PCR Sampai Rp600 Ribu, Pengamat: Bisa Dipidanakan dan Izin RS Dicabut

Prasetyo Edi Marsudi

Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi. (dok Indopos)

INDOPOS.CO.ID – Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah menegaskan, pemberlakuan tarif tes PCR oleh Rumah Sakit di atas tarif pemerintah bisa diproses secara hukum.

“Kalau tarif tes usap PCR Rp600 ribu itu di atas harga yang ditetapkan pemerintah,” ujar Trubus Rahardiansyah melalui gawai, Rabu (23/3/2022).

Selain diproses hukum, menurut dia, izin rumah sakit bisa dicabut. Tentu dilakukan penyelidikan terkait unsur kesengajaan.

“Tapi saya yakin itu ada unsur kesengajaan. Masyarakat bisa melaporkan,” katanya.

Ia menilai pengawasan pemerintah saat ini sangat lemah. Apalagi syarat tes PCR tidak lagi digunakan dalam pelonggaran saat ini.

Terkait penagihan biaya layanan kesehatan oleh pihak rumah sakit, dikatakan Trubus, sangat tidak tepat. apalagi penagihan dilakukan hingga di area parkir kendaraan.

“Tindakan ini sangat tidak manusiawi, seharusnya tidak sampai dilakukan sampai area parkir,” ungkapnya.

Sebelumnya, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi melaporkan Rumah Sakit (RS) Eka Hospital BSD Serpong ke Polsek Serpong.

Rumah sakit swasta tersebut dipolisikan terkait pelayanan yang kurang nyaman dan penagihan biaya perawatan putrinya secara paksa oleh security dan costumer care di areal parkir.

“Pihak RS juga mengharuskan pasien melakukan swab Covid-19 dengan tarif Rp675.000,” katanya.

Sementara itu, Kapolsek Serpong Kompol Evarmon Lubis yang dihubungi INDOPOS.CO.ID membenarkan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi melaporkan RS Eka Hospital terkait pelayanan yang tidak nyaman dan penagihan biaya perawatan putrinya secara paksa di areal parkir. ”Kasus ini sedang dalam pemeriksaan polisi,“ kata Lubis.

Menanggapi hal itu, Direktur RS Eka Hospital BSD Anton saat dikonfirmasikan INDOPOS.CO.ID, Selasa (22/3/2022) terkait laporan Ketua DPR DKI Jakarta ke polisi tidak mau berkomentar. “Saya tak punya hak untuk mengkomentari perihal tersebut,“singkat Anton sembari menutup teleponnya.(nas)

Exit mobile version