Komnas HAM Apresiasi Panglima TNI Izinkan Keturunan PKI Jadi Prajurit

tni

Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. Foto: Instagram/@jenderaltniandikaperkasa

INDOPOS.CO.ID – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI mengapresiasi kebijakan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang mengizinkan anak atau keturunan eks anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk mengikuti seleksi menjadi prajurit TNI.

Komnas HAM menilai kebijakan Panglima TNI tersebut sangat bagus untuk pemulihan hak korban.

“Kebijakan bagus yang harus diapresiasi. Kebijakan tersebut dimaknai sebagai bagian dari pemulihan hak korban dan upaya penghapusan stigma dan diskriminasi korban dan keluarga koban,” kata Komisoner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, kepada indopos.co.id, Minggu (3/4/2022).

Ketika ditanya, mengapa kebijakan seperti itu baru sekarang diterapkan di lingkungan TNI, Beka mengatakan, pertanyaan seperti lebih tepat ditanyakan ke TNI langsung.

Namun, Beka mengatakan Komnas HAM sangat mendukung kebijakan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.

“Saya kira kebijakan tersebut perlu dipermanenkan di internal TNI sehingga bisa untuk kepentingan jangka panjang,” ujarnya.

Ia menegaskan Komnas HAM mendukung langkah Panglima TNI karena setiap orang memiliki hak yang sama dan tidak boleh diperlakukan diskriminatif dengan alasan yang tidak berdasarkan hukum.

Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik, mengatakan Komnas HAM sangat mengapresiasi Panglima TNI yang tidak lagi membatasi anak keturunan eks anggota PKI dalam rekrutmen TNI.

“Membatasi keturunan PKI untuk menjadi prajurit TNI tidak sesuai dengan aturan hukum dan konstitusi. Dalam konstitusi secara jelas mengatakan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama dan tidak boleh diperlakukan diskriminatif dengan alasan yang tidak berdasarkan hukum,” katanya.

Ia mengatakan, langkah Panglima TNI, mengacu pada Ketetapan (TAP) MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 yakni melarang PKI dan ajaran leninisme serta marxisme.

Artinya, kata Taufan, bukan anak keturunan PKI yang mungkin sama sekali tidak ada hubungannya dengan ideologi atau partai yang diikuti oleh orang tua, kakek atau keluarga mereka.

Taufan mengatakan konstitusi Indonesia terutama Pasal 28 mengakomodasi prinsip-prinsip kesetaraan, kesamaan hukum, keikutsertaan dalam pemerintahan, pekerjaan dan sebagainya.

Menurut dia, langkah yang diambil oleh mantan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) tersebut mengarah kepada penegakan atau kesetaraan HAM di Tanah Air.

Bahkan, hal itu dinilainya sebagai jalan untuk membuka cakrawala atau pandangan baru dari semua pihak.

Harapannya, tidak ada lagi perspektif yang mengarah pada diskriminasi atau perbedaan.

Pada masa orde baru banyak anak keturunan eks PKI atau yang belum tentu PKI tetapi dituduh PKI. Mereka tidak bisa jadi pegawai negeri sipil atau tidak bisa melanjutkan sekolah.

“Mereka terhalang mendapatkan hak-hak dasar, misalnya, pendidikan, pekerjaan. Itu puluhan tahun terjadi, masa kita ulang lagi,” tegas Taufan.

Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa membuat terobosan terkait penerimaan prajurit TNI Tahun 2022.

Terobosan itu, yakni penghapusan tes renang, peniadaan tes akademik, serta penghapusan larangan keturunan eks anggota PKI sebagai calon prajurit TNI.

Dengan kebijakan tersebut, seluruh anak muda Indonesia memiliki hak sama untuk mengikuti seleksi penerimaan prajurit TNI, tanpa memandang suku, agama, dan asal usul orang tua.

Diketahui, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menyampaikan itu saat memimpin rapat penerimaan Taruna Akademi TNI, Perwira Prajurit Karier TNI, Bintara Prajurit Karier TNI dan Tamtama Prajurit Karier TNI Tahun Anggaran 2022.

Awalnya, Andika bertanya kepada Direktur D BAIS TNI Kolonel A Dwiyanto soal aturan yang tercantum pada nomor 4.

“Oke nomor 4 yang mau dinilai apa? Kalau dia ada keturunan dari apa?,” tanya Andika dikutip melalui YouTube Jenderal TNI Andika Perkasa.

“Pelaku kejadian tahun 65-66,” jawab Kolonel A. Dwiyanto.

“Itu berarti gagal, bentuknya apa itu? Dasar hukumnya apa?,” timpal Andika.

“Izin TAP MPRS Nomor 25,” jawab Kolonel A. Dwiyanto.

“Oke sebutkan apa yang dilarang TAP MPRS,” pinta Andika.

Kolonel A. Dwiyanto lantas menjelaskan bahwa yang dilarang TAP MPRS ialah ajaran komunisme, organisasi komunis maupun organisasi underbow dari komunis tahun 1965. Andika lantas memintanya untuk membuka kembali isi dari TAP MPRS.

“Saya kasih tahu nih, TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966. Satu menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang, tidak ada kata-kata underbow segala macam. Kedua, menyatakan komunisme, leninisme, marxisme sebagai ajaran terlarang, itu isinya,” tegas Andika.

“Ini adalah dasar hukum, legal ini, tapi tadi yang dilarang itu PKI, kedua adalah ajaran komunisme, lenisisme, marxisme, itu yang tertulis. Keturunan ini melanggar TAP MPRS, dasar hukum apa yang dilanggar sama dia?,” sambungnya.

Kolonel A. Dwiyanto langsung menjawab tidak ada yang dilanggar apabila TNI menerima calon prajurit dari keturunan PKI.

Andika menegaskan kalau dirinya patuh terhadap peraturan perundang-undangan. Kalau misalkan adanya pelarangan keturunan PKI untuk masuk menjadi prajurit TNI, maka harus ada aturan hukumnya.

“Jadi jangan kita mengada-ada, saya orang yang patuh peraturan perundang-undangan yang ada, kalau kita melarang pastikan kita punya dasar hukum. Zaman saya tak ada lagi keturunan dari apa, tidak, karena saya menggunakan dasar hukum,” tandasnya. (dam)

Exit mobile version