INDOPOS.CO.ID – Pemerintah berencana mengaudit perusahaan produsen sawit pada Juni 2022. Audit tersebut merupakan tindak lanjut setelah Indonesia dilanda kelangkaan minyak goreng.
Audit yang akan dilakukan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan itu menaungi luas dari perkebunan kelapa sawit Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pengelolaan Lahan (HPL), sistem produksinya hingga status dari perusahaan itu sendiri.
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PKS, Amin Ak mengatakan, persoalan stok dan harga minyak goreng sebaiknya dilihat dari sisi demand atau kebutuhan konsumsi di dalam negeri.
Artinya audit paling mendesak saat ini sebaiknya, dengan menjadikan sisi konsumsi sebagai patokan. Dengan kata lain, pemerintah harus menetapkan patokan harga jual produk akhir dan jumlah kebutuhannya.
Ketetapan saat ini adalah aturan mengenai harga eceran tertinggi (HET), yang dipatok Rp14 ribu per liter dengan jumlah kebutuhan sebanyak 10 juta ton CPO.
Menjadikan dua garis batas dari sisi demand tersebut, maka audit yang mendesak saat ini adalah berapa biaya produksi dan margin keuntungan yang wajar memproduksi satu liter minyak goreng.
“Jangan-jangan dengan audit yang transparan dan bebas dari kepentingan, HET-nya bisa di bawah Rp14 ribu per liter. Ini tentu harus dibuktikan lewat audit tersebut,” ujar Amin Ak melalui gawai, Jakarta, Senin (30/5/2022).
Selama ini pemerintah sudah menggaungkan audit, namun pada praktiknya, hasil audit tidak dipublikasikan secara transparan, pun demikian sanksi bagi pengusaha yang melanggar tidak pernah serius dan tegas diterapkan oleh pemerintah.
Jangan kemudian, hasil audit hanya menjadi macan ompong atau bahkan jadi alat tawar menawar kepentingan penguasa dan oligarki sawit.
“Poin ini menjadi kunci apakah audit yang dilakukan akan berdampak pada stabilitas dan pengendalian harga dan pasokan minyak goreng di dalam negeri, terutama minyak goreng curah,” ujarnya.(dan)