Siapa Membunuh Putri (28)

Pelacuran

Siapa Membunuh Putri (28) - disway jumat - www.indopos.co.id

Oleh: Hasan Aspahani

INDOPOS.CO.ID – Malam itu saya merenungkan sosok Zain Azhar, ayah Inayah. Mengingat dan mencatat sebagian pembicaraan kami, pandangan-pandangannya berdasarkan pengetahuannya yang luas sebagai dosen sosiologi, bergelar doktor, dan kecemasannya terhadap Borgam.

Ia dan tim dari kampusnya sering membuat penelitian tentang ketegangan sosial antara Borgam dan negeri seberang. Kawasan yang cemerlang itu dan yang remang-remang di sini. Yang tampak mewah dan megah di sana, tapi menyingkirkan mereka yang kalah dan membawa sampah di sini.

Mobil bodong itu misalnya. Masuk ke Borgam dari Malaysia. Tapi sebenarnya itu adalah mobil dari Singapura yang sudah lewat tahun pemakaiannya, habis sertifikat izin pemakaiannya, dan oleh pemiliknya dibuang. Dibawa ke Malaysia dan dilaporkan hilang. Itu jauh lebih murah, bahkan tanpa biaya, ketimbang harus banyak pajak yang tinggi untuk kendaraan bertahun rendah apalagi biaya pemusnahan, syarat untuk membeli kendaraan baru.

Dengan melaporkan kehilangan pemilik malah dapat asuransi. Mobil-mobil yang masih bagus itulah, karena tak lebih dari sepuluh tahun dipakai, yang masuk ke Borgam sebagai mobil bodong.

Kami yang memopulerkan istilah bodong itu. Bodong, tak jelas surat-suratnya.

Ada syarat impor mobil masuk ke Borgam, kawasan FTZ ini, yaitu tahun produksi.

Menurut peraturan mobil yang boleh masuk umurnya tak lebih dari sepuluh tahun. Maka menurut aturan itu mobil-mobil yang dibuang dari Singapura ke Malaysia itu tak boleh masuk ke Borgam. Apalagi ada aturan one in one out, tiap satu mobil masuk harus disertai dokumen pemusnahan atau scrapping satu mobil tua yang ada di Borgam.

Pemasok dan importer di Batam memalsukan saja dokumen dan tahun produksi mobil-mobil tersebut. Yang ini saya tahu, ada saya kenal satu pengusaha bengkel besar yang melayani jasa dokumen scrapping palsu.

Kata ibu Inayah, seharusnya ia sudah lama jadi professor, tapi ia malah tak mengurusnya. Ia juga tak mau membayar pihak-pihak di kampus dan kementerian yang tanpa itu prosesnya pemberian gelar profesornya menjadi lambat, bahkan sama sekali tak diproses.

Ia lebih asyik meneliti dan menulis. Ia juga mengikuti kasus pembunuhan Putri. Koran grup kami di Pekanbaru memuatnya. Ia berpesan agar kami berhati-hati memberitakannya. Saya kira itu hanya kecemasan seorang orang tua terhadap seseorang yang akan jadi teman hidup anaknya.

“Penyeludupan dan perjudian. Keduanya melanggar hukum. Oh ya, juga prostitusi. Selama hukumnya belum berubah, selama itu terlarang. Di sini, di kawasan manapun yang berbatasan dengan negara lain yang secara ekonomi menganga kesenjangan, kehidupan bergerak dalam ruang yang remang-remang itu,” kata ayah Inayah.

Tak ada pernyataannya yang ingin kubantah. Semuanya bisa saya saksikan sendiri, sebagian pernah saya beritakan. Saya agak menyesal juga saat bertemu ayah Inayah tak bisa berbincang lebih tenang dan santai, saya terlalu tegang memikirkan lamaran itu. Setelahnya saya malah terlalu bahagia.

Tentang rencana pernikahan, orang tua Inayah menyerahkannya pada kami, kapan kami siap, selekas apa kami bisa mempersiapkannya. Mulai hari itu saya malah meminta Inayah membuka rekening baru. Saya kasih uang tabungan saya untuk dia simpan.

