UU P2SK Perkuat Aspek Kelembagaan dari Otoritas Pengawasan Keuangan

LPS

lps

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, dalam pembukaan, diskusi dengan tema 'Peran dan Kebijakan LPS Pasca Ditetapkannya UU Nomor 4 Tahun 2023' di Jakarta, Selasa (20/6/2023). Foto: LPS

INDOPOS.CO.ID – Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa menyebutkan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) menguatkan aspek kelembagaan dari otoritas pengawasan keuangan.

“UU P2SK juga memperkuat arah koordinasi antar otoritas yang terlibat di dalam sektor keuangan yang, yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan LPS yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK),” ujar Purbaya dalam pembukaan, diskusi dengan tema ‘Peran dan Kebijakan LPS Pasca Ditetapkannya UU Nomor 4 Tahun 2023’ di Jakarta, Selasa (20/6/2023).

Diskusi juga menghadirkan pembicara Kepala Eksekutif LPS Lana Soelistianingsih dan Anggota Dewan Komisioner LPS Didik Madiyono serta Sekretaris KSSK Arif Wibisono.

Purbaya menyebutkan, UU P2SK ini akan menjawab beberapa hal yang selama ini masih menjadi tantangan bagi sektor keuangan Indonesia, seperti masalah literasi keuangan, ketimpangan akses keuangan, perlindungan investor dan konsumen, serta kebutuhan atas penguatan kerangka koordinasi penanganan stabilitas sistem keuangan.

“Keberadaan UU P2SK ini memiliki urgensi yang tinggi untuk segera dapat diimplementasikan,” kata Purbaya.

Oleh sebab itu, LPS menyambut baik adanya beberapa perubahan pengaturan dalam regulasi itu, termasuk adanya mandat baru yang diberikan kepada LPS.

Sementara itu, Lana dalam diskusi yang juga menjadi agenda pertemuan tahunan LPS dan Stakeholders ini mengatakan bahwa pengaturan UU P2SK terjadi sejak perubahan UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS.

Menurut Lana, ada penguatan dan penambahan kewenangan LPS yaitu pemeriksaan bank dan perusahaan asuransi, penempatan dana pada Bank Dalam Penyehatan (BDP), Pelaksanaan Program Penjaminan Polis (PPP) dan pengecualian kewenangan tertentu LPS dari UU PT, UU Perbankan dan UU Pasar Modal.

“Kita harus terus menanamkan awareness kepada nasabah dan masyarakat luas,” kata Lana.

Selain itu, Didik Madiyono memaparkan tentang resolusi bank khususnya dalam alur penanganan dan penyelesaian bank sesuai UU P2SK, yaitu bank dalam pengawasan normal, bank dalam penyehatan dan bank dalam resolusi.

“Rencana resolusi ini semua bank wajib membuat resolution plan. Untuk bank yang belum ada resolusi, kita sosialisasi untuk penyusunannya. Karena mencegah kegagalan bank itu lebih baik daripada mengobati kalau gagal. Jadi pendekatan kita adalah dalam usaha penyehatan,” pungkasnya. (rmn)

Exit mobile version