Tradisi Masyarakat Jadi Kendala Pemanfaatan Gula, Garam dan Lemak Berstandar

Gula

ilustrasi gula (Nasuha/ INDOPOS.CO.ID)

INDOPOS.CO.ID – Kebiasaan atau tradisi di masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah menjadi tantangan kampanye penggunaan gula, garam dan lemak.

Pernyataan tersebut diungkapkan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman kepada INDOPOS.CO.ID, Selasa (18/10/2022).

Ia menuturkan, kebiasaan mengkonsumsi gula pada minuman teh menjadi kebudayaan masyarakat Jawa Tengah. “Ketika kita bertandang ke rumah, pasti disajikan teh dan pasti manis. Apabila kita tidak meminumnya kita dianggap tidak menghormati tuan rumah,” katanya.

“Kebudayaan seperti ini yang harus dicari solusinya. Misalnya pengusaha makanan dan minuman membuat produk manis law sugar,” imbuhnya.

Bagi generasi muda, masih ujar Adhi, kebutuhan gula, garam dan lemak sudah sesuai porsi. Mereka telah mengetahui tiga unsur makanan tersebut tidak sehat bila dikonsumsi secara berlebihan.

Ia berharap program pemerintah terkait gula garam dan lemak tidak menakut-nakuti masyarakat. Selain itu, harus ada edukasi yang lebih masif kepada masyarakat. “Program ini bagus, tapi harus ada edukasi standar pemanfaatan gula, garam dan lemak. Jadi sosialisasi harus lebih masif dilakukan,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengemukakan penggunaan gula, garam, dan lemak sebagai bahan campuran produk makanan dan minuman diatur pemerintah untuk mengantisipasi risiko penyakit hipertensi, stroke, diabetes, dan serangan jantung.

“Jadi memang, bahwa gula, garam, lemak itu harus diatur. Tinggal edukasi kepada masyarakatnya juga,” katanya.

Ia menjelaskan ketentuan yang dimaksud tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak, Serta Pesan Kesehatan Untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji.(nas)

Exit mobile version