Pemerintah Dinilai Gagal Selesaikan Akar Masalah Minyak Goreng

migor

Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan meninjau sejumlah tempat penjualan minyak goreng curah rakyat (MGCR) di beberapa toko kelontong di wilayah Klender, Jakarta. (Dok Humas Kemendag)

INDOPOS.CO.ID – Kasus kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng kembali terulang. Alih-alih menyelesaikan akar masalahnya, pemerintah justru sibuk mengatur sisi hilir atau pemasaran akhir.

Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak mengaku heran kelangkaan minyak goreng murah kembali terulang. Sehingga masyarakat menengah bawah, terutama pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) menjadi korbannya.

Ia menilai akar masalahnya klasik yakni berkurangnya pasokan bahan baku atau crude palm oil (CPO). Kelangkaan pasokan CPO seharusnya tidak terjadi apabila pengusaha sawit mematuhi kewajiban penyediaan domestic market obligation (DMO).

“Masyarakat berhak curiga jika pengawasan oleh pemerintah terhadap kepatuhan pengusaha dalam memenuhi DMO 20 persen CPO tidak berjalan,” kata Amin dalam keterangannya, Jakarta, Kamis (2/2/2023).

Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 49/2022 tentang Tata Kelola Program Minyak Goreng Rakyat mewajibkan pelaku usaha sawit untuk menyediakan DMO CPO sebesar 450 ribu ton per bulan, sementara kebutuhan CPO minyak goreng di dalam negeri sekitar 300 ribu ton per bulan.

Permasalahannya, apakah pengusaha betul-betul mematuhi ketentuan DMO 20 persen CPO? Kemudian apakah betul CPO tersebut dialokasikan, untuk kebutuhan dalam negeri dalam artian minyak goreng yang diproduksi itu betul-betul didistribusikan untuk kebutuhan dalam negeri?

“Saya melihat, ada kelalaian pemerintah dalam memonitor pasokan minyak sawit atau CPO,” nilainya.

Jika aturan Permendag tersebut dilaksanakan dengan baik, pasokan CPO seharusnya lebih dari cukup bahkan tersedia cadangan yang bisa digunakan jika sewaktu-waktu terjadi lonjakan kebutuhan.

Sedangkan alasan pasokan CPO tersedot untuk program biodiesel B35, tentu ini alasan tidak logis. Program Biodiesel sendiri ditujukan untuk menyerap kelebihan pasokan akibat larangan impor CPO Indonesia oleh negara-negara Uni Eropa.

“Kok aneh jika program biodiesel B35 menyedot CPO untuk minyak goreng rakyat, ditengah turunnya permintaan ekspor akibat larangan impor oleh Uni Eropa. Seharusnya biodiesel diprioritaskan untuk menampung kelebihan produksi CPO non DMO,” imbuh Amin. (dan)

Exit mobile version