Teknologi EBT Dapat Menciptakan Pekerjaan dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi

Clean-Energy

Peneliti Yayasan Inspirasi Indonesia Panca Pramudya, dalam Diskusi Publik bertajuk ”Diskografi Ekonomi Vol.01: Menuju Transisi Energi Berkelanjutan", yang diselenggarakan oleh Forum Komunikasi Wartawan Ekonomi Makro (Forkem) dan Yayasan Inspirasi Indonesia (YII), di Graha Sawala, Kementerian Perekonomian, Jakarta, Rabu (6/3/2024). Foto: Forkem

INDOPOS.CO.ID – Peneliti Yayasan Inspirasi Indonesia Panca Pramudya mengatakan, kontribusi EBT pada pembangunan berkelanjutan melalui penurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) dilakukan dengan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mengurangi jumlah polutan yang dilepaskan ke atmosfer, dan dengan itu mengurangi emisi GRK dan memitigasi efek perubahan iklim. Energi Baru Terbarukan (EBT) juga dapat meningkatkan ketahanan energi.

“Pengembangan EBT dapat mengurangi pada impor bahan bakar fosil dan menjadi lebih swadaya dalam mencukup kebutuhan energinya, dan oleh karena itu meningkatkan ketahanan dan kedaulatan energi,” ujar Panca, dalam Diskusi Publik bertajuk ”Diskografi Ekonomi Vol.01: Menuju Transisi Energi Berkelanjutan”, yang diselenggarakan oleh Forum Komunikasi Wartawan Ekonomi Makro (Forkem) dan Yayasan Inspirasi Indonesia (YII), di Graha Sawala, Kementerian Perekonomian, Jakarta, Rabu (6/3/2024).

Menurutnya, dengan adanya kontribusi EBT tentunya meningkatkan akses terhadap energi.

“Dengan cara membuka dan meningkatkan akses energi terhadap komunitas yang sebelumnya kekurangan akses energi, sehingga dapat membantu mengurangi kemiskinan dan meningkatkan mutu hidup,” terang Panca.

Ia menambahkan, kontribusi EBT terhadap pembangunan berkelanjutan tentunya terciptanya lapangan pekerjaan.

“Teknologi EBT dapat menciptakan pekerjaan dan mendorong pertumbuhan ekonomi terutama sehubungan dengan kegiatan manufaktur dan instalasi,” ucapnya.

Selain itu, lanjut Panca, EBT dapat mendukung pembangunan perdesaan.

“Teknologi EBT dapat mendukung pembangunan perdesaan dengan memberikan akses energi terhadap masyarakat perdesaanm, yang dapat meningkatkan kualitas hidup, produktivitas pertanian dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” tuturnya.

Meski demkian, Panca pun mengungkapkan adanya hambatan dalam pengembangan EBT. Ada beberapa hambatan dalam pengembangan EBT. Pertama, kepastian akan permintaan terhadap EBT.

“Ini terjadi akibat kurang akuratnya asumsi pertumbuhan permintaan dan terjadinya keterlambatan pada proses dan tahapan pengadaan,” ujarnya.

Kedua, hambatan keterbatasan regulasi untuk ET. Ini terjadi karena rezim tarif yang memaksa tarif ET bersaing dengan biaya pembangkit termal, bahkan tidak tarif khusus bagi ET yang memaksa ET bersaing langsung secara biaya dengan pembangkit termal; Peningkatan TKDN untuk modul surya yang kurang memperhitungkan kapasitas manufaktur yang skalanya terbatas dengan tingkat pemanfaatan kapasitas yang rendah; Kewajiban ET untuk tunduk pada skema BOOT (Build-Own-Operate-Transfer), yang menghambat akses terhadap pinjaman karena ada ketidakpastian terhadap penilaian lahan dan pengurangan durasi PPA, membatasi peluang menjual proyek dan mengurangi kemungkinan proyek ET dibangun di lahan sewa; Bila terjadi force majeure akibat bencana alam, tidak ada kompensasi dalam bentuk terminasi dan hanya diberikan perpanjangan waktu

Ketiga, hambatan pengembangan EBT karena jaringan nasional kelistrikan belum terintegrasi (8 jaringan utama dan 600 sistem jaringan terisolasi) serta batas penetrasi ET variabel 10 persen dari beban puncak siang hari untuk memastikan kestabilan jaringan

Keempat, penyediaan dan pembebasan lahan, serta kelambatan pengurusan izin penggunaan lahan. Kelima, kekurangan tenaga terampil untuk pengoperasian dan pemeliharaan sistem energi terbarukan terdistribusi dan manufaktur peralatan ET.

Terakhir, keenam, kurangnya dukungan investasi dari perbankan dan investasi dalam negeri

Untuk menghilangkan hambatan tersebut perlu mengembangkan solusi riil melalui nilai tambah dan modernisasi manusia, alam dan potensi bagi generasi mendatang merupakan orientasi dari pengembangan solusi riil.

Kemudian, perlu adanya kelembagaan dan investasi yang mendukung pengembangan EBT berorientasi pembangunan industri bangsa

Lalu, partisipasi masyarakat dalam kesempatan secara utuh untuk terlibat dan memiliki fasilitas EBT yang dimulai dengan penataan tata kelola yang bukan sekedar retorika politik untuk kepentingan jangka pendek

Hambatan pengembangan EBT juga bisa diminimalkan dengan mengoptimalkan potensi lokal.

“Potensi lokal merupakan modal utama dalam modernisasi, baik dalam hal manusia, jasa lingkungan, keanekaragaman hayati dan potensi geografis. Generasi mendatang adalah kita sendiri di masa mendatang, pengembangan energi baru dan berkelanjutan jangan mengorbankan potensi alam bagi mereka,” jelas Panca.(rmn)

Exit mobile version