INDOPOS.CO.ID – Wilmar Padi Indonesia (WPI) menargetkan kemitraan melalui Farmer Engagement Program (FEP) pada 2023 meningkat menjadi 10 ribu hektare (ha). Luasan itu naik signifikan dari realisasi kemitraan tahun lalu yang baru 3.366 ha.
Rice Business Head PT WPI Saronto mengatakan, tiga lokasi baru untuk FEP tahun ini adalah Pandeglang, Lampung, dan Kuala Tanjung.
Peningkatan kemitraan terjadi karena program tersebut mendapat respon positif dari petani, terutama karena adanya pendampingan dari tim agronomis perusahaan yang membantu meningkatkan produktivitas mitra. Dari data di lapangan, peningkatan produktivitas dalam pendampingan tersebut minimal 15 persen.
“Melalui pendampingan petani dapat meningkatkan produktivitasnya, sehingga dengan sendirinya pendapatan mereka meningkat,” katanya dalam buka puasa bersama awak media di Jakarta, Selasa (28/3/2023).
Pada musim tanam (MT) I (November 2022-Februari 2023), jumlah petani peserta FEP mencapai 2.302 orang dengan luas lahan 2.815 ha. Angka tersebut melonjak dibanding periode sama tahun lalu yang hanya 1.626 orang dengan luas lahan 1.113 ha.
Sejak MT II (Maret-Juni 2021) hingga saat ini, total petani yang telah bergabung dalam FEP sebanyak 7.561 orang dengan luas lahan 6.798 ha yang tersebar di Jawa dan Sumatera. FEP dimulai sejak musim tanam II 2021 dengan luas lahan kemitraan 141 ha.
Program tersebut dapat berjalan dengan baik juga karena dukungan dari pemerintah daerah (pemda), dinas pertanian, perusahaan agri input dan gabungan kelompok tani (gapoktan).
Dalam program itu, petani mendapatkan tiga fasilitas. Pertama, berupa agri input, yaitu asuransi pertanian serta sarana dan prasarana produksi pertanian.
WPI bekerja sama dengan Jasindo dan pemda yang memberikan subsidi untuk petani. Selain itu, perusahaan juga menggandeng Asuransi Central Asia (ACA).
Kedua, penerapan good agriculture practices (GAP). Ketiga, bantuan mengakses pasar, yaitu perusahaan menyerap produksi beras petani dengan harga yang baik dan wajar.
Perusahaan mampu membeli gabah petani dengan harga wajar karena efisiensi produksi dan mampu memanfaatkan produk samping (by product) menjadi produk hilir yang memberikan nilai tambah seperti, bekatul, kulit, menir dan sekam.
Sedangkan dasar pembelian gabah ditentukan oleh kualitas yang ditentukan oleh kadar air, kadar kotoran, dan butir hijau. “Intinya pembelian ditentukan oleh rendemen,” tandas Saronto.
Pria yang mengenakan pakaian batik itu menjelaskan, dalam menjalankan bisnisnya, WPI memiliki tiga tujuan utama. Pertama, membantu meningkatkan kesejahteraan petani dengan membeli gabah dengan harga yang baik dan wajar.
Kedua, membantu pemerintah dalam ketahanan pangan. Ketiga, membantu pemerintah mengendalikan inflasi akibat dampak kenaikan harga beras.
“Kami berupaya mengikuti arahan pemerintah untuk ikut meningkatkan ketahanan pangan di dalam negeri,” pungkasnya.
Pihaknya juga menghadapi sejumlah tantangan dalam program tersebut. Ini di antaranya, edukasi pengetahuan dan teknologi baru yang diperkenalkan tim FEP karena adanya ‘knowledge gap’.
Selain itu, tim juga harus membangun hubungan emosional yang kuat dengan petani, karena tidak jarang saat panen tiba mereka didekati oleh tengkulak dengan iming-iming harga yang lebih tinggi. (srv)