INDOPOS.CO.ID – Indonesia menjadi tuan rumah Penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Archipelagic and Island States (AIS) Forum 2023 yang akan berlangsung di Provinsi Bali pada 11 Oktober mendatang. Forum itu pun dinilai sejumlah pengamat akan menjadi kontribusi Indonesia sebagai inisiator dalam menangani isu-isu global berkaitan dengan kelautan.
Hal itu pun disampaikan Koordinator Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Mohamad Abdi Suhufan, saat dihubungi di Jakarta, Kamis (21/9/2023). Dia menyampaikan pembahasan meliputi pariwisata berbasis bahari, dimana wilayah Indonesia yang punya potensi tersebut adalah DKI Jakarta yang dikatakannya memiliki potensi untuk berkembang dan menjadi penopang kehidupan bagi warga pesisir.
“Seperti di Kepulauan Seribu, tren wisata bahari akan semakin berkembang,” kata Abdi Suhufan.
Potensi perkembangan wisata bahari itu berdasar pada sumber daya dan kekayaan alam yang ada. Misalnya, menjadi tempat tinggal bagi ratusan jenis ikan, terumbu karang, mangrove, dan satwa langka yang dilindungi. Abdi Suhufan menyampaikan perkembangan pariwisata bahari akan cepat terwujud jika terjadi sinergi yang kuat antara pemangku kepentingan dan masyarakat pesisir.
Pemerintah maupun swasta perlu mendorong agar masyarakat menjadi pelaku utama dalam mewujudkan ekonomi biru di ibu kota, sehingga dapat menerima manfaat yang besar dan menekan potensi konflik. Di sisi lain, masyarakat juga harus meningkatkan kapasitas dan kesadarannya tentang wisata berkelanjutan dengan menjaga ekosistem laut dari kerusakan dan pencemaran.
“Hal lain yang perlu dilakukan yakni meningkatkan dan memastikan ketersediaan infrastruktur dasar di kawasan pesisir, seperti sarana telekomunikasi, air bersih, dan listrik,” pungkas Abdi Suhufan.
Sementara pada konsep ekonomi biru di Jakarta saat ini sangat mendesak untuk diimplementasikan guna menjaga lingkungan serta memajukan pemberdayaan masyarakat di pesisir sehingga harus dipertahankan. Hal itu dikatakan Kepala Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB University, Yonvitner, di Jakarta, Kamis (21/9/2023).
“Wisata berbasis konservasi di Pulau Seribu ini harus dipertahankan. Jangan sampai reklamasi dilegalkan karena akan merusak ekosistem, sumber daya, serta ekonomi masyarakat di Jakarta,” ujar Yonvitner.
Kepulauan Seribu telah menjadi Pusat Konservasi Ekologi melalui Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 1042 Tahun 2018 tentang Daftar Kegiatan Strategis Daerah (KSD). Selain mempertahankan konservasi Pulau Seribu, Yonvitner menyebutkan penerapan budidaya laut serta industri bioteknologi juga harus ditingkatkan untuk mendorong ekonomi biru, khususnya kehidupan pesisir di Jakarta.
Budidaya udang vaname di laut dangkal, budidaya karapu, lobster, serta rumput laut, merupakan contoh budidaya laut yang bisa dikembangkan di Jakarta. Demikian juga budidaya ganggang untuk bioteknologi laut.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan penerapan ekonomi biru melalui pariwisata maritim di Jakarta, khususnya kawasan konservasi Kepulauan Seribu, harus terus didorong karena memiliki potensi besar bagi warga pesisir. Potensi dimaksud karena banyaknya warga Jakarta yang memiliki pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income) tinggi untuk berwisata. Dengan demikian potensi tersebut harus bisa diserap oleh Pulau Seribu yang lebih dekat dengan penduduk Jakarta.
“Namun perlu didorong bagaimana supaya pariwisata maritim di Pulau Seribu lebih memperhatikan aspek lingkungan dan keberlanjutan, dengan menerapkan prinsip yang tidak merusak alam dan meminimalisir dampak terhadap lingkungan, terutama dari sisi limbah,” kata Faisal. (ney)