INDOPOS.CO.ID – Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat, mengkritik wacana kenaikan tarif kereta rel listrik (KRL). Ia menilai kebijakan ini tak memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat. Pekerja kelas menengah ke bawah mengandalkan KRL. Rencana ini dinilai membebani keuangan mereka yang sudah terbatas.
“Kenaikan tarif Rp1.000 hingga Rp2.000 dikhawatirkan menjadi beban baru. Kebijakan ini kurang tepat di tengah kondisi ekonomi sulit. Pemerintah Jokowi terlihat mengabaikan kesejahteraan masyarakat karena pengguna KRL harus mengeluarkan biaya lebih untuk transportasi,” kata Toriq dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (18/9/2024).
Menurut Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, penumpang KRL menghadapi kondisi berdesak-desakan setiap hari. Kepadatan ini menunjukkan layanan KRL belum optimal. Jumlah penumpang meningkat tanpa peningkatan layanan. Pemerintah seharusnya fokus memperbaiki kualitas layanan.
“Pemerintah seharusnya meningkatkan infrastruktur dan jumlah gerbong KRL untuk mengurangi kepadatan penumpang dan menjaga kenyamanan. Penambahan fasilitas harus menjadi prioritas utama. Kenaikan tarif sebaiknya dipertimbangkan setelah ada peningkatan kualitas pelayanan,” papar Toriq.
Kelompok masyarakat kelas menengah ke bawah akan paling terdampak. Respons pasrah pengguna KRL menunjukkan ketimpangan dalam kebijakan. Pemerintah kurang melibatkan suara masyarakat. Anggota PKS mendesak pemerintah lebih peka terhadap aspirasi rakyat.
“Harus ada keseimbangan antara kebutuhan dan kemampuan masyarakat. Kenaikan tarif KRL harus mempertimbangkan daya beli masyarakat rentan. PKS akan meminta solusi adil yang berpihak pada rakyat. Kebijakan ini diharapkan memberikan manfaat tanpa membebani masyarakat,” tutup Toriq.
Kementerian Perhubungan berencana menaikkan tarif tiket KRL. Mereka mengaku sudah membuat kajian untuk menaikkan tarif KRL sebesar Rp1.000.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Risal Wasal mengungkapkan hal ini di tengah polemik subsidi KRL diubah menjadi berbasis nomor induk kependudukan (NIK).
Meski sudah membuat kajian, ia mengatakan pemerintah belum memutuskan opsi mana yang dipilih.
“Kajian itu (menaikkan tarif KRL) ada sebenarnya, waktu itu kita mau menaikkan sebanyak Rp1.000. Waktu itu ya, Rp1.000-Rp2.000 itu posisinya (kenaikan tarif),” kata Risal, dikutip dari Antara, Kamis (12/9/2024). (dil)