya mengurangi subsidi pada hal sebenarnya bukan itu tujuan nya ( Abah pasti sudah tahu) lalu juga ttg carut marut kasus Sambo (Abah juga sudah tahu) yang terakhir perseteruan antara Demokrat dan PDIP. Yang ini pasti Abah juga sudah tahu tolong ditulis biar terang benderang Abah , terima kasih wassalam

Kam Adi
Bah, sering kali tulisan Abah semacam obrolan ringan dibandingkan sebuah wawancara. Kira kira lawan bicara tahu tidak ya akan menjadi bahan tulisan Abah? Penasaran euy. Ntar jangan jangan takut diajak ngobrol Abah, takut jadi bahan konten hihihi

Jimmy Marta
Setuju pak. Power. Itu gk ada yg jual tapi bisa dibeli. Gk ada sekolahnya tp bisa dipelajari.

Kelender Indonesia Lengkap
Bukan hanya wartawan, kalo melakukan sesuatu yang mengganggu kepentingan seseorang atau kelompok yang banyak duit atau berkuasa, ya pasti akan mendapat tekanan dari mereka. Di sisi kita, tinggal bagaimana kita menyesuaikan dosisnya. Kalau belum cukup power ya cukup main sindir atau serempet, jangan head to head. Kalau sudah kuat baru main dosis tinggi. Istilahnya main cantik lah sesuaikan dengan kemampuan. Jika kamu melihat kemungkaran, ubahlah dengan tanganmu, kalau ga sanggup ubah dengan lisan, kalau belum sanggup, ingkari dalam hati. Ga salah koq, walaupun itu iman yang paling lemah. Intinya sesuaikan kemampuan dan tipe perjuangan.

Wahyudi Kando
Idealisme ada disaat masih muda, saat sudah berkeluarga bukan tidak punya idealisme, kadar beban biaya kehidupan berkeluarga lebih berat daripada kadar idealisme. Menurut saya itu salah satu penyebab sulit mencari pewarta yg idealis Dato’ DI sebagai Dato’nya pewarta ayooo himbau banyak anak muda seperti al fatih bs jadi pewarta. Mumpung masih muda….Kalau sudah berkeluarga jangan ditanya lebih butuh biaya daripada idealismenya

Exit mobile version