INDOPOS.CO.ID – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Dailami Firdaus, dengan tegas mengecam penyelenggaraan kontes kecantikan transgender yang berlangsung di Jakarta.
Ia menilai, kegiatan tersebut bisa terlaksana karena kurangnya pengawasan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mempertimbangkan dampak sosial yang ditimbulkan.
“Ini bukan sekadar isu penyelenggaraan kontes kecantikan waria, tetapi juga terkait dengan perilaku seksual menyimpang yang muncul akibat keputusan menjadi transgender. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan peningkatan orientasi seksual homoseksual,” katanya dalam keterangan yang diterima pada Rabu (7/8/2024).
Menurutnya, perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) tidak diterima di Indonesia.
Dailami menilai bahwa perilaku tersebut bertentangan dengan norma-norma, dan Oleh karena itu, Dailami meminta agar panitia pelaksana kontes kecantikan tersebut diperiksa.
Dia juga mendesak penerapan sanksi hukum terhadap pihak penyelenggara kegiatan tersebut. Pemberian sanksi diperlukan untuk memastikan kegiatan serupa tidak terulang kembali, khususnya di Jakarta.
“Saya minta harus ada sanksi hukum dan pemeriksaan kepada panitia penyelenggara, pasti ada aturan atau perizinan yang dilanggar. Ini bisa merusak moral anak bangsa,” ujar Dailami.
Senada dikatakan, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH M Cholil Nafis. Dia menyatakan bahwa pihak penyelenggara harus diusut secara hukum karena pelaksanaan kontes transgender tersebut dilakukan tanpa izin resmi.
“Kita harus kembali pada prinsip hukum yang berlaku. Yang paling mendasar adalah bahwa penyelenggara tidak memiliki izin dan terlibat dalam proses perubahan gender,” kata dia.
Cholil menegaskan bahwa dalam agama Islam, transgender tidak dibenarkan. Transgender juga bertentangan dengan nilai dan norma masyarakat Indonesia.
“Mengubah jenis kelamin atau gender tidak diperbolehkan, dan dalam Islam, hal tersebut tidak diperkenankan,” ucapnya.
Lanjutnya, pria yang bertingkah laku seperti perempuan atau sebaliknya juga tidak diperbolehkan, apalagi jika sampai mengubah jenis kelamin.
“Kita harus menegakkan norma agama dan menjaga jati diri sesuai dengan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila,” tandasnya. (fer)