”Kalau sudah cukup beri tahu saya. Saya tinggal cari uang untuk biaya kita ke Pekanbaru,” kataku. Orang tua Inayah hanya minta satu hal: kami menikah dan bersanding di Pekanbaru.

Inayah menolak, saya memaksanya. ”Ini kok kayaknya saya nggak percaya sama Mas Abdur,” kata dia.

”Bukannya saya tak percaya sama kamu, tapi saya tak percaya sama diri saya sendiri,” kataku.

”Kalau ini uang saya pakai buat nikah sama orang lain gimana?”

”Tak apa-apa. Itu kan uang buat kita menikah, atau salah satu dari kita, kalau ada lelaki lain yang lebih baik, kami bisa terima dia, pakai saja uang itu,” kataku. Saya mengatakan itu dengan maksud melucu, bercanda. Inayah malah menangis.

Sehabis rapat pagi di kantor, Bang Eel bicara soal rencana pernikahannya. Ia sudah membawa Nenia bertemu dengan Ustad Samsu. Bang Eel cerita tentang Nenia yang bekerja di Bluebeach Resort. Saya tak menunjukkan bahwa saya sudah tahu tentang hal itu. Ia cemas. ”Kalau minta dia cari kerja di tempat lain.

Kembali ke Nagata Plaza masih diterima dia,” kata Bang Eel.

Ketika bertemu Nenia di Bluebeach dia juga bilang ingin pindah dari situ. Tapi bekerja di Bluebeach memang menggiurkan, penghasilan di luar gajinya berlipat-lipat. Ada bonus mingguan dari pengelola kasino. Ada tips besar dari tamu yang datang berjudi. Uang panas.

Yang dicemaskan Bang Eel adalah perjudian itu. Dari Nenia, katanya, dia tahu ratusan orang dari seberang tiap malam berjudi di sana. Miliaran omzetnya tiap malam. Yang dicemaskan Bang Eel adalah persaingan antarpreman yang berebut lahan pengaman. Selama ini pengelola Bluebeach memberi kesempatan pada beberapa kelompok, secara garis besar terbagi dua, yang masing-masing dibekingi oleh polisi dan TNI.

”Makin ramai judinya, makin panas persaingan kelompok preman. Apalagi ada pengacara yang ikut bermain,” kata Bang Eel.

”Kita bikin liputannya, Bang?” tanyaku.

”Suruh reporter kita amati dulu. Ferdy atau Nurikmal. Kumpulkan bahan. Kalau benar-benar ada kejadian kita tak usah tahan-tahan lagi,” kata Bang Eel. Saya teringat amplop-amplop uang yang saya simpan di laci meja. Bang Eel bilang itu jatah saya tiap kali memberikannya ke saya. Saya pernah bertanya itu uang apa dan dari siapa, ia hanya bilang ambil saja. Saya kira itu uang jatah wartawan dari judi itu. Saya tak pernah memakainya. Saya tak pernah buka berapa isinya. Saya berikan uang itu pada wartawan yang memerlukan. Saya berikan pada Ferdy ketika istrinya melahirkan, atau ketika Yon minta tambahan uang muka kredit rumah, juga ketika Nurikmal ambil motor second hand. Saya bilang itu titipan Bang Eel.

Ketika saya bertemu Nenia di Bluebeach, dia menceritakan juga soal persaingan memperebutkan jasa pengamanan. Selama ini kelompok yang dibekingi polisi yang paling berkuasa. Kelompok yang dibekingi tentara belakangan makin kuat dengan bergabungnya beberapa kelompok baru. Ia menyebut geng Terpedo, di antara yang paling menonjol.

Dari Nenia, saya juga mendapatkan cerita tentang Putri yang semasa hidup sering ada di kasino di Bluebeach.

”Main dia?” tanya saya.

”Kadang main juga. Tapi seringnya menemani orang, mungkin rekan bisnisnya.”
”Sama suaminya?”

”Kata teman-teman di sini jarang. Seringkali malah sama, nah ini, kamu pasti nggak menyangka, sama Kapolresta,” kata Nenia.

”Serius?”

”Semua orang di sini cerita begitu. Apalagi setelah kejadian pembunuhan dan kasus mobil bodong itu,” kata Nenia. ”Tanya Bang Jon, deh. Dia sudah lama tahu. Dia kan sering juga ke sini. Dia mungkin pernah lihat mereka di sini…”

Sebelum Bang Eel menyuruh mengamati praktik kasino illegal di Bluebeach, saya sudah minta Nurikmal untuk menginvestigasi, kumpulkan fakta-faktanya.

