Pengaruhi Inflasi Hingga 4 Persen, INDEF: Kenaikan PPN Akan Bebani Masyarakat

indeks

Ilustrasi kenaikan harga. (dok Kemenkeu)

INDOPOS.CO.ID – Kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 11 persen jangan dilihat dari negara-negara maju. Karena, pasti Indonesia PPN-nya terendah.

Pernyataan tersebut diungkapkan Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad secara daring, Selasa (29/3/2022).

Namun, dikatakan dia, kenaikan PPN Indonesia harus dibandingkan dengan negara-negara Asean seperti Singapura yang masih 7 persen, kemudian Thailand juga 7 persen dan Vietnam 10 persen.

“Kita negara berkembang yang harus disesuaikan dengan daya beli masyarakat,” katanya.

Kebijakan kenaikan PPN sudah diputuskan, namun menurut dia, banyak negara-negara lain yang bisa menunda kenaikan PPN. Seperti di negara Korea dan beberapa negara lainnya.

“Kenaikan PPN ini tidak signifikan. Tambahannya hanya Rp40-50 triliun,” bebernya.

“Tahun ini dengan kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak) di APBN dari 63 sampai di atas 100 USD perbarel kita ada tambahan Rp100 triliun lebih. Jadi sudah tertutup, apabila negara ingin menambal kekurangan dari sisi penerimaan negara,” imbuhnya.

Menurut dia, Indonesia bisa menunda kenaikan PPN hingga APBN bisa ditutup dari ekspor BBM.

Lebih jauh ia mengungkapkan, dampak kenaikan PPN bagi masyarakat di antaranya BBM akan naik. Kemudian bahan komponen kebutuhan pokok juga akan naik.

“Sejak tahun lalu ini sudah naik, seperti minyak goreng. Dengan kenaikan PPN ini akan menyerang banyak komponen barang dan jasa,” terangnya.

“Kenaikan jasa tersebut misalnya layanan medis, jasa pengiriman surat, jasakeuangan asuransi hingga jasa angkutan umum,” imbuhnya.

Dikatakan dia, kenaikan PPN ini dampaknya akan luar biasa, terutama pada sektor nonmakanan. Dan dampak pada inflasi bisa mencapai 4 persen pada kuartal pertama dan kedua.

“Ini bisa jadi beban berat bagi masyarakat terutama menjelang hari raya Idul Fitri,” ujarnya. (nas)

Exit mobile version