INDOPOS.CO.ID – Setelah menunggu 51 tahun, melalui akuisisi PT Freeport Indonesia (PTFI) melalui Holding Mining Industy Indonesia (MIND ID) Indonesia memiliki 51 persen. Sejak 1967 Indonesia hanya memiliki 9,36 persen saham PTFI dan perusahaan tambang Amerika Serikat Freeport McMoRan (FCX) memiliki 90,64 persen.
“Baru sekarang setelah 51 tahun, saham PTFI sebesar 51.2 persen dimiliki mayoritas oleh Indonesia melalui Inalum,” ujar Corporate Secretary (Corsec) MIND ID Heri Yusuf dalam keterangan, Senin (9/5/2022).
Manfaat akuisisi lainnya, menurut dia, cadangan emas terbesar di dunia ada di Indonesia, tepatnya di Kabupaten Mimika, Papua. Tambang Grasberg yang selama ini dikelola oleh PTFI. Kekayaan tambang tersebut, yang terdiri dari emas, tembaga, dan perak, diperkirakan memiliki nilai lebih dari USD150 miliar atau Rp 2.190 triliun.
“Harga sepadan untuk mendapatkan kepemilikan 51,2 persen, Inalum membayar USD3,85 miliar atau Rp 56 triliun ke FCX. Harga ini ini lebih rendah dibandingkan perhitungan Ikatan Ahli Geologi Indonesia yang sebesar USD4,5 miliar pada tahun 2017,” katanya.
“Biaya tersebut juga nanti akan tertutup oleh laba bersih PTFI yang rata-rata diatas USD2 miliar atau Rp 27 triliun per tahun setelah 2022,” imbuhnya.
Dikatakan dia, jika menunggu hingga kontrak karya (KK) habis di 2021 lalu, bukan serta- merta Indonesia bisa memperoleh Freeport secara gratis. Justru, biayanya lebih besar dibandingkan dengan yang harus dikeluarkan sekarang. KK Freeport ini tidak sama dengan sektor minyak dan gas (migas).
“Jika konsesi berakhir, maka akan secara otomatis dimiliki pemerintah dan dikelola oleh Pertamina. Pemerintah tidak mengeluarkan uang sepeser pun, karena aset perusahaan migas dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah,” ujarnya.
Lebih jauh ia mengatakan, kepemilikan 51 persen saham MIND ID menjanjikan keuntungan besar bagi perusahaan. Diperkirakan hingga 2035 MIND ID dapat mengantongi keuntungan deviden sebesar Rp174 triliun.
“Penghitungan keuntungan yang fantastis tersebut bisa didapatkan berdasarkan data yang diterima pada 2023 hingga 2035,” bebernya.
“Diperkirakan jumlah deviden sebesar USD1 miliar atau setara dengan Rp14,5 triliun, sehingga ketika dikalikan dengan 12 tahun maka akan keluar jumlah laba bersih yang diterima sebesar Rp174 triliun,” imbuhnya. (nas)