Terutama siapa yang mengendalikan. Banyak hal menarik yang bisa diberitakan tanpa harus menyentuh perjudiannya.

”Judi bukan hanya judi apalagi perputaran uangnya gila-gilaan. Ada data analisis arus uang masuk keluar yang diperkirakan terkait judi itu bisa lebih dari satu triliun. Sebulan. Itu hampir sepertiga APBD kota ini setahun,” kata Nurikmal.

Belum lagi hal-hal lain, prostitusi terselubung misalnya. Ratusan perempuan muda yang kerjanya mendampingi mereka yang berjudi itu juga menarik diamati.

Nurikmal mewawancarai beberapa perempuan muda itu. Mereka mengakui yang mereka lakukan ya melayani tamu-tamunya dari kasino sampai kamar hotel.

”Ini juga bisnis besar. Ada mafia yang rapi. Jalurnya pasokannya, mereka direkrut dari Jawa atau Sumatera. Masuk ke Pulau Kerambil. Kita pernah tulis kompleks pelacuran di sana, namanya… Labuan Paya, ya itu, dia Labuan Paya. Orang-orang seberang yang muda-muda dan yang punya uang lebih mainnya ke Kerambil. Kita punya dapat data tarifnya. Dari sana, mungkin kalau sudah dianggap terlatih, baru kemudian cewek-cewek itu dibawa ke Borgam. Ya, sebagian besar bekerja di kasino itu,” kata Nurikmal.

Nurikmal usul bikin tulisan serial feature tentang orang-orang yang terkait dengan perjudian itu, terutama para preman, perpanjangan tangan atau katakanlah dikendalikan aparat itu, dan perempuan yang terlibat pelacuran terselubung itu.

”Kuatkan wawancaranya, ya. Data-data bisa dapat dari LSM yang fokus pada isu perempuan, ada beberapa yang saya kenal penggeraknya. Nanti saya kasih nomor teleponnya. Mereka banyaknya mengadvokasi buruh pabrik itu, sih, tapi saya tahu mereka juga mendata dan menangani banyak kasus pelacuran itu,” kataku.

Pak Rinto menelepon. Dia sudah kembali dari seberang. Ia mengucapkan selamat untukku dan tanya kapan rencananya kami menikah. Terkejut juga saya, tahu dari mana beliau?

”Calon mertuamu itu sahabat saya. Dulu pernah jadi wartawan di sini. Ke mana-mana sama saya dulu. Dia cerita kan? Saya berutang banyak sama dia. Tapi, nah, brengseknya dia tak pernah kasih kesempatan saya bayar utang-utang saya itu, jadi saya berutang terus…” kata Pak Rinto.

”Ya, Pak. Beliau cerita,” kataku. Hanya sekilas. Mungkin lupa. Mungkin ia sedang lebih tertarik untuk menceritakan hal lain.

”Anaknya, calon istrimu itu, dulu lahir di Singapura. Setelah lama dia tak punya anak. Itu pun saya diberi tahu setelah dia kembali ke Pekanbaru. Keterlaluan betul bapakmu itu. Apa yang bisa saya bantu untuk pernikahanmu, Dur? Kasih tahu saya ya… Apa pun yang kamu perlukan, saya mau bantu kamu. Kalau kamu sempat hari ini ke rumah ya. Ada banyak hal yang saya mau ceritakan…”

”Apa terkait kasus pembunuhan Putri, Pak?”

”Ada sedikit terkait dengan kasus itu.” (*)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 29 September 2022: Bubble Alfonso

Nurkholis Marwanto
Dunia hampir “bebas covid”, bagaimana kabar vaksin merah putih dll itu ya? Kok masih belum denger sudah digunakan untuk booster, atau untuk vaksin kepada yang belum vaksin. Bangga bisa bikin vaksin sendiri. Tapi kok wabah sudah kelar. Apakah masih akan berguna? Atau hanya untuk koleksi saja. Atau ini sudah menjadi kebiasaan, saat “gayeng” dengan “tren”, impor dulu baru buat. Saat pasar sudah dipenuhi barang impor Made in dalam negeri tidak punya tempat. Semoga semua sehat dan waras.

