INDOPOS.CO.ID – Ubi Cilembu. Ya, siapa yang tidak mengenal ubi manis asal Desa Cilembu, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat ini. Selain rasanya manis alami, ubi yang satu ini memiliki tekstur lembut dan kaya nutrisi.
Untuk menghasilkan produksi yang berkualitas, petani ubi Cilembu di Sumedang membutuhkan agroekosistem yang baik. Sebab, selain menghasilkan ubi yang berkualitas, diyakini mampu menangkal hama penyakit. Salah satunya hama lanas atau boleng.
Serangan hama lanas pada tanaman ubi Cilembu menyebabkan banyak ubi yang terbuang saat panen tiba. Sebab, akibat serangan hama ini, ubi menjadi rusak (boleng) dan tidak bisa dikonsumsi. Berangkat dari sana, sekelompok mahasiswa asal Institut Teknologi Bandung (ITB), Kampus Jatinangor pun melakukan penelitian.
Riset mahasiswa dari Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) ini dipenggawai oleh Andreas Yulius Pamungkas.
“Benar umbi yang terkena hama lanas ini tidak bisa dikonsumsi. Bila dimanfaatkan untuk pakan ternak, maka ternak akan keracunan,” kata Andreas Yulius Pamungkas kepada indopos.co.id, Rabu (25/9/2024).
Saat musim panen tiba, menurut mahasiswa genap berusia 22 tahun ini, petani ubi Cilembu hanya membiarkan ubi boleng (rusak) menjadi busuk begitu saja. Tentu saja, proses pembusukan ubi-ubi boleng di ladang petani ini cukup menganggu, terutama pada masa tanam.
“Saat musim panen jumlahnya (ubi Cilembu boleng) sangat banyak ya. Dan ini perlu penanganan kuratif. Kalau dibiarkan saja juga menganggu saat musim tanam,” kata Andre.
“Dari sanalah kami kemudian mencari ide untuk memanfaatkan limbah ubi Cilembu ini menjadi produk nonpangan,” tutur Andre.
Berbekal dari sejumlah penelitian dan uji coba di laboratorium tim berhasil membuat prototipe plastik sintetis dari bahan dasar pati ubi Cilembu. Menurut mahasiswa yang pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Teknik Bioenergi dan Kemurgi (HMTB) “Rinuva” ITB ini, proses hilirisasi prototipe plastik sintesis ubi Cilembu terus dilakukan.
Proses hilirisasi, lanjut Andre, agar plastik sintetis pati ubi Cilembu bisa diproduksi massal dan dimanfaatkan masyarakat Cilembu untuk kemasan (packaging) produk olahan ubi Cilembu.
“Hasil penelitian ini sudah kami turunkan ke mahasiswa di tingkat bawah. Dan saat ini sudah di-follow up untuk proses hilirisasi,” ujar Andre semringah.
Selain berbahan dasar pati dari limbah ubi Cilembu, rupanya limbah atau air sisa cucian ubi Cilembu yang diolah menjadi beraneka ragam produk makanan pun bisa dimanfaatkan untuk bahan baku plastik sintetis.
“Limbah air cucian ubi Cilembu di industri rumahan ternyata kandungan patinya cukup tinggi. Dan ini pun kami manfaatkan untuk bahan baku plastik sintetis,” katanya.
“Jadi bahan baku tidak hanya berhenti pada ubi Cilembu yang tidak layak konsumsi saat musim panen saja. Tapi produksi plastik sintetis bisa memanfaatkan bahan baku limbah air cucian ubi di industri rumahan. Dan untuk limbah ini jumlahnya melimpah di sana,” imbuhnya.
Lebih jauh mahasiswa yang saat ini melanjutkan program S2 di Kampus ITB ini mengaku, hanya membutuhkan waktu enam bulan untuk menyelesaikan riset dan rekayasa pembuatan plastik sintetis. Dengan berbekal studi literatur dan pembuatan prototipe diperoleh solusi pemanfaatan limbah ubi Cilembu menjadi plastik sintetis.
“Hasil riset ini masih perlu diimprovisasi lagi agar hasilnya sempurna. Sehingga bisa dihilirisasi menjadi produk yang bermanfaat bagi masyarakat,” ucap Andre.
“Tak dipungkiri untuk optimalisasi hasil prototipe riset cukup berat. Namun kami optimistis plastik sintetis ini nanti bisa dihilirisasi,” imbuh Andre.
Tim riset dari program studi (Prodi) Teknik Bioenergi dan Kemurgi dan beberapa Prodi dari ITB tersebut tidak berhenti pada penanganan limbah ubi Cilembu yang terserang hama lanas. Dari hasil pemetaan masalah, penanganan hama lanas menjadi masalah utama bagi petani ubi Cilembu di Sumedang.
“Hama lanas ini punya daya resistant terhadap insektisida dan hama ini biasanya menyerang di bagian umbi,” ujar Andre.
Akibat serangan hama lanas kerap menyebabkan turunnya hasil produksi ubi Cilembu berkisar antara 10 hingga 80 persen. Jika dalam keadaan normal 1 hektare (ha) lahan ubi jalar mampu menghasilkan 30 ton. Akibat serangan hama lanas hasil produksi turun hingga 80 persen. Maka dalam 1 ha petani hanya menghasilkan sekitar 6 ton saja.
“Hasil pemetaan masalah kami, turunnya produksi ubi Cilembu disebabkan oleh serangan hama lanas. Dan langkah preventif kami adalah mencegah hama lanas menyerang tanaman ubi Cilembu,” kata Andre.
Ia menjelaskan, hama lanas merupakan serangga yang dapat terbang tapi tidak terlalu tinggi dengan bentuk tubuh kecil lebih besar dari semut. Selama fase siklus hidup lanas membahayakan tanaman ubi jalar.
“Hama lanas berbentuk larva ini yang berbahaya bagi tanaman. Dan larva ini berasal dari telur kumbang betina yang diletakkan melalui rekahan tanah. Dan larva ini mampu menggerek ubi jalar,” katanya.
Musim kemarau adalah masa di mana serangan hama lanas paling banyak menyerang. Sebab pada musim ini tanah cenderung banyak rekahan dan menjadi media kumbang betina masuk ke dalam tanah.
“Kami membuat perangkap dengan formulasi fero lanas di dalamnya. Sebab, saat musim kawin lanas pejantan dan betina akan menghasilkan feromon, tujuannya untuk menarik pasangan,” ujar Andre.
“Cara kerja perangkap ini cukup unik. Feromon kawin yang terdapat pada Fero lanas menggantikan bau hama lanas betina dan mampu menarik hama lanas jantan masuk ke dalam perangkap,” imbuhnya.
Pada makhluk hidup senyawa kimia feromon akan diproduksi pada saat musim kawin. Pada manusia sendiri produksi feromon tidak banyak disadari, sementara pada hama lanas memiliki reseptor yang mampu mendeteksi feromon dari lawan jenisnya.
Ia mengaku, formulasi fero lanas diambil karena sejumlah formulasi feromon sintetis buatan kurang efektif untuk menjebak hama lanas masuk dalam perangkap. Apalagi di sejumlah market place ditemukan menjual feromon kawin ini.
“Ide ini muncul karena hama lanas memiliki resistansi terhadap insektisida,” ucapnya.
Perangkap dengan formulasi pengendalian hama lanas ramah lingkungan ini cukup efektif menjebak banyak hama lanas masuk di dalamnya. Dengan demikian tidak akan terjadi perkawinan antara lanas jantan dan betina, sehingga tidak dihasilkan telur lanas baru.
“Dari petani yang memanfaatkan perangkap ini berhasil mengurangi hama lanas. Dan hasil panen yang dihasilkan meningkatkan 20 hingga 25 persen,” terangnya.
“Biasanya saat panen dengan serangan hama lanas hanya menghasilkan 60 persen, dengan pemanfaatan perangkap formula fero lanas meningkatkan hingga 85 persen,” tambahnya.
Ia menjelaskan, untuk membuat perangkap dengan formulasi fero lanas ini cukup mudah. Cara membuatnya, ambil bekas wadah, bisa bekas toples atau botol air mineral bekas yang cukup besar. Lalu Buat lubang sebanyak dua buah di kiri atau kanan, atau depan belakang dengan posisi berseberangan.
Kemudian, lanjut dia, kaitkan karet fero lanas dengan menggunakan kawat di bagian bawah tutup toples atau botol. Dan beri air sabun atau minyak di dalam toples atau botol sedikit saja, yang manfaatnya untuk mencegah hama lanas naik ke atas.
“Jadi saat lanas masuk perangkap akan terkena air sabun. Dan di lanas ini ada membran yang terkikis sehingga mati. Sementara bila sayap hama lanas ini terkena minyak, maka dia tidak bisa naik ke atas,” terangnya.
“Cara menggunakan perangkap lanas ini juga mudah, hanya meletakkan di sela-sela tanaman ubi jalar,” imbuhnya.
Ia mengakui sejumlah kendala ditemukan saat melakukan riset pengolahan limbah ubi Cilembu dan hama lanas. Di antaranya kesadaran masyarakat yang masih minim dan kesulitan membagi waktu untuk jadwal perkuliahan.
“Kami sudah memberikan fasilitas dan cara kerjanya, dan semua kami kembalikan ke masyarakat. Apakah akan menggunakan perangkap fero lanas atau tidak,” ungkapnya.
“Kalau untuk jadwal perkuliahan, solusinya kami melakukan koordinasi dengan dosen. Sehingga bisa menjadwalkan waktu untuk kunjungan ke masyarakat, dan biasanya hari Sabtu,” pungkas Andre. (nas)