Teten Dorong Peningkatan Produktivitas dan Kualitas Produk untuk Naikkan Pendapatan UMKM

Rakornas KemenkopUKM

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki, dalam Rapat Koordinasi Nasional Pelaksanaan Anggaran 2022 dengan topik: "Optimalisasi Peran UMKM dalam Mendorong Pemulihan Ekonomi dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat" yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan, di Ballroom Dhanapala Komplek Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Rabu (13/4). Foto: KemenkopUKM

INDOPOS.CO.ID – Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (MenkopUKM) Teten Masduki mengatakan bahwa saat ini, hal yang harus dilakukan oleh pemerintah ialah mengoptimalkan kekuatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan meningkatkan produktivitas dan kualitas produk sehingga pendapatan UMKM akan naik dan lapangan pekerjaan tercipta.

Menurutnya, hal ini sangat penting dilakukan karena kekuatan ekonomi UMKM masih kurang diperhitungkan saat ini. Padahal, kontribusi UMKM terhadap Indonesia dikatakan cukup meyakinkan, di mana 61 persen PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia berasal dari kontribusi UMKM dan 97persen penyerapan tenaga kerja ada di sektor UMKM.

“Saya kira sejak krisis ekonomi 1998, terjadi penurunan lapangan kerja di sektor formal, deindustrialisasi juga terus berlanjut, maka tekanan untuk UMKM terutama penyerapan tenaga kerja ini akan sangat besar. Justru yang muncul banyak ini kan sektor mikro. Sekarang saya ini nggak mau lagi perbanyak yang mikro, karena ini suatu realitas sektor mikro hadir disebabkan sektor formal yang tidak berkembang dan deindustrialisasi terjadi,” ungkapnya, dalam Rapat Koordinasi Nasional Pelaksanaan Anggaran 2022 dengan topik “Optimalisasi Peran UMKM dalam Mendorong Pemulihan Ekonomi dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat”  yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan, di Ballroom Dhanapala Komplek Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Rabu (13/4).

Menurut Teten, usaha mikro memiliki pendapatan rata-rata di bawah UMR (Upah Minimum Regional). Dia menegaskan bahwa saat ini, pemerintah harus melepaskan kebijakan UMKM hanya untuk survival.

“Saya kira sekarang masih seperti itu. Saat ini UMKM baru dapat mengakses pembiayaan di perbankan sekitar 20%, namun hebatnya mampu menyediakan lapangan pekerjaan hingga 97 persen lalu yang 80 persen (pembiayaan perbankan) itu kan hanya 3 persen saja berarti (penyerapan tenaga kerja). Ini menurut saya perlu didalami supaya penggunaan resources kita itu betul-betul dapat memberdayakan ekonomi,” tegas Menteri Teten.

Teten menuturkan, Bank Dunia sudah mengingatkan Indonesia untuk menyiapkan lapangan kerja yang lebih berkualitas. Sementara itu, kualitas lapangan pekerjaa di Indonesia masih berkutat di sektor mikro yang tidak stabil, tidak produktif dan memiliki pendapatan di bawah UMR.

“Kita enggak mungkin membiarkan ini terus menerus. Maka dari itu, meskipun berat, ikhtiar kita untuk membuat UMKM naik kelas, di mana sektor menengah harus menjadi prioritas harus dilakukan. Kita sudah mulai dengan transformasi UMKM ke sektor formal,” tuturnya.

“Berbagai ekosistem untuk mendorong UMKM naik kelas juga tertuang lengkap di UU Cipta Kerja. Seperti memudahkan untuk mendapat izin usaha, NIB, sertifikat halal, izin edar dan lainnya yang akan memberikan dampak ekonomi UMKM,” lanjut Teten.

KemenKopUKM, sambungnya, tengah fokus untuk mendorong UMKM sektor produktif seperti pertanian, perikanan, dan perternakan. Menurutnya, selama ini pendekatan pemerintah untuk sektor produktif itu masih berupa input seperti diberikan bibit, pupuk, alsintan, dan sebagainya.

Hal ini dikatakan tidak menjamin terjaganya produktivitas jika model bisnisnya tidak disiapkan. Maka dari itu, pihaknya pun telah menyiapkan model bisnis koorporasi pangan berbasis koperasi.

“Ini sudah kami jalankan di beberapa tempat, seperti di Kopontren (Koperasi Pondok Pesantren) Al-itifaq, Bandung. Jadi koperasi menjadi off taker produk petani, baru nanti koperasi yang masuk ke market. Ini solusi di sektor pertanian yang didominasi usaha atau petani kecil perorangan berlahan sempit, itu susah kita bangun korporat farming di sektor agrikultur yang efisien, produktif dan suplainya stabil,” ujarnya.

“Kami temukan modelnya. Petani kecil per orangan ini perlu dikonsolidasi dalam skala ekonomi, lalu dikonsolidasikan dalam bentuk koperasi dan terhubung ke off taker. Biasanya off taker ini bayar mundur itu 2 bulan, 3 bulan, petani enggak sanggup, jadilah muncul tengkulak dan sebagainya. Jadi dengan model ini petani enggak lagi mendapat piutang, karena dibeli langsung oleh koperasi,” tambahnya.

Selain itu, pihaknya juga tengah melakukan pendekatan kewirausahaan untuk mengembangan UMKM masa depan. Hal ini ditunjukkan dengan ditetapkannya Perpres Kewirausahaan.

Ditargetkan, wirausaha nasional dapat mencapai 4% dari jumlah masyarakat Indonesia, di mana saat ini baru 3,47 persen jumlah wirausaha di Indonesia.

Menteri Teten juga bersyukur saat ini belanja pemerintah 40 persen untuk UMKM khususnya menyerap produk unggulan lokal oleh K/L dan daerah sehingga fiskal Indonesia tepat guna dan tepat sasaran.

Di tempat yang sama, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa sepakat bahwa model bisnis yang baik dapat membuat kebijakan menjadi lebih baik, dan juga penggunaan anggaran yang efektif dan efisien.

“Banyak hal menurut saya dalam pendekatan untuk menyelesaikan sebuah masalah, kita tidak berangkat dari sebuah bisnis model. Misalnya tadi saya diskusi dengan Pak Teten mengenai korporasi tani yang tidak menginginkan subsidi pupuk dan benih. Lalu bentuk bisnis modelnya seperti apa? Nah kalau ini ketemu, policy atau kebijakannya juga pasti ketemu. Kalau kebijakannya ketemu, model finansial akan ketemu. Maka belanja K/L, DAK, dana daerah, dan lainnya akan lebih efisien,” ucapnya.(rmn)

Exit mobile version