INDOPOS.CO.ID – Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman menekankan pentingnya upaya percepatan transformasi digital di seluruh rantai pasokan dan transisi energi bersih. Selain itu harus ada dukungan sumber daya manusia yang memiliki literasi digital.
“Penduduk dunia diperkirakan mencapai 9,45 miliar jiwa pada 2045, di mana 319 juta jiwa berasal dari Indonesia,” ujar Adhi
pada Diskusi Media dengan tema “Transformasi Industri Mamin yang Pintar & Sustainable dalam Memperkuat Ketahanan Pangan dari Krisis Global”, di Jakarta, Kamis (16/2/2023).
Dapat dibayangkan, menurut dia, setiap tahunnya jumlah penduduk dunia terus bertambah. Sementara saat ini tengah dihadapkan krisis pasokan bahan baku pangan akibat perubahan iklim.
“Konsumen akan semakin kritis terhadap produk yang dikonsumsinya baik dari sisi kualitas, nilai tambah yang ditawarkan, dan dampak lingkungannya,” ungkapnya.
“Oleh karena itu produsen mamin (makanan dan minuman) membutuhkan teknologi yang dapat mengintegrasikan dan menyediakan visibilitas menyeluruh terhadap tiap siklus hidup sistem rantai pasok mulai dari suplai bahan baku, proses produksi, pengemasan, distribusi hingga sampai ke tangan konsumen,” imbuhnya.
Lebih jauh dia mengungkapkan, sebagai industri yang terbukti memiliki resistensi yang tinggi terhadap hantaman pandemi dan ketidakpastian global, prestasi industri, mamin nasional di pasar internasional pun semakin gemilang. Berdasarkan data Kemenperin, ekspor makanan dan minuman termasuk minyak sawit mencapai US$48,61 Miliar pada Januari-Desember 2022.
Sementara, lanjut dia, impornya sebesar USD16,52 Miliar pada periode yang sama. Secara keseluruhan, industri mamin tumbuh 4,90 persen (yoy) dan menjadi kontributor terbesar terhadap PDB industri pengolahan non migas pada tahun 2022, sebesar 38,35 persen.
Di tempat yang sama, Direktur Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika mengatakan, pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk mendorong daya saing industri mamin di tanah air. Termasuk memastikan ketersediaan bahan baku industri untuk mendukung roda produksi.
“Jaminan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian yang memastikan industri bisa memperoleh bahan baku melalui neraca komoditas. Dalam hal percepatan transformasi digital, kami menyediakan fasilitas yang mencakup pelaksanaan self assessment INDI 4.0 Readiness Index (INDI 4.0) dengan target 800 perusahaan pada tahun 2022 dan 2023,” ungkapnya.
Sementara itu, Business Vice President Industrial Automation Schneider Electric Indonesia, Martin Setiawan mengatakan, bahwa transformasi digital di industri mamin tergolong cukup kompleks. Sebab, transformasi tersebut harus dapat mencakup tiga fokus area yaitu Agile Manufacturing, Efficient Facilities dan Resilient Supply Chain.
Integrasi ketiga area tersebut, menurut dia, dimungkinkan dengan pemanfaatan Industrial Internet of Things dan teknologi otomasi yang terbuka, kolaboratif dan berbasis software. “Untuk dapat memaksimalkan potensi digitalisasi, dibutuhkan kemampuan SDM. Tidak hanya kemampuan pengoperasian secara teknis, namun juga kognitif antara lain kreativitas, pemecahan masalah yang kompleks, pemikiran kritis, analitis dan inovatif, serta kepemimpinan,” katanya.
“Aspek-aspek ini menjadi fokus dalam pengembangan pendidikan dan kurikulum pembelajaran yang akan dirumuskan bersama dengan GAPMMI,” imbuhnya.(nas)