KPK Blokir Rekening Bank dalam Kasus Pengadaan Helikopter Rp139,4 Miliar

heli

KPK ketika menetapkan Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway, Direktur PT. Diratama Jaya Mandiri sebagai tersangka dan ditahan terkait kasus pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI AU tahun 2016-2017, Selasa (24/5/2022). (Ist)

INDOPOS.CO.ID – Dalam penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI AU tahun 2016-2017, tim penyidik KPK telah memblokir rekening bank PT. Diratama Jaya Mandiri (DJM) senilai Rp139,4 miliar.

“Pemblokiran rekening ini diduga ada kaitan erat dengan perkaranya. Pemblokiran sebagai langkah sigap KPK untuk menyita simpanan uang tersangka, yang selanjutnya dapat dirampas untuk pemulihan kerugian keuangan negara, sesuai putusan pengadilan nantinya,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri, Jumat (27/5/2022).

Sebagaimana diketahui, dari pengadaan helikopter ini diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp224 miliar dari nilai kontrak Rp738, 9 miliar atau sekitar 30% -nya

“Akibat pengadaan yang tidak sesuai spek kontrak tersebut, helikopter ini pun diduga menjadi tidak layak dipergunakan sebagaimana fungsi atau kebutuhan awalnya. Hal ini menunjukkan betapa korupsi sangat merugikan negara,” tandas Ali.

KPK berharap pemblokiran rekening ini menjadi langkah awal, untuk mengoptimalkan pemulihan kerugian keuangan negara yang timbul dari dugaan tindak pidana ini.

“Tim Penyidik masih akan terus melakukan pengumpulan berbagai alat bukti untuk melengkapi pemberkasan. Kami berharap para pihak terkait untuk kooperatif agar penanganan perkaranya bisa segera diselesaikan sesuai kaidah-kaidah hukum secara efektif dan efisien,” katanya.

Ali mengatakan KPK juga mengajak masyarakat untuk terus mengikuti dan mengawasi perkembangan proses penegakkan hukum pada dugaan TPK pengadaan helikopter ini.

Untuk diketahui dalam perkara ini KPK sebelumnya telah mengumumkan tersangka, yakni IKS (Irfan Kurnia Saleh) alias JIK (Jhon Irfan Kenway), Direktur PT DJM (Diratama Jaya Mandiri) dan Pengendali PT. KCG (Karsa Cipta Gemilang).

Tersangka telah ditahan oleh KPK setelah tim penyidik memeriksa sekitar 30 orang saksi dan untuk keperluan proses penyidikan.

Tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan IKS selama 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 24 Mei 2022 sampai dengan 12 Juni 2022 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih.

Dalam konstruksi perkara dijelaskan bahwa pada sekitar Mei 2015, IKS selaku Direktur PT DJM dan Pengendali PT KCG bersama LP (Lorenzo Pariani) sebagai salah satu pegawai perusahaan AW (AgustaWestland) menemui MS (Mohammad Syafei) yang saat itu masih menjabat selaku Asisten Perencanaan dan Anggaran TNI Angkatan Udara di wilayah Cilangkap, Jakarta Timur.

Dalam pertemuan tersebut kemudian membahas di antaranya akan dilaksanakannya pengadaan helikopter AW 101 VIP/VVIP TNI AU.

IKS yang juga menjadi salah satu agen AW diduga selanjutnya memberikan proposal harga pada MS dengan mencantumkan harga untuk satu unit helikopter AW-101 senilai US$ 56, 4 juta di mana harga pembelian yang disepakati IKS dengan pihak AW untuk satu unit helikopter AW-101 hanya senilai US$ 39,3 juta (ekuivalen dengan Rp514,5 miliar).

Sekitar November 2015, panitia pengadaan helikopter AW 101 VIP/VVIP TNI AU, mengundang IKS untuk hadir dalam tahap prakualifikasi dengan menunjuk langsung PT. DJM sebagai pemenang proyek dan hal ini tertunda karena adanya arahan pemerintah untuk menunda pengadaan ini karena pertimbangan kondisi ekonomi nasional yang belum mendukung.

Pada tahun 2016, pengadaan helikopter AW 101 VIP / VVIP TNI AU kembali dilanjut dengan nilai kontrak Rp738, 9 miliar dan metode lelang melalui pemilihan khusus yang hanya diikuti oleh 2 perusahaan.

Dalam tahapan lelang ini, panitia lelang diduga tetap melibatkan dan mempercayakan IKS dalam menghitung nilai HPS (Harga Perkiraan Sendiri) kontrak pekerjaan. Harga penawaran yang diajukan IKS masih sama dengan harga penawaran di tahun 2015 senilai US$ 56,4 juta dan disetujui oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

IKS juga diduga sangat aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan FA (Fachri Adamy) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Untuk persyaratan lelang yang hanya mengikutkan 2 perusahaan, IKS diduga menyiapkan dan mengkondisikan 2 perusahaan miliknya mengikuti proses lelang ini dan disetujui oleh PPK.

Untuk proses pembayaran yang diterima IKS diduga telah 100% di mana faktanya ada beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak di antaranya tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda.

Perbuatan Tersangka IKS dimaksud diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia.

Akibat perbuatan IKS, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp224 miliar dari nilai kontrak Rp738, 9 miliar.

Tersangka tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (dam)

Exit mobile version