Pemerkosa 13 Santri Divonis Mati, Pakar: Keadilan Masih Ada

Herry Wirawan

Terdakwa pemerkosa belasan santri di Bandung, Herry Wirawan, keluar dari ruang persidangan setelah agenda sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (11/1/2022). Foto: Humas Kejati Jabar

INDOPOS.CO.ID – Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menanggapi, vonis hukuman mati terhadap terdakwa kasus pemerkosaan terhadap belasan santriwati, Herry Wirawan. Terlepas dari kasus itu, sebenarnya ia tidak setuju dengan hukuman mati.

“Saya sendiri sejak awal tidak setuju hukuman mati, karena yang paling berhak mematikan orang adalah Tuhan Allah SWT,” kata Abdul Fickar melalui gawai, Jakarta, Senin (4/4/2022).

Namun, hukuman mati masih menjadi hukum positif di Indonesia. Vonis mati tersebut diputuskan Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung dalam sidang banding yang diajukan oleh jaksa.

Menurutnya, hukuman yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi Bandung dinilai wajar dan tidak melanggar apa pun, karena memang itu kewenangannya.

“Hukuman mati sebagainana diatur Pasal 10 KUHP, masih berlaku sebagai hukum yang berlaku,” terang Fickar.

Ia menambahkan, putusan yang dikeluarkan hakim mencerminkan nilai keadilan yang diharapkan para pencari keadilan. Terutama bagi para korban dari kejahatan kasus tersebut.

“Hukuman ini menjadi indikator bahwa rasa keadilan masyarakat masih hidup, terhadap kejejaman dan kekerasan yang dilakukan seseorang apalagi dengan memanipulasi simbol keagamaan,” ujar Fickar.

Maka itu, Majelis hakim Pengadilan Tinggi Bandung menjatuhi hukuman mati terhadap pemilik Pondok Pesantren Tahfidz Madani itu.

“Ini saya kira yang mendorong rasa keadilan hakim menjadi ekstrem seperti itu. Sehingga hukuman mati menjadi pilihannya,” ucapnya.

Pengadilan Negeri Bandung sempat memvonis pelaku pencabulan terhadap 13 orang santriwati dengan hukuman seumur hidup. Namun, Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung mengabulkan banding yang dimohonkan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dengan memvonis Herry Wirawan hukuman mati.

“Menerima permintaan banding dari jaksa atau penuntut umum. Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati,” ucap Hakim PT Bandung diketuai Ketua Pengadilan Tinggi Bandung Herri Swantoro seperti dikutip pada laman Pengadilan Tinggi Bandung, Senin (4/4/2022).

Dalam putusan tersebut, Herry tetap dijatuhi hukuman sesuai Pasal 21 KUHAP jis pasal 27 KUHAP jis pasal 153 ayat (3) KUHAP jis ayat (4) KUHAP jis pasal 193 KUHAP jis Pasal 222 ayat (1) jis ayat (2) KUHAP jis pasal 241 KUHAP jis pasal 242 KUHAP. PP nomor 27 Tahun 1983, Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo

Pasal 76.D UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo pasal 65 ayat (1) KUHP dan ketentuan-ketentuan lain yang bersangkutan.

Perbuatan Herry Wirawan dinilai telah terbukti bersalah sesuai dengan pasal 81 ayat (1), ayat (3) dan (5) jo pasal 76.D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama. N Arie Lukihardianti.(dan)

Exit mobile version