Raih Laba Rp 56,6 Triliun, Keberhasilan Efisiensi Pertamina

Raih Laba Rp 56,6 Triliun, Keberhasilan Efisiensi Pertamina - spbu pertamina - www.indopos.co.id

Sebuah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) milik PT Pertamina (Persero). Foto: Dokumen INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengapresiasi kinerja sangat positif Pertamina pada 2022. Sepanjang tahun tersebut, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) energi ini antara lain meraup laba bersih USD3,8 Miliar atau setara Rp56,6 Triliun.

Raihan tersebut meningkat sekitar 86 persen dibandingkan realisasi laba tahun sebelumnya dan merupakan terbesar sepanjang sejarah. Komaidi berpendapat, capaian tersebut merupakan buah keberhasilan Pertamina dalam menerapkan strategi efisiensi.

Keberhasilan tersebut, tegasnya, bukan semata-mata karena faktor keberuntungan.

“Pertamina patut diapresiasi. Dengan meraih laba, berarti mereka telah melakukan kegiatan luar biasa, salah satunya efisiensi di berbagai sektor,” ujar Komaidi dalam keterangannya, Jumat (9/6/2023).

Ia menilai, tidak mudah untuk meraih laba pada kondisi saat ini. Keberhasilan tersebut, karena Pertamina memang menerapkan kebijakan yang tepat. Artinya apa? Bahwa hasil luar biasa tersebut bukan semata-mata karena windfall.

Terlebih, selain efisiensi, Pertamina juga juga menerapkan digitalisasi sehingga bisa mengurangi loss dan penyalahgunaan BBM.

“Kita harus melihat lebih objektif. Tidak 100 persen windfall. Sebab, jika Pertamina tidak menerapkan berbagai strategi, rugi juga,” terang Komaidi.

Fakta bahwa Pertamina memang menerapkan strategi bisnis yang tepat, karena tahun-tahun sebelumnya juga mampu meraih hasil positif. Termasuk pada 2020 lalu, saat pandemi Covid-19. Ketika itu dimana banyak perusahaan migas dunia mengalami kerugian, ternyata Pertamina justru berhasil meraih laba sebesar Rp14 triliun.

Di tengah hantaman triple shocks berupa anjloknya harga minyak, jatuhnya permintaan minyak, dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, Pertamina justru memperlihatkan kinerja menggembirakan.

Padahal pada periode tersebut, sejumlah perusahaan migas dunia seperti Exxon Mobil Corporation, Chevron Corporation, dan BP melaporkan kinerja mereka melemah dan merugi. BP membukukan rugi bersih sebesar USD5,7 miliar selama 2020 dan Exxon Mobil mengalami kerugian sebesar USD20,1 miliar.

“Nasib serupa juga dialami Chevron yang membukukan kerugian USD11 juta pada kuartal tahun yang sama,” ucap Komaidi.

Ke depan ia mengingatkan, Pertamina untuk tetap berhati-hati menghadapi berbagai tantangan, termasuk terkait transisi energi.

Ia berharap, Pertamina lebih bijak dalam menetapkan portofolio investasi, termasuk di sektor energi fosil dan energi baru terbarukan (EBT). Terlebih, karena diperkirakan energi yang bersumber dari fosil masih dibutuhkan hingga 30-50 tahun ke depan.

“Saya kira isu-isu resesi dan ekonomi global, pelemahan mata uang, dan lainnya sudah biasa dihadapi oleh Pertamina. Namun persoalan transisi energi tergolong isu baru,” ujarnya. (nas)

Exit mobile version