Stok Terigu Nasional Terancam Langka

Stok Terigu Nasional Terancam Langka - aptindo - www.indopos.co.id

Ketua Umum Asosiasi Tepung Terigu Indonesia (APTINDO), Franciscus Welirang. Foto: Dok APTINDO/Istimewa

INDOPOS.CO.ID – Sejak diberlakukannya peraturan baru Permendag 36/2023 mengenai impor Premiks Fortifikan (HS 2106.90.73), industri tepung terigu nasional menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan bahan baku untuk fortifikasi tepung terigu.

Hal ini berpotensi menyebabkan kelangkaan dan peningkatan harga tepung terigu di pasar.

Ketua Umum Asosiasi Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) Franciscus Welirang menyatakan ketersediaan Premiks Fortifikan saat ini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan industri terigu nasional hingga bulan Juni 2024.

“Namun, jika tidak ada solusi yang ditemukan, pasokan tepung terigu nasional dapat berkurang lebih dari 50%,” katanya dalam keterangan, Selasa (16/4/2024).

Menurut data yang dikumpulkan oleh APTINDO, beberapa perusahaan industri tepung terigu dalam negeri memperkirakan ketersediaan Premiks Fortifikan akan bertahan hingga bulan April atau Mei 2024, sementara PT Bungasari Flour Mills memiliki stok yang cukup hingga Juni 2024.

“Pada tahun 2023, produksi industri tepung terigu nasional mencapai sekitar 6,8 juta metrik ton, dengan kebutuhan Premiks Fortifikan berkisar antara 1.500 hingga 1.800 metrik ton per tahun,” ujarnya.

Ia menjelaskan, APTINDO telah mengirim surat kepada Pemerintah sejak bulan Maret 2024, tetapi hingga saat ini belum ada tanggapan atau arahan yang jelas terkait perubahan aturan impor Premiks Fortifikan.

“Pelaku industri tepung terigu nasional menekankan pentingnya Pemerintah untuk segera meninjau ulang aturan tersebut guna mencegah dampak negatif yang lebih besar,” jelasnya.

Masyarakat juga diingatkan untuk memastikan pembelian tepung terigu yang memenuhi persyaratan fortifikasi sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), sebagai bagian dari upaya untuk melindungi hak-hak konsumen yang dijamin oleh undang-undang.

Selain itu, Yayasan Pengembangan Fortifikasi Pangan Indonesia dan Institut Gizi Indonesia juga menyuarakan keprihatinan mereka terhadap dampak dari peraturan baru ini, khususnya terkait ancaman terhadap program fortifikasi pangan wajib yang dapat meningkatkan prevalensi Anemia Gizi Besi (AGB) di berbagai kelompok umur.

Mereka mendesak Pemerintah untuk segera mencari solusi guna mengatasi dampak negatif yang dapat menghambat upaya penanggulangan AGB dan memastikan terciptanya sumber daya manusia berkualitas. (fer)

Exit mobile version