Wacana Penundaan Pemilu Dinilai Tidak Rasional

Pemilu

Ilustrasi Pemilu

INDOPOS.CO.ID – Wacana penundaan pemilihan umum (Pemilu) 2024 yang disampaikan elit partai politik (parpol) dalam hal ini Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan dan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto dinilai tidak jelas argumentasi dan latar belakangnya.

“Saya mengikuti wacana penundaan pemilu itu di media. Mereka menggunakan argumentasi dampak pandemi Covid-19 dengan alasan ekonomi. Kita akan kupas satu per satu alasan itu untuk melihat apakah argumentasi yang mereka gunakan berdasar dan rasional atau tidak,” kata pakar komunikasi politik (komunikolog) dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, kepada INDOPOS.CO.ID, Senin (28/2/2022).

Ia menegaskan, kalau menggunakan alasan pandemi Covid-19 untuk menunda pemilu, sangat tidak masuk akal karena kondisi Covid-19 saat ini sudah terkendali. Tidak hanya itu, kata Emrus, pandemi Covid-19 dialami oleh semua negara di dunia sehingga tidak berdasar untuk menjadikan pandemi Covid-19 sebagai alasan untuk menunda pemilu.

“Apakah ada negara di dunia yang menunda pemilu gara-gara pandemi Covid-19? Saya yakin tidak ada,” ucap Emrus.

Dia mengatakan, kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia sudah mulai secara perlahan akan bergeser ke endemik. Itu artinya, pemerintah Indonesia berhasil mengendalikan pandemi Covid-19.

“Di tengah melandainya kasus Covid-19, lalu muncul wacana penundaan pemilu. Bukankah dampak dari Covid-19 sudah terkendali? Saya kira wacana penundaan pemilu itu tidak rasional,” ujar Emrus.

Kemudian, kata Emrus, kalau alasan penundaan pemilu karena pemulihan ekonomi, maka harus dijelaskan argumentasinya secara detail.

“Mereka hanya menyebutkan alasan pemulihan ekonomi tetapi tidak dijelaskan, apakah pertumbuhan ekonomi dua tahun ke depan meningkat signifikan atau tidak. Misalnya, kalau sekarang sekian persen, maka kalau dilakukan penundaan pemilu maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat menjadi 10 persen. Beranikah mereka mengatakan seperti itu? Saya menilai alasan pemulihan ekonomi juga tidak rasional dan tidak operasional,” tandas Emrus.

Emrus meminta politisi yang mewacanakan penundaan pemilu itu harus menggunakan alasan pada level kuantitatif dan terukur serta operasional saja.

Lebih jauh Emrus menegaskan, para elit politik yang mewacanakan penundaan pemilu itu sangat tidak produktif.

“Menurut pandangan subyektif saya, wacana penundaan pemilu ini sangat tidam produktif terhadap kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Kenapa saya katakan tidak produktif. Karena di satu sisi Presiden Joko Widodo telah bekerja keras dan berhasil. Kalau pemilu ditunda maka ada sesuatu yang belum beres kan? Jadi makna pesan di balik wacana penundaan pemilu itu berarti ada sesuatu yang belum teratasi, dan membutuhkan waktu dua tahun lagi,” kata dia.

Padahal, Presiden Jokowi dinilai bagus dalam memimpin. Dalam menangani pandemi Covid-19, Indonesia tidak kalah dengan negara lain.

“Jadi sekali lagi, wacana penundaan pemilu itu sangat tidak rasional,” tutup Emrus.(dam)

Exit mobile version