MenkopUKM: Rumah Produksi Bersama Tingkatkan Nilai Tambah Kerajinan Bambu

teten

Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki dalam acara talkshow bambu dengan tema 'Potensi Ekonomi Restoratif Berbasis UKM,' di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu (18/11). Foto: Istimewa

INDOPOS.CO.ID – Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) mendirikan Rumah Produksi Bersama (RPB) di Kabupaten Manggarai Barat untuk meningkatkan nilai tambah kerajinan bambu.

Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki dalam acara talkshow bambu dengan tema ‘Potensi Ekonomi Restoratif Berbasis UKM,’ di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu (18/11) mengatakan kehadiran RPB bambu diharapkan mampu menjadi penggerak ekonomi dan menyejahterakan masyarakat.

“Meski bambu mempunyai potensi yang luar biasa untuk dikembangkan menjadi aneka produk turunan, kita perlu fokus terlebih dahulu pada bambu untuk pengganti kayu. Yaitu, bambu betung sebagai laminasi pengganti kayu keperluan kontruksi,” kata MenKopUKM Teten Masduki.

Selain itu, kata Menteri Teten, Mama-Mama Bambu nantinya akan diajarkan (pelatihan) membuat suvenir dari bambu.

“Du’Anyam sudah memiliki ekosistem untuk membeli produk anyaman dari bambu. Bisa juga dikembangkan dengan membuat mebel atau furnitur,” ujar Menteri Teten.

Lebih jauh, kata MenkopUKM, dengan mengembangkan kerajinan bambu, sama artinya dengan menjalan program ekonomi restoratif.

“Dalam ekonomi restoratif, salah satu wuiudnya adalah memulihkan sumber daya yang rusak atau meregenerasinya sehingga memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat lokal. Di sini ada 40 ribu hektare kebun bambu, cara memanennya dengan menjaga regenerasi produksinya. Ini luar biasa,” ucap MenKopUKM.

Apalagi, kata Menteri Teten, jika Pemda membuat pembinaan afirmatif hingga kebijakan restoratif lingkungan, yang mengharuskan semua hotel, resort, dan perkantoran menggunakan bambu.

“Hal itu akan menghidupkan ekonomi masyarakat di NTT, karena kebutuhan bambu akan meningkat. Bagi NTT ini menjadi bentuk konsep ekonomi restoratif, seiring potensi bambu di wilayah ini yang luar biasa,” ujar MenkopUKM.

Selain bambu, MenkopUKM juga mendorong rumput laut di NTT bisa dikembangkan menjadi produk unggulan daerah.

“Harus ada sekolah vokasi karena rumput laut ini ada sekitat 500 turunan produknya, seperti tepung, makanan farmasi, pengganti plastik, pupuk, dan lainnya,” kata Menteri Teten.

Potensi Lokal

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Daerah Kabupaten Manggarai Barat Fransiskus Sales Sodo optimistis pertumbuhan usaha bambu akan terus berkembang di NTT, khususnya Manggarai Barat karena merupakan potensi unggulan lokal.

“Sebab, dalam sejarahnya masyarakat Manggarai itu dekat sekali dengan bambu. Jadi, hakekat hidup orang Manggarai itu tidak pernah jauh dari bambu. Sehingga, bagi orang Manggarai, bambu adalah bagian dari orang Manggarai itu sendiri,” kata Fransiskus.

Terlebih lagi, ucap Frasiskus, di Labuan Bajo sudah dibangun Rumah Produksi Bersama khusus bambu.

“Ini mendorong Pemda untuk membangun destinasi prioritas berkelanjutan,” kata Sekda Manggarai Barat.

Ia menjelaskan ada kebijakan Bupati terkait perluasan dan produksi bambu di Manggarai Barat.

“Di hulu, ada Peraturan Bupati (Perbup) untuk pinjaman pendanaan bambu. Ini menjadi pilihan program yang dapat dilakukan desa untuk meningkatkan penyediaan bambu,” kata Fransiskus.

Senada, Ketua Koperasi Produsen Multipihak Wanatani Bambu Lestari (Bambu Coop)
Jajang Agus Sonjaya mengapresiasi kehadiran Rumah Produksi Bersama (RPB) khusus bambu di Kabupaten Manggarai Barat.

“Kami memproduksi papan laminasi untuk konstruksi bangunan dan furnitur. Itu didesain di Bali dan kami siap memproduksi itu,” kata Jajang.

Dalam mengembangkan bambu, Bambu Coop akan fokus pada 3 proses, yakni proses produksi, pembibitan, panen lestari, serta menggapai akses pasar.

“Saat ini, masih lokal to lokal. Kami akan mengejar pasar lokal dan Bupati siap membeli furnitur kami untuk menghiasi kantor-kantor dinas disini,” kata Jajang.

Project Manager Du’anyam David Manalu menambahkan, terkait ekonomi restoratif, Du’Anyam sudah membuktikan hal itu. Berawal 2014 dan kini hampir sepuluh tahun masih berjalan bisnisnya.

“Kami memproduksi kerajinan di Flores Timur, yang membeli sampai retail global di Swiss,” kata David.

Bagi David, ekonomi restoratif itu adalah ekonomi yang memanfaatkan potensi ekonomi lokal. “Apa yang ditanam mampu memberikan keuntungan juga untuk lingkungan,” katanya.

Ia juga menekankan, potensi lokal yang ada seperti bambu, mempunyai potensi ekonomi dan relatif mudah diserap oleh pasar.

“Dan saat ini, tren perubahan iklim menjadi isu penting, perilaku konsumen juga sudah berubah. Saat ini bambu memberikan keuntungan tidak hanya untuk segelintir orang, melainkan seluruh stakeholder, mulai dari pemerintah hingga masyarakat. ini menjadi ekosistem berparadigma baru dan menjadi budaya membeli yang lain,” ujar David. (srv)

Exit mobile version