POD Pertama Lapangan Tuna Disetujui, Ini Target Pendapatan Pemerintah

natuna

Lapangan Tuna di Wilayah Kerja Tuna. Foto: Dokumen SKK Migas

INDOPOS.CO.ID – Pemerintah telah menyetujui Plant of Development (POD) Pertama Lapangan Tuna di Wilayah Kerja (WK) Tuna yang dioperasikan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Premier Oil Tuna BV pada 23 Desember 2022.

Persetujuan itu diberikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berdasarkan rekomendasi dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Estimasi biaya investasi pengembangan Lapangan Tuna tediri dari investasi (di luar sunk cost) diperkirakan USD1,050 miliar, investasi biaya operasi sampai economic limit USD 2,020 miliar, serta biaya Abandonment and Site Restoration (ASR) USD147,59 juta.

Dengan masa produksi diperkirakan sampai 2035, maka pemerintah akan mendapatkan gross revenue USD1,24 miliar atau setara dengan Rp18,4 triliun. Adapun kontraktor gross revenue USD773 juta atau setara dengan Rp11,4 triliun dengan biaya cost recovery mencapai USD3,315 miliar.

Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto mengatakan, persetujuan POD Pertama Lapangan Tuna ini menunjukkan daya saing investasi hulu migas masih menjanjikan dan mampu menarik investor dunia.

“Investasi Lapangan Tuna sangat besar dari sejak proyek, operasional hingga economic limit dengan nilai investasi mencapai USD3,070 miliar atau setara dengan Rp45,4 triliun. Tentu ini akan turut memperkuat dan menggerakkan perekonomian nasional,” ujar Dwi, melalui keterangan tertulis, Selasa (3/1/2023).

Dengan TKDN hulu migas yang tinggi, yang saat ini mencapai 63 persen, maka industri nasional di pusat dan daerah akan mendapatkan manfaat besar dari investasi tersebut. Dari sisi penerimaan, diperkirakan pemerintah mendapat income hingga Rp18,4 triliun atau jauh lebih besar dibandingkan potensi penerimaan kontraktor yang hanya Rp11,4 triliun.

“Hal ini menunjukkan pemberian insentif untuk meningkatkan keekonomian Lapangan Tuna tetap menempatkan kepentingan negara pada posisi yang tinggi. Di sini negara harus mendapatkan manfaat terbesar sebagaimana amanah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33,” jelasnya.

Pengelolaan hulu migas di wilayah perbatasan, seperti di Blok Natuna, tentu tidak hanya bermakna hitung-hitungan ekonomi semata, tapi juga ada kepentingan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Persetujuan POD Pertama ini dilanjutkan dengan pelaksanaan proyek di Lapangan Tuna, maka akan ada aktivitas di wilayah perbatasan yang masuk salah satu hot spot geopolitik dunia.

“Bendera merah putih akan berkibar di lokasi proyek, aparat keamanan dalam hal ini TNI AL (Tentara Nasional Angkatan Laut) akan turut mengamankan proyek hulu migas sehingga secara ekonomi dan politik, menjadi penegasan kedaulatan Indonesia di wilayah tersebut,” tegasnya. (rmn)

Exit mobile version