Potensi EBT Indonesia Capai 3.600 Gigawatt

Potensi EBT Indonesia Capai 3.600 Gigawatt - panel surya 1 - www.indopos.co.id

Di Indonesia, tahun 2018 konsumen PLTS Atap hanya 609 pelanggan dan meningkat menjadi 4133 pelanggan pada 2021. Foto: Tangkapan layar Instagram/@gosuryaenergi

INDOPOS.CO.ID – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia sebesar 3.600 Gigawatt. Sedangkan, kebutuhan listrik selama 40 tahun kedepan hanya mencapai 700 MW.

Hal itu disampaikan Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana dalam acara Webinar bertajuk “Mempercepat Penurunan Emisi, Meraih Devisa”, Senin (17/10/2022).

“Kalau potensi EBT kita, ya secara nasional itu kan 3.600 sampai 3.700 GW. keperluan kita, keperluan Listrik kita di tahun 2060 ya untuk 40 tahun kedepan ini, perlunya kita 700 MW,” kata dia.

“Sehingga kalau ditanya seberapa besar kita bisa ekspor ya kira-kira itu selisihnya kita punya 3.600 GW tapi kita butuhnya sebanyak 700 MW. Tapi angkanya memang tidak bisa dikurangkan langsung, nanti sebetulnya yang kita butuhkan bukan MW tapi satuan listriknya dalam satuan kWh,” sambungnya.

Lebih lanjut, Dadan memaparkan, Indonesia disebut mampu mengekspor EBT bahkan ke luar negeri, misalnya ke Singapura.

Bahkan, distribusi ekspor EBT dalam negeri bisa menggunakan kabel di bawah laut melalui titik wilayah pulau terdekat.

“Jadi kalau ditanya seberapa besar ya kita kita punya potensi yang yang besar yang beragam dan juga tersebar jadi kalau kita misalkan menghitungnya untuk Singapura, kan Singapura itu kira-kira bagian yang paling dekat kan nanti dengan pulau Batam,” ujar dia.

“Kalau Pulau Batam nanti diposisikan sebagai hab untuk ekspor tenaga listrik listriknya ini bisa dikirim dari manapun juga, bisa dari pulau-pulau sekitar di situ,” tambahnya.

Dadan menegaskan, ekspor EBT ini dilakukan sebagai jangka panjang bagi kedua negara tersebut. Namun, kata dia, melalui ekspor itu dipastikan Singapura mendapat pasokan energi bersih dari tanah air.

“Jadi pikirannya ini kan bukan pikiran untuk dilakukan tahun depan. Saya yakin Singapura juga tidak berpikir untuk tahun depan ini seperti apa itu. Tapi ini proses proses jangka panjang untuk memastikan bahwa Singapura mendapatkan listrik bersih dan handal,” tutur dia.

Jadi Solusi

Sementara itu, pengamat sekaligus pendiri Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa menyampaikan, ekspor EBT menjadi solusi dalam mengembangkan EBT di Indonesia.

Menurutnya, Indonesia belum mampu mengembangkan EBT sekala besar, seiring potensi yang dimiliki di tanah air. Kata dia, pemerintah justru memilih fokus pada pengembangan energi fosil sejak dua dekade terakhir.

“Sebenarnya saya melihat ketika kita ingin mengembangkan EBT, kita belum bisa untuk mengembangkan energi terbaru dalam skala besar karena ada kondisi di dalam negeri,” kata Fabby.

“Maka dengan mengekspor itu sebenarnya bisa menjadi salah satu solusi, karena kita butuh invest, kita butuh investasi, kita butuh juga pengembangan industri energi terbarukan di dalam negeri,” sambungnya.

Lebih lanjut, Fabby mengatakan, market industri energi di Indonesia dinilai kian merosot. Kata dia, teknologi modul Surya terkesan tertinggal dibandingkan dengan teknologi modul Surya impor.

Hal itu dilihat berdasarkan kapasitas produksi dari Asosiasi Pabrikan Modul Surya Indonesia (APAMSI).

“Dan hari ini, kalau kita lihat industri itu tidak bisa berkembang, kenapa? karena marketnya kecil. Misalnya kita bangun industri modul Surya, kapasitas hari ini itu lebih dari 1.000 Mega ya, tapi sebagian besar itu untuk ekspor,” ujar Fabby.

“Dan ini membuat modul surya kita ketinggalan teknologinya harganya jauh lebih mahal sehingga tidak kompetitif dan tidak bank-able untuk proyek-proyek yang didanai oleh oleh pedagang internasional,” tambahnya.

Terlebih, kata Fabby, kendala lain yang dihadapi pemerintah ialah pembelian energi terbarukan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang saat ini tengah menghadapi kondisi over capacity.

“Nah ini yang menjadi juga salah satu kendala ya kita menggunakan energi terbarukan tapi kalau yang beli hanya PLN, dan PLN hari-hari ini menghadapi kondisi overcapacity, sehingga pengembangan terbarukan yang sangat terbatas,” tuturnya. (rmn)

Exit mobile version