Viral Nelayan Langgar WPP Kena Denda Rp700 Juta Lebih

bca

Surat dan billing yang dibayarkan pemilik kapal ke keuangan negara setelah tertanggap aparat melanggar Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Foto : Ist

INDOPOS.CO.ID – Minimnya sosialisasi dan mudahnya membuat kebijakan di negeri ini membuat munculnya banyak pelanggaran. Terbukti, dari viralnya billing pembayaran denda pelanggaran Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), dimana si pelanggar harus membayar ke kas negara dalam jumlah tinggi, mencapai Rp772.142.400. Kapal tersebut ditangkap pada 1 April 2022, lalu tanggal pembayaran billing pun langsung dilakukan keesokannya, Sabtu (2/4/2022).

Viralnya nilai billing yang fantastis itu banyak komentar di hampir semua grup whatsApp (WA) insan perikanan. Sebagian besar mengaku prihatin. Bahkan tak sedikit yang berkomentar kasihan nelayan, atau pengusaha dalam negeri akan segera bangkrut dan ada juga yang mengatakan sungguh berat bagi kapten /nokhoda tidak peduli bagi hasil tujuan melaut untuk cari ikan. Kalau di WPP tidak ada musim ikan terus cuaca buruk ombak besar masa tetap diam di WPP, pasti nokhoda akan berpikir keras, jika balik kepangkalan tanpa hasil juga pasti jadi masalah.

Ada juga yang menyampaikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyikat dari segala penjuru, baik menaikkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sampai denda yang mematikan.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Dirjen PSDKP) KKP Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin menjelaskan, langkah tersebut amanat Undang-Undang Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja (UUCK).

“Untuk mewujudkan roadmap menuju ekonomi biru, laut sehat, Indonesia sejahtera, perlu dibangun kesamaan persepsi dalam pengawasan dan pengenaan sanksi terhadap pelanggaran di bidang kelautan dan perikanan,” ungkap pejabat yang biasa disapa Adin itu.

Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa peserta rakernas sepakat untuk mengedepankan pendekatan ultimum remedium melalui pengenaan sanksi administratif dalam penanganan pelanggaran di bidang kelautan dan perikanan.

Selain itu, peserta rakernas juga menyepakati upaya menyamakan pola tindak pengawasan dalam pengenaan sanksi administratif, yang akan dituangkan dalam Standard Operational Procedure (SOP) penyerahan hasil pengawasan kepada Pengawas Perikanan dan Polisi Khusus Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Polsus PWP3K).

“Ini hal yang positif, pertama sepakat untuk mendorong pendekatan ultimum remedium melalui pengenaan sanksi administratif. Kedua, akan ada SOP yang dijadikan panduan untuk kesamaan pola tindak dalam penyerahan hasil pengawasan untuk pengenaan sanksi administratif,” ujar Adin.

Sebelum terbitnya UU CK –yang merevisi UU Perikanan– semua pelanggaran perikanan merupakan tindak pidana. Sejak terbit UU CK, sanksi pidana tidak dikedepankan –ultimum remedium–, sejauh mungkin diterapkan sanksi administratif –terdiri dari teguran/peringatan, paksaan pemerintah, denda administratif, pembekuan dan pencabutan izin.

Pelanggaran jalur merupakan pelanggaran yang dimungkinkan dikenai sanksi administratif –sebelumnya sanksi pidana. Sesuai dengan PP No. 5/2021 Pasal 212, bagi pelaku usaha yang dikenai sanksi pidana juga akan dikenai sanksi administarsi berupa pencabutan NIB –ini berlaku untuk semua sektor.

Pengenaan besaran denda administratif diatur dalam Pasal 320 PP No.5/2021. Besaran denda tergantung dengan GT kapal dan lamanya hari dalam melakukan pelanggaran. Ada juga kapal yang hanya didenda Rp20 juta bahkan dibawah Rp10 juta. Berbeda dengan Kapal Motor (KM) berinisial KB (GT 145) yang memiliki izin operasional di WPP 711 –meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan. Ditangkap di WPP 712 perairan laut Jawa.

Menurut pantauan vessel monitoring system yang ada di KKP kapal tersebut memang tidak pergi ke WPP-nya, tapi langsung menangkap di WPP yang tidak sesuai izin kapal tersebut.

“Terus piye, nii (terus gimana, Red) peraturan membunuh nelayan lokal. Saking pusingnya nahkoda tidak ada pendapatan jadinya terpaksa melanggar batas wilayah dari 711 masuk 712. Gimana? Ga ada penghasilan solar terbatas jadi terpaksa keluar batas wilayah, tapi malah dikuras habis oleh denda. Ya gantung diri oh sampai kapan kaya gini. Udah dipungut PNBP sekarang dipungut denda.. mati…mati…makan rebusan batu,” tulis Caslan, pemilik kapal Tegal, kolega dari pemilik kapal yang tertangkap. (ney)

Exit mobile version