Pemerintah Klaim Kenaikan Harga Pangan Dipengaruhi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

Pedagang di pasar tradisional. (dok Indopos)

Pedagang di pasar tradisional. (dok Indopos)

INDOPOS.CO.ID – Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Bustanul Arifin menuturkan, tata kelola pangan membutuhkan orkestrasi yang besar. Karena membutuhkan kementerian/ lembaga dan stakeholder lainnya.

Dan hingga hari ini, menurut dia, hal itu telah disederhanakan, dengan Perpres 66/2021. “Dengan Perpres tersebut tata kelola sudah diserahkan kepada badan pangan nasional,” ungkap Bustanul Arifin secara daring, Sabtu (25/6/2022).

Dan itu, dikatakan dia, terkait perencanaan hingga pengawasan. Kendati, saat ini secara administratif masih terkendala birokrasi.

“Nanti akan lebih konkret menerjemahkan action di lapangan dengan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM),” terangnya.

“Birokrasi dan administrasi ini tidak ringan,” imbuhnya.

Lebih jauh ia mengungkapkan, secara global terjadi stagnasi pertumbuhan ekonomi dengan inflasi tinggi. Meskipun di Indonesia masih agak terkendali, yakni inflasi mencapai 3,5 persen.

“Di pangan sendiri ada perubahan iklim yang dahsyat, sejumlah daerah mengalami kekeringan ditambah invasi Rusia ke Ukraina,” katanya.

“Dan seberapa besar kita tergantung ke sana. Gandum kita masih impor dari sana. Dan Rusia sendiri penghasil gas, hal ini berdampak pada harga gas tinggi,” imbuhnya.

Lalu, faktor musiman di dalam negeri, lanjut dia, ini berdampak signifikan. Seperti produk pertanian cabe. Kendati siklus tersebut telah diketahui.

“Bawang merah juga sedang tinggi. Jagung dan beras masih oke. Tapi hortikultura masih tinggi, ini karena masih tergantung impor,” bebernya.

“Kita tidak langsung mengkonsumsi gandum, namun produk turunan seperti tepung terigu dan mie instan jadi naik. Dan kita mengkonsumsi itu,” imbuhnya. (nas)

Exit mobile version