Indonesia Terus Lakukan Transisi Energi dengan Mengembangkan EBT

Dadan-Kusdiana-2

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana, dalam Dikusi Publik bertajuk ”Diskografi Ekonomi Vol.01: Menuju Transisi Energi Berkelanjutan", yang diselenggarakan oleh Forum Komunikasi Wartawan Ekonomi Makro (Forkem) dan Yayasan Inspirasi Indonesia (YII), di Graha Sawala, Kementerian Perekonomian, Jakarta, Rabu (6/3/2024). Foto: Website Kemenko Perekonomian/ekon.go.id

INDOPOS.CO.ID – Indonesia saat ini tengah menuju menjadi negara maju dan melepaskan diri dari middle income trap. Tentunya, untuk menjadi negara yang maju, sejumlah hal perlu dilakukan oleh Indonesia, salah satunya adalah penggunaan energi yang bersih.

“Di masa depan, penggunaan energi bersih tentu akan menjadi hal mutlak yang harus dilakukan oleh negara maju, sehingga transisi energi menjadi sebuah kebutuhan bagi Indonesia,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana, dalam Dikusi Publik bertajuk ”Diskografi Ekonomi Vol.01: Menuju Transisi Energi Berkelanjutan”, yang diselenggarakan oleh Forum Komunikasi Wartawan Ekonomi Makro (Forkem) dan Yayasan Inspirasi Indonesia (YII), di Graha Sawala, Kementerian Perekonomian, Jakarta, Rabu (6/3/2024).

Dadan menjelaskan, Indonesia terus melakukan transisi energi dengan mengembangkan sumber-sumber potensial Energi Baru Terbarukan (EBT). Selain itu, saat ini Indonesia juga tengah menjalankan pilar-pilar utama pathway Transisi Energi yakni pemanfaatan EBT, praktik rendah karbon, elektrifikasi, efisiensi energi, penggunaan Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization and Storage (CCS/CCCUS) untuk diimplementasikan pada ekstraksi batu bara, minyak, dan gas, serta pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

“Dulu kita mencoba sumber energi dari tenaga angintapi kita belum berhasil. Kita terus mencoba sumber EBT yang lain, karena jika melakukan transisi energi dengan mengandalkan satu sumber EBT tentu tidak bisa,” ucapnya.

Dadan menegaskan, Indonesia beruntung memiliki berbagai macam sumber potensi EBT. Indonesia memiliki potensi EBT besar, tersebar, dan beragam untuk mendukung ketahanan energi nasional dan pencapaian target bauran EBT

Misalnya, potensi hidro tersebar di seluruh wilayah Indonesia, terutama di Provinsi Kaliamantan Utara, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Papua; Potensi Surya tersebar di seluruh wilayah Indonesia, terutama di Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Barat, dan Riau memiliki radiasi lebih tinggi; Potensi Angin (>6 m/s) terutama terdapat di NTT, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, NAD, dan Papua

Potensi lainnya, yakni Potensi Energi Laut tersebar di seluruh wilayah Indonesia, terutama Maluku, NTT, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Bali; Potensi Panas Bumi tersebar pada kawasan ring of fire, meliputi Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku.

“Dengan menggunakan EBT, nantinya Indonesia akan menjadi negara maju yang menggunakan energi bersih dan berkelanjutan,” ujar Dadan.

Transisi energi yang dilakukan pemerintah adalah bagian dari meningkatkan daya saing Indonesia. Dia mencontohkan daya saing di perdagangan internasional.

“Misalnya, kalau kita produksi suatu barang, pabrik smelter, pabrik kimia, bahan makanan, ditanya carbon footprint bagaimana, dalam proses produksi CO2 berapa banyak yang dirilis. Ini ditanya kalau kita mau ekspor,” tambahnya.

Menurut Dadan, bila produk perdagangan Indonesia belum memenuhi standar dunia, hal itu akan mengurangi daya saing produk-produk di Tanah Air. Apalagi, Carbon Border Tax di Eropa akan berlaku 2026. Dadan membuat perumpamaan apabila daya saing perdagangan Indonesia masih tertinggal dari negara lain.

“Kalau kita produksi barang harganya 100 euro, kita ekspor ke Eropa, sama Vietnam juga produksi harganya sama, 100 euro per ton. Masuk ke border Uni Eropa, ditanya mana catatan karbonnya,” terangnya.

Dadan menyebut saat Indonesia masih menggunakan energi listrik Perusahaan Listrik Negara (PLN) dari proses produksi barang yang diekspor, sementara Vietnam menghasilkan produk ekspor dari energi yang lebih ramah lingkungan, maka Indonesia bisa dikenakan pajak yang lebih tinggi.

“Ini mungkin ya, kalau begitu barang Indonesia dikasih pajak 10 euro, dan Vietnam 1 euro. Barang kita jadi 110 euro, Vietnam jadi 101 euro. Barang kita kurang daya saingnya di situ. Ini sesuatu kenapa kita harus dorong transisi energi,” tuturnya.

Kementerian ESDM mencatat, Indonesia memiliki potensi EBT yang sangat melimpah. Mulai dari energi surya, bayu, hidro, bioenergi, panas bumi, dan juga laut yang total potensinya 3.686 gigawatt (GW). Dadan menegaskan potensi ini harus benar-benar dimanfaatkan.

“Daya saing enggak boleh turun. Daya saing dipengaruhi bagaimana kita mengelola, memproses sumber daya alam yang kita punya,” pungkas Dadan. (rmn)

Exit mobile version