UU EBET Harus Konsisten dan Pro Rakyat

bni

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS), Marwan Batubara (kanan), pada Webinar dengan tema "Mengawal RUU EBT Konstitusional dan Pro Rakyat", di Jakarta Rabu (14/12/2022). Foto: Istimewa

INDOPOS.CO.ID – Tahun 2019 lalu, Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Sejak itu hingga 2022, RUU ini terus menjadi prioritas. Bahkan tahun 2023, kembali diusul prioritas.

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS), Marwan Batubara mengatakan, ada beberapa aspek dan pokok subtansi bahasan yang perlu dicermati agar ketentuan UU EBET kelak konsisten dengan konstitusi dan pro atau sesuai kepentingan negara dan rakyat.

“Pertama, RUU EBET harus bebas dari motif dan kepentingan sempit dan merugikan, termasuk dari para penumpang gelap,” kata Marwan pada Webinar dengan tema “Mengawal RUU EBT Konstitusional dan Pro Rakyat”, di Jakarta Rabu (14/12/2022).

Kedua, sejalan dengan hal ini, lanjutnya, RUU EBET harus menghilangkan ketentuan terkait dengan energi baru, terutama yang masih mengakomodasi penggunaan energi fosil. Ketentuan terkait program gasifikasi batubara
(Dimethyl Ether/DME) pada dasarnya tidak layak ekonomi, namun coba diselundupkan.

“Patut diduga sebelumnya, program DME telah digunakan untuk memperoleh perpanjangan PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) menjadi IUP
(Izin Usaha Pertambangan) (dalam revisi UU 4/2009 tentang Minerba) dan ke depan digunakan untuk mengamankan kepentingan bisnis dan menjaga harga saham,” katanya.

Ketiga, pemuatan ketentuan tentang pembangkit nuklir mestinya dihilangkan, terutama karena Indonesia telah membentuk UU 10/1997 tentang Ketenaganukliran. Selain itu, terlepas perlunya diversifikasi, praktis Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) tidak prioritas dan masih lama untuk dibangun.

Keempat, meskipun disebutkan telah dihapus dalam pokok bahasan, rakyat harus waspada dan tetap menolak dimasukkannya ketentuan tentang skema power wheeling, pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik Perusahaan Listrik Negara (PLN) oleh IPP.

“Kelima, ketentuan terkait transisi dan peta jalan pengembangan energi harus dirumuskan lebih komprehensif dan dielaborasi secara lengkap dan mendalam,” sebutnya.

Keenam, perlu tambahan substansi terkait riset dan inovasi pengembangan teknologi EBET, terutama pengembangan industri dan produksi solar PV nasional bagi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) secara massif ke depan.

Terakhir, upaya meningkatnya liberalisasi sektor listrik nasional harus dicegah, terutama dengan memberi kesempatan kepada swasta/IPP membangun pembangkit EBT dan menjual listrik kepada masyarakat, terutama konsumen premium dan kawasan industri.

Hingga saat ini, secara formil proses pembentukan UU EBET sudah bermasalah. Drfat RUU EBET disampaikan ke Pemerintah Juni 2022. Namun daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU yang seharusnya diserahkan dalam waktu 60 hari, hingga saat ini belum juga dilakukan pemerintah. (rmn)

Exit mobile version