Akademisi Imbau Mahasiswa Berdemonstrasi secara Intelektual

Demo Mahasiswa

Ilustrasi

INDOPOS.CO.ID – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) seluruh Indonesia berencana melakukan aksi demontrasi, Senin (11/4/2022) sebagai respons terhadap beberapa isu nasional yang saat ini sedang hangat antara lain terkait wacana penundaan pemilu, presiden tiga periode, kasus kelangkaan minyak goreng dan terkait Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) serta beberapa isu lainnya.

Akademisi mengimbau kepada para mahasiswa yang berencana melakukan aksi demonstrasi tersebut agar menyampaikan aspirasinya secara intelektual dan teratur.

“Silakan saja berdemontrasi, tetapi saya memberi tahu kepada mahasiswa supaya berdemonstrasilah secara intelektual. Tunjukan intelektualmu sebagai mahasiswa. Karena mahasiswa adalah akademisi yang terbiasa dengan berdebat dan berdiskusi. Silakan berdiskusi dengan pemerintah atau DPR secara ketat. Ajukan argumentasimu, ajukan tuntutanmu yang berbasis pada rasionalitas, fakta, dan bukti,” ujar akademisi dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Dr. Emrus Sihombing, Minggu (10/4/2022).

Emrus mengatakan, jika demonstrasi itu menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat atau adanya penumpang-penumpang gelap, ini harus diperhatikan dan diantisipasi.

“Karena tidak menutup kemungkinan penumpang gelap itu muncul di tengah demonstrasi mahasiswa. Silakan demonstrasi, menej dengan baik sehingga mahasiswa terlihat sebagai akademisi dengan mengedepankan otak atau pikiran dalam berargumentasi,” ujarnya.

Emrus berpendapat, solusi yang perlu dilakukan secara simultan yakni pemerintah menjelaskan tuntutan-tuntutan itu mulai sekarang atau lebih cepat lebih baik. Dan, bagaimana posisi pemerintah terhadap tuntutan itu.

“Ajaklah dialog para mahasiswa dan tokoh-tokoh mahasiswa itu. Berdiskusilah. Saya kira mahasiswa ingin diajak berdiskusi dan didengar oleh semua orang. Diskusi secara terbuka sehingga bisa dilihat posisi pemerintah dan rasionalitas argumentasi mahasiswa. Namun perlu diingat diskusi itu harus elegan dan kepala dingin serta saling menghargai satu dengan yang lain. Dan terutama saya mengharapkan para mahasiswa berdemontrasi secara tertib dan utamakan adu argumentasi,” katanya.

Lebih jauh Emrus mengatakan, wacana penundaan pemilu dan masa jabatan presiden tiga periode menimbulkan kegaduhan publik. Ini terjadi karena lemahnya komunikasi publik pemerintah.

“Kelemahan pemerintah itu terletak pada diagnosis komunikasi. Seharusnya pemerintah bisa mendiagnosis komunikasi. Kalau memang diwacanakan penundaan pemilu dan jabatah presiden tiga periode, seharusnya pemerintah bisa mendiagnosis kira-kira apa reaksi yang muncul di ruang publik. Mungkinkah terjadi kegaduhan dan demonstrasi di ruang publik? Kalau diagnosis itu dilakukan secara jitu maka pemerintah dalam hal ini beberapa menteri tidak perlu mewacanakan penundaan pemilu dan presiden tiga periode,” kata Emrus.

Emrus menegaskan, wacana penundaan pemilu dan presiden tiga periode sangat tidak konstitusional atau tidak sesuai dengan demokrasi konstitusional yang dianut di Indonesia.

“Diagnosis itu memang sulit dilakukan pemerintah karena komunikasi politik dan konsep teori komunikasi tidak menjadi perhatian utama dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo. Karena itu, demonstrasi mahasiswa itu adalah hak konstitusi setiap warga negara. Tetapi saya mengharapkan demonstrasi mahasiswa dilakukan secara intelektual, teratur dan tertib dengan mengedepankan argumentasi rasional,” pungkasnya.(dam)

Exit mobile version