Selasa, 9 Agustus 2022
No Result
View All Result
www.indopos.co.id

Magazine Paten kesatu 2022

  • Home
  • Nasional
  • Megapolitan
  • Nusantara
  • Internasional
  • Gaya Hidup
  • Ekonomi
  • Olahraga
  • Koran
  • Index
www.indopos.co.id
  • Home
  • Nasional
  • Megapolitan
  • Nusantara
  • Internasional
  • Gaya Hidup
  • Ekonomi
  • Olahraga
  • Koran
  • Index
No Result
View All Result
www.indopos.co.id
No Result
View All Result
Home Headline

Pengangkatan Pj Kepala Daerah dan Pj Sekda Berpotensi Maladministrasi

by wib
Minggu, 5 Juni 2022 - 09:50
in Headline
DR Muhamad Labolo

Ketua Departemen Pengembangan Keilmuan Pemerintahan Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) Jakarta, DR Muhamad Labolo

Share on FacebookShare on Twitter

INDOPOS.CO.ID – Sejumlah organisasi masyarakat sipil, yakni, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS), Indonesia Corruption Watch (ICW) serta perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ) melaporkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian ke Ombudsman,terkait penunjukan Penjabat (Pj) kepala daerah ke Ombudsman.

Organisasi masyarakat sipil itu menduga terjadinya maladministrasi dalam penunjukan sejumlah Pj Kepala Daerah tersebut. Bahkan, ada seorang Sekda yang ditunjuk menjadi Pj Gubernur menunjuk dan melantik lagi seorang Pj Sekda untuk mengantikan dirinya, sehingga hal ini menimbulkan pertanyaan di publik, seperti yang terjadi di Provinsi Banten.

BacaJuga

Polri Akan Umumkan Tersangka Baru, Pakar: Bisa yang Merencanakan Pembunuhan

Sore Ini Kapolri Bakal Umumkan Langsung Tersangka Baru Kasus Brigadir J

Menyikapi persoalan ini, Ketua Departemen Pengembangan Keilmuan Pemerintahan Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) Jakarta, DR Muhadam Labolo menjelaskan, penunjukan seorang TNI aktif menjadi Pj kepala daerah, seperti yang terjadi di Seram Barat, Sulawesi Tengah, diduga melanggar putusan MK (Mahkamah Konstitusi) Nomor 67 PUU-XIX/2021 yang menegaskan, bahwa anggota Polri dan TNI harus mundur dari dinas aktif.

UU TNI No.34/2004 dan UU Polri No.2/2002 terkait profesionalitas dan status anggota TNI dan Polri di luar institusi yang mewajibkan mundur dari dinas aktif. UU 23/2014 tentang Pemda terkait pengisian penjabat di daerah.

“Salah satu yang diduga dilanggar adalah UU 30/2014 tentang administrasi pemerintahan (terkait asas pemerintahan yang baik). UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada (pengisian posisi oleh JPT Madya & Pratama). Satu-satunya aturan yang dijadikan reasoning dalam mengakomodir status anggota Polri & TNI adalah UU 5/2014 tentang ASN,” terang dosen senior di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) ini kepada INDOPOS, Minggu (5/6/2022).

Muhadam menjelaskan, jika nantinya Ombudsman menyatakan bahwa pengangkatan Pj Kepala Daerah itu dinyatakan maladminstrasi, maka konsekuensi hukumnya adalah semua produk kebijakan yang bersifat administratif terkait hal itu mesti diubah atau dicabut sesuai dengan rekomendasi Ombudsman.

“Intinya pejabat administratur (Mendagri) dapat mengubah putusannya bila dinilai bersifat maladministrasi, karena rekomendasi Ombudsman bersifat morally binding sekaligus legally binding. Artinya, baik secara moral maupun legalitas, Kemendagri dapat melakukan self correction,” tuturnya.

Ia menambahkan, bila dapat dibuktikan dan tergantung hasil penilaian Ombudsman. Jika bersifat retroaktif maka semua jabatan sebagaimana kasus Banten dimana seorang Pj Gubernur yang berasal dari Sekda kembali mengangkat Pj Sekda, maka dengan sendirinya mesti diperbaiki. Bila non retroaktif, artinya putusan selanjutnya saja yang mesti diperbaharui atau diperbaiki.

“Sebaliknya, bila hasilnya dinilai tidak ada unsur maladministrasi, maka semua putusan administratur berjalan sebagaimana adanya,” katanya.

Dosen di berbagai Perguruan Tinggi ini mengatakan, putusan MK No.67/PUU-XIX/2021 menegaskan bahwa anggota TNI-Polri hanya dapat diangkat menjadi Penjabat Kepala Daerah ketika yang bersangkutan telah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Amar MK ini sekalipun terang-benderang, namun tak kuasa dieksekusi lantaran beririsan dengan beleid lain.

“Bila diteliti semangat UU ASN Nomor 5/2014, UU TNI No 34/2004, UU Polri No.2/2002, UU Pemda No.23/2014, UU Administrasi Pemerintahan No.30/2014, serta UU Pilkada No.10/2016, terlihat betapa sulitnya melerai tumpang-tindih pengaturan soal posisi seseorang dalam status sebagai aparat pemerintah dan aparat negara yang diberi tugas tambahan di jabatan politik,” jelasnya.

