Komnas Perempuan Minta MA Tolak Uji Materiil Permendikbudristek 30/2021

komper

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani. (Komnasperempuan.go.id)

INDOPOS.CO.ID – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) merekomendasikan kepada Mahkamah Agung (MA)untuk turut menguatkan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, termasuk di lingkungan perguruan tinggi.

Hal ini disampaikan Komnas Perempuan terkait permohonan Uji Materiil Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Permendikbudristek 30/2021) yang diajukan oleh Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat, terhadap Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia.

“Setelah menelaah permohonan uji materiil ini, Komnas Perempuan berpendapat bahwa permohonan ini patut ditolak secara keseluruhan, sebagai penegasan kewajiban negara untuk menyediakan ruang aman dari kekerasan seksual, terutama di lingkungan pendidikan,” ujar Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam keterangan tertulis, Selasa (22/3/2022).

Andy mengatakan Komnas Perempuan merekomendasikan Mahkamah Agung untuk menolak permohonan uji materiil Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 secara keseluruhan sebagai penegasan kewajiban negara untuk menyediakan ruang aman dari kekerasan seksual, terutama di lingkungan pendidikan.

Komnas Perempuan juga memperbarui mekanisme pemeriksaan uji materiil peraturan perundang-undangan di bawah UU menjadi terbuka, akuntabel dan mendengarkan kepentingan pihak-pihak yang terdampak langsung maupun tidak langsung dari keberlakuan peraturan perundang-undangan.

“Melakukan pengawasan agar hakim pemeriksa permohonan yang ditunjuk tidak memiliki konflik kepentingan dengan pemohon atau termohon dan senantiasa mengedepankan nilai-nilai indepedensi, imparsial, dan integritas. Jaringan akademisi dan masyarakat sipil untuk berpartisipasi memberikan pendapat dalam uji materiil ini berdasarkan pengalaman perempuan korban kekerasan seksual dalam mendapatkan keadilan, kebenaran dan pemulihan dalam uji materiil ini dan juga cita-cita pendidikan nasional. Korban, penyintas dan pendamping korban untuk tetap saling menguatkan dalam penanganan kasus kekerasan seksual khususnya yang terjadi di lingkungan pendidikan,” ujarnya.

Andy menjelaskan bahwa ada tiga dasar pendapat Komnas Perempuan untuk merekomendasikan penolakan pada permohonan uji materiil tersebut di atas.

Pertama, pemohon tidak memenuhi kriteria untuk mengajukan keberatan atas Permendikbudristek 30/2021 karena tidak mampu membuktikan kualifikasinya antara sebagai masyarakat hukum adat atau badan hukum publik, tidak memiliki kerugian hak warga negara, tidak memiliki hubungan sebab akibat antara kerugian dan obyek permohonan dan pembatalan obyek permohonan tidak akan menghentikan tindakan kekerasan seksual.

Kedua, termohon telah memenuhi Prosedur Formal Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yaitu Permendikbudristek 30/2021 diterbitkan sesuai kewenangan dan telah memenuhi proses menerima saran dan masukan baik secara lisan maupun tertulis dari kelompok masyarakat yang akan menjadi sasaran pemberlakuan obyek permohonan.

Ketiga, frasa “tanpa persetujuan korban” atau “tidak disetujui oleh korban” adalah untuk membedakan antara kekerasan dengan aktivitas seksual lainnya yang ditindaklanjuti oleh Tim Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. (dam)

Exit mobile version