Wahyudi Kando
Kekacauan Dunia Bersumber dari orang yg mempunyai Kelompok…..Masyarakatnya Terbukti saling membutuhkan….Tiongkok butuh chip taiwan dan banyak lagi hal serupa antar negara. Suatu saat bukan tidak mungkin muncul negera seperti Crypto. Crypto muncul capek berurusan dg Bank central dan UU negara. Sudah dikasih fee setiap transaksi bikin ribet lagi…….begitu juga negara dan situasi dunia. Para pebisnis bayar ini itu ini tu. Mereka mau perang dan mau ribut mluu…..Jadi Kelompok dan para preman terminalnya yang membuat kacau mobilitas dan perputaran bisnis…ehh tapi tulisan diatas bukan tulisan Dato’ DI kan ya…..hati hati akan ada pesaing Dato’ DI nihh….tapi yg adem ya Dato’ Jangan sepertti para preman terminal itu hihiiii

Budi Utomo
@YA. Suramadu dimulai era Mega selesai era SBY. Wikipedia Jembatan Nasional Suramadu. Ada alih teknologi. Bahkan banyak pakar engineering kita yang terlibat. Monggo dibaca sendiri. Kereta Cepat Jakarta Bandung? Teknik bangun relnya saya yakin engineer kita mampu. Yang engineer kita belum mampu ya bikin keretanya/train nya. Kalau China? Mereka mulai bangun rel kereta cepat saat kita sibuk bangun Suramadu. Dalam tempo tak sampai 20 tahun mereka sudah menguasai bikin rel maupun keretanya! Silahkan baca sendiri. Wikipedia High Speed Rail in China.

Juve Zhang
TSMC boleh senyum senyum melihat Industri semikonduktor Tiongkok yg di bawah mereka, tahun 2030 mungkin senyuman itu hilang, diganti kepala pening, oleh “nekad gila”industri semikonduktor Tiongkok yg menggelontorkan ratusan milyar dolar untuk pabrik baru dan riset bahan baku baru, yg beda dengan yg dibuat sekarang. Donald Trump ,”menyadarkan” Tiongkok akan ketertinggalan di chip ini.seyogyanya Xi JP berterimakasih ke DT yg mengajak “duel” perang dagang dan larangan ekspoor semua teknologi yg berkaitan dengan semikonduktor ke Industri di Tiongkok. Konon perlu 300,000 Insinyur untuk memajukan Industri semikonduktor ke level top. Dan itu ada HR di Tiongkok. 2030 TSMC harus putar otak.kalau masih mau berjaya.

Agus Suryono
MAS ALFONSO… Tulisan mas Alfonso di DISWAY, bagus sekali, gaya tulisannya udah kayak tulisan Abah. Nanti akan saya kasih rating, dengan kasih BINTANG LIMA. Tapi ingat ya, kalau honor dari Disway udah keluar, traktir saya makan. Gak boleh LUPA. Setelah makan, kalau ini terealisir rating tulisan akan saya tambah dua bintang. Jadi BINTANG TUJUH. Serius..

Kang Sabarikhlas
ini bukan cerita Taiwan yang lagi happy. ini tentang istri saya demo, seminggu ini tiap menyapu lantai, sapu diangkat meniru gaya di toktik terus nyanyi : “Melarat tak belani, Mbambungo tak openi, Opo ngene jik kurang./ “Kelonan nomer siji, Mergawe nomer pitu, Yo mangan watu./ “Nganggur taun-taunan, Mangan gak melok adang, Cik nggantenge rai-mu./ “Aku wis ora kuat, Cepet golekna surat, Omah sing sertifikat../… duh,.. apa Abah juga lagi di demo kayak saya ya? Lha..anu kemarin Abah catatannya padat loncat-loncat dan yang sekarang singkat amat kayak gak niat… lha saya terpengaruh jadi malas dan tetep goblik… anu, saya ndak terima didemo istri, ganti saya mau demo Abah sebab ndak manufacturing hope… Lho, kantornya Abah dimana sekarang,..duh, aku kok jadi goblik, eh anu tetep goblik.

Tomat
Iya nih gaya tulisan sudah mirip abah, termasuk penggunaan ‘pun’ dan ‘yang’ di awal kalimat. Tulisan abah memang bagai candu dan renyah kriukk

Liam Then
Saya pernah baca analisa, lompatan kemajuan ekonomi Tiongkok seperti mendapat per tambahan ketika Hongkong kembali. Pasar uang Hongkong bikin arus uang lancar ke Tiongkok, uang itu mereka gunakan dengan bijak. Sementara untuk kemajuan teknologi Tiongkok, saya ada pikir, Taiwan punya peranan besar karena secara rahasia menjadi jalur masuknya teknologi penting Amerika. Lewat alat-alat hightech yang dapat di beli oleh Taiwan. Amerika selalu pakai jurus lama, seperti terjadi di korea,vietnam,iraq,libya, afghanistan. Kok Amerika seperti “one trick pony” ya? Pikir saya. Saya tebak karena ada faktor pengaruh besar produsen senjata di pusat pembuatan kebijakan Amerika. Juga elemen kemampuan cetak uang yang tak terbatas, pada tahap tertentu, uang berlebih ini harus “dibakar” karena jika bersirkulasi panjang bisa bikin repot. Persenjataan militer dan perang menjadi alat paling bagus untuk mengendalikan lebih cetak uang. Dan lagi efeknya bikin Amerika lebih kuat, sehingga bisa lebih banyak lagi cetak uang semau-maunya. Bagaimana kira analisa saya bang nilainya ? Kwkwkkwk

yea aina
Luar biasa Pak @JM, bisa menjelajahi dan menikmati sederet kuliner Taiwan. Pun tanpa perlu mecicipinya hehehe. Ajakan Bung Alonso, di penutup tulisan kan sudah jelas: “lupakan sejenak kenaikan harga BBM”. Kiranya promo itu hanya berlaku bagi siapapun yang mampu melupakannya saja. Karena berkunjung ke Taiwan tak butuh BBM untuk mobil. Cukuplah kuota data secukupnya dengan sedikit ngecas. Bukan moblis lho itu kwkwkw.

Johan
Dari sumber yang saya percaya juga: Jangan pikir Tiongkok tidak berani menyerang Taiwan hanya karena masalah chip. Bukan soal berani atau tidak, simpel karena Tiongkok tidak menginginkan perang saudara terulang lagi. Menghancurkan produsen chip terbesar di dunia itu “hanya” akan membuat teknologi sedikit mundur ke belakang dan gangguan pasokan sementara di seluruh dunia. Kerugian dan penderitaan itu tidak ada apa-apanya dibandingkan Taiwan yang akan kehilangan segalanya.

Liam Then
Taiwan memang aduhai pasar malamnya. TKI lanang indonesia yang bangor dan peka pada sentuhan, pada demen maen kesono. Apalagi pas hari rame sehinggga berdesak-desakan. Saya ngga termasuk ya kwkwkk, karena saya tipe orang yang malah merasa “hilang” di keramaian. Walaupun saya juga peka terhadap sentuhan. Ahem….

Jimmy Marta
Saya penggemar kuliner. Makanya banyak kenal dg street/ night marketnya. Mungkin iya spt yg disebut bung Mandarin Everyday, gaya makan orang Taiwan yg membuat pasar malamnya selalu rame. Dominan berisi jualan kuliner. Pasar malam Shilin, Ningxia, Raohe dan Linjiang street, itu bbrp yg sy jelajahi. Oyster Omelet, seafood fry dan ayam bakar Kaohsiung itu favorit saya. Hebatnya, saya bisa menjelajahi dan menikmati semuanya tanpa perlu paspor. Cukup modal yutup…wkwk… Jadi kalau boleh request, tulisan bung Alfonso berikutnya, tolong cerita tentang pasar malam…plis..

tyong Antonio
Tiongkok Tiongkok… Teknologi luar angkasa aja mulai dari NOL bisa, apalagi teknonogi chip Yg Sudah didepan mata. Sanksi US hanya memperlambat beberapa tahun. Tapi tidak akan menghentikan teknonogi chip Tiongkok. Kita tau sejarah proyek jembatan Padma diBanglades? Atau jalur rel kereta madinah-mekkah? Us, Jepang, jerman dll semuanya mengatakan tdk sanggup dan tdk akan bisa dibangun. Akhirnya apa yg terjadi? Coba pembaca disway cari tau sendiri. Sekarang proyek tersebut uda berdiri kokoh. Bahkan di US sendiri jembatan dibangun Tiongkok. Kalau gak salah di New San Fransisco (maaf ralat kalau salah). Ingat ini bangsa Tiongkok!! Kenapa?? Karna meraka tdk akan mengatakan “Tidak Bisa”.

Mirza Mirwan
Dari dulu saya tifak setuju dengan Presidential Threshold 20% itu — meski masih mentoleransi Parliamentary Treshold 5% yang sebenarnya merugikan parpol yang perolehan kursinya kurang dari 5%. Tapi yang membuat saya geram ialah mengapa parpol yang di DPR malah tidak mengajukan gugatan (judicial review) ke MK. Akhirnya yang mengajukan gugatan malah orang non parpol, dan MK menanyakan “legal standing” mereka. Pertanyaan yang menggelikan, karena yang akan merasakan dampak dari kebijakan presiden adalah rakyat, bukan parpol.

Liam Then
Presidential threshold 20% bisa menjegal peluang satrio piningit lahir dari partai gurem. Secara esensi kalo dipikir memang tidak demokratis. Ada kesengajaan menghalangi hak orang lain disana. Kalau parliamentary treshold cukup masuk akal, karena platform partai politik pada umumnya ,kurang lebih sama.

Pryadi Satriana
Majority Rule, Minority Rights. Yg ‘mayoritas’ (baca: mendapat suara terbanyak) yg ‘menjalankan pemerintahan’ (baca: berkuasa), yg ‘minoritas’ tetap ‘memperoleh hak2 mereka’. Inilah prinsip utama demokrasi yg sering tidak dipahami, pun oleh hakim2 konstitusi, selain Saldi Isra & Suhartoyo. Argumen2 keduanya bahwa ‘ambang batas 20% utk pencapresan itu tidak konstitusional’ sangat jelas, masuk akal, dan mudah dipahami! Lulusan SMP pun bisa paham argumen mereka. Saya justru ndhak paham alasan2 penolakan gugatan terhadapnya: ‘legal standing’ pemohon & ‘kerugian konstitusional’ yg dialami pemohon sering diajukan MK utk ‘mempermasalahkan gugatan yg diajukan.’ Sekarang saya yg ‘menggugat’ hakim2 konstitusi yg menolak gugatan ‘ambang batas yg 20% itu’: Apakah mereka paham prinsip “Majority Rules, Minority Rights” dalam berdemokrasi? Saya jawab sendiri: mereka paham, tapi lupa – atau bisa jadi ‘nglali’ (pura2 lupa). Kalau benar2 ‘lupa’ ya ‘kebangetan’ tapi ‘gak papa’ – moga2 komen yg ‘ngilokno’ ini bisa ‘ngelingke’ (mengingatkan). Tapi kalau sengaja ‘nglali’, saya mau mengingatkan ini: ‘dua kaki hakim itu ada di dua tempat yg berbeda: surga & neraka, silakan pilih menuju ke mana.’ Anda2 para hakim bisa ‘main hakim’ sekarang, tapi nanti ganti dihakimi olehNya. Tetep eling lan waspada. Salam. Rahayu.

Pryadi Satriana
“Bukan lupa nilai-nilai agamanya.” Hmm, agama ndhak sekadar ‘lupa’ atau ‘ndhak lupa’, tapi ‘nglakoni’ atau ‘ndhak nglakoni’. Ada yg beragama di pikiran, bukan di hati. “Tuhan-nya” pun “yg ada di pikiran”, yg “pemarah & penghukum”, bukan yg “pengasih & penyayang “. Yg ada di pikiran itu dimanifestasikan/dinampakkan dlm perbuatan. Tindakan ‘melarang orang membangun rumah ibadah utk beribadah’ jelas menunjukkan “tuhan yg ada di pikiran”, ndhak paham bahwa Tuhan menerima penyembahan dari semua orang yg sungguh2 mencari hadiratNya & menyembahNya. Sindrom “tuhan yg ada di pikiran” jg ditunjukkan Walkot Bogor, saat melarang pembangunan masjid, menghentikan & memberi ‘police line’ di sekeliling masjid, menganggapnya sbg ‘daerah konflik’. Hmm. Ndhak peduli gelarnya apa & lulusan mana, saya anggap kalau kayak gitu itu “kurang sinau.” Termasuk jg hakim konstitusi yg mempertanyakan “kerugian konstitusional” partai yg memasalahkan ‘ambang batas 20% itu’. Tidak saja partai pemohon gugatan itu, saya pun ‘merasa dirugikan’, mosok hakim konstitusi – apa pun gelar akademiknya – bernalarnya kayak gitu? Saya salut terhadap Saldi Isra, walaupun diusulkan oleh Presiden sbg Hakim Konstitusi, beliau tetap independen, ‘jaga jarak’ dg kekuasaan. Kalau yg iparnya Presiden saya ndhak tahu. Tapi, pada saatnya kita akan tahu, mana ‘emas’ mana ‘loyang’, mana “hakim konstitusi” mana “hakim institusi”, hakim pesanan institusi tertentu. Rakyat makin pintar, makin banyak yg kritis. Seharusnya begitu. Salam.

Rihlatul Ulfa
Melihat mantan jubir KPK menjadi bagian dari tim kuasa hukum Sambo. apakah memang keuangan Febri sedang tidak baik-baik saja? atau ini bagian dari dirinya untuk bisa tampil lebih berani. agak sulit untuk dipercaya, bahwa sebelumnya pun LPSK pernah ditawari suap oleh sambo. tapi rasanya menjadi sangat seru di pengadilan nanti. bagaimana jubir KPK beradu dengan kecerdasan para jaksa. rasa-rasanya jaksa mempunyai lawan yang cukup sebanding. seru untuk melihatnya dipengadilan nanti.

AnalisAsalAsalan
Di teori marketing disebut, “Perception ia more than reality.” Sampean sudah termakan itu. Setiap lulusan sekolah atau pesantren terkenal pasti hebat. Lulusan yang tidak terkenal pasti tidak hebat. Kalau rata-rata lulusannya saya setuju, tetapi pribadi-pribadi bisa diadu. Orang tua pun sama, termakan persepsi Sekolah Islam Terpadu. Namanya saja sudah menjual, apalagi ditambah biaya pendidikan cukup mahal. Orang tua jarang sekali memperhatikan detail. Itulah kehidupan. Hahahahaha.

Rihlatul Ulfa
Mereka yang pintar masuk 5-10 universitas terbaik. setidaknya mereka mempunyai pemikiran di atas rata-rata dari mereka yang biasa-biasa saja. mereka terbiasa dididik untuk berdiskusi, mengimplementasikan secara langsung. mereka menyerap banyak ilmu. kebanyakan kenapa mereka tidak mau jadi guru di Indonesia karena masalah kesejahteraan guru yang tidak begitu di anggap. kata ‘guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa’ itu sangat keliru. harusnya guru di kasih intensif habis-habisan. iya yg saya katakan di atas. bahwa siapapun bisa jadi guru, jadi generasi kita begitu-begitu saja. di ajarnya begitu-begitu saja.mereka dengan lulusan terbaik, akan banyak memberikan dampak inspiratif yg lebih besar. anda bisa melihat enggame di youtube. dengan perbincangan antara Gita Wirjawan dan wakil CEO ruang guru, juga dengan CEO Zenius dan yg lainnya. silahkan anda menonton dulu. 🙂 oh ya. feodalisme masih mencengkram sistem pendidikan kita, padahal pintar dihasilkan dari ketajaman logika. ini tentu membungkam mereka generasi yang mempunyai potensi yg tinggi. Amerika filosofinya adalah kebebasan manusia. Prancis paradigma dari pendidikan dia adalah solidaritas-kesetaran manusia karena ia berbasis ‘liberte, egalite, fraternite’ kalau guru tidak berkualitas hampir pasti muridnya tidak berkualitas. yg harus jadi guru di Korea harus 5 persen teratas, di Singapura 3 persen teratas. lihatlah statistik generasi kita dan negara kedua itu. anda sudah tahu jawabannya.

Exit mobile version