Menurut Muhadam, dengan alasan itu ada baiknya pemerintah merelaksasi aturan teknis alokasi Penjabat Kepala Daerah yang akan berakhir di penghujung 2022 dan 2023.

“Alasannya, pertama secara teknis memperjelas posisi seseorang dalam status sebagai Penjabat Kepala Daerah. Hal ini memberi kepastian atas regulasi sektoral, mana aturan spesialis yang tunduk pada aturan generalis, dan mana aturan kecil yang tunduk pada aturan besar (lex spesialis derogat lex generalis, lex superior derogat lex inferior),” paparnya.

Selain itu, moment pengisian penjabat saat ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Sebab, aturan lama hanya mengatur masa jabatan normal dan bersifat short time, bukan long time sebagaimana yang terjadi saat ini, sehingga perlu ada pengaturan tentang hal ini.

Menurut Muhadam, pengaturan itu penting karena akan menimbulkan konsekuensi berlapis di level terendah. Semisal, terciptanya kekosongan posisi di sejumlah Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) dikarenakan pejabatnya berstatus Penjabat Kepala Daerah, baik di provinsi maupun kabupaten/kota. “Vacuum of job itu membutuhkan pengisian dengan status pelaksana harian dan dalam limitasi waktu tertentu,” cetusnya.

Ia menambahkan. sebenarnya pengisian jabatan akibat ditinggal kepala daerah yang kurang dari setahun telah diatur dalam Pasal 65-66 UU 23/2014 Tentang Pilkada. Namun masalah muncul, ketika posisi kepala OPD yang ditinggal lebih dari setahun kembali kosong.

“Pengisian ini setidaknya memperjelas status seseorang sebagai pelaksana harian dengan jangka waktu terbatas. Tanpa aturan soal itu, Penjabat Kepala Daerah setiap bulan mesti membuat surat perpanjangan pelaksana harian. Ini jelas tak efektif, selain tugas dan fungsinya yang dibatasi,” kata Muhudam.

Dikatakan, aturan teknis itu akan menegaskan afirmasi masa jabatan seorang pelaksana harian sekaligus fungsinya yang terbatas, atau mungkin sama dan sebangun dengan wewenang seorang Penjabat Kepala Daerah. “Ini penting guna mengurangi kebingungan birokrasi di level pemerintah lokal. Pengaturan teknis itu sekaligus menyempurnakan durasi transisi baik status seseorang sebagai Pj, Plh, Plt, dan Pjs di pusat dan daerah,” tegasnya.

Muhadam mengatakan, dalam perspektif kebijakan, pemerintah boleh saja tidak menindaklanjuti putusan MK sepanjang aturan yang ada dinilai memadai. Meminjam Dye, public policy is whatever governments to do or not to do. Namun dalam sudut pandang politik pemerintahan, alokasi penjabat kepala daerah saat ini tidak saja berimplikasi luas dan berdurasi panjang pada jabatan politik, juga mencegah politik transaksional dan memberi kepastian hukum atau legal certainty.

Ia menambahkan, penyesuaian teknis itu berfungsi mengurangi tensi kegaduhan pasca pelantikan 5 penjabat gubernur tahap pertama, serta mendongkrak defisit trust bagi pemerintah. Selain alasan di atas, penataan pola mekanisme rekrutmen Penjabat Kepala Daerah di lingkungan Kemendagri memperjelas personifikasi seseorang yang akan dipromosi sebagai Penjabat Kepala Daerah. Hal mana menguatkan legitimasi dan prinsip transparansi.

Tak hanya itu, aturan teknis seyogiyanya memperjelas pola rekrutmen Penjabat Kepala Daerah dengan melibatkan komite sederhana di lingkup Kemendagri, tahapan, teknis pengusulan, pertimbangan, termasuk relasi Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat. Panitia adhoc melibatkan stakeholders, baik top down maupun bottom up.Tak lupa penegasan soal kewajiban gubernur mengusulkan, dan hak pemerintah menetapkan Penjabat Kepala Daerah. Demikian pula penghapusan konsideran insidentil yang tak relevan menjadi alasan penunjukan Penjabat Kepala Daerah. Ini menyudahi kesan pembangkangan gubernur dalam hal usulan yang berseberangan

Terakhir, kata Muhamad, pengaturan teknis ini memperjelas posisi polisi dan tentara dalam ruang sipil pasca putusan MK, sekalipun UU ASN membolehkan Polisi dan Tentara duduk pada sejumlah instansi yang berhubungan dengan profesionalitas mereka, namun dalam menjalankan fungsi Penjabat Kepala Daerah sebaiknya konsisten dengan amar putusan MK.Yaitu, pensiun dari institusi induk, kecuali beralih-fungsi permanen sebagai ASN di posisi setaraf dengan JPT Madya atau Pratama. Sejauh hanya mengisi lowongan sementara dan masih terikat aktif pada institusi induk, sebaiknya tak dibolehkan.

“Pengaturan itu sekaligus menjaga spirit reformasi yang kini mulai bocor halus pasca 24 tahun reformasi, dimana tugas aparat keamanan dan pertahanan dimasa normal cