Kejagung, KPK dan Polri Harus Usut Tuntas Kasus Minyak Goreng

kkp

Ketua Umum Komite Pedagang Pasar (KPP) Abdul Rosyid. (Nasuha/ INDOPOS.CO.ID)

INDOPOS.CO.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kepolisian harus segera mengusut tuntas dugaan pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) hingga akar-akarnya.

Pernyataan tersebut diungkapkan Ketua Umum Komite Pedagang Pasar (KPP) Abdul Rosyid Arsyad melalui gawai, Kamis (21/4/2022). Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan empat tersangka dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO.

Dia mengatakan, penetapan tersangka terkait perijinan ekspor CPO sudah tepat. Karena, mereka telah merugikan negara dan merusak perekonomian negara.

“Kami bersama pedagang mendukung Presiden Jokowi, Kejagung, Kapolri dan KPK untuk mengusut tuntas masalah minyak goreng di Indonesia,” katanya.

Dia menegaskan, Presiden seharusnya tak ragu mencopot Menteri Perdagangan (Mendag), apabila masih ditemukan pejabat Kementerian Perdagangan (Kemendag) bermain mata dengan pengusaha swasta.

“Harus ada penegakkan hukum secara perorangan dan koorporasi yang terlibat memainkan stok dan harga minyak goreng. Jelas ini telah menyengsarakan masyarakat dan membuat gejolak ekonomi serta politik di Indonesia,” ungkapnya.

“Harus tegas copot jabatannya, negara tidak boleh kalah oleh perusahaan swasta, negara harus basmi mafia minyak goreng dan harus tegas secara hukum,” imbuhnya.

Menurut dia, karena ulah para mafia tersebut telah menyebabkan harga minya goreng naik dan terjadi kelangkaan di pasaran. Sebelumnya Jaksa Agung Burhanudin mengungkap peran Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen Daglu Kemendag) inisial IWW yang baru saja ditetapkan sebagai tersangka.

“IWW berperan menerbitkan persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya karena tidak memenuhi syarat, yaitu telah mendistribusikan CPO dan RBD palm oil tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri atau DPO, tidak mendistribusikan CPO dan RBD ke dalam negeri sebagaimana kewajiban di dalam DMO, yaitu 20 persen dari total ekspor,” katanya.

“Adanya permufakatan antara pemohon dan pemberi izin dalam proses penerbitan persetujuan ekspor,” imbuhnya.

Sementara ketiga tersangka swasta dalam kasus ini di antaranya Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia berinisial MPT, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) berinisial SMA, dan General Manager di Bagian General Affair PT Musim MAS berinisial PTS. (nas)

Exit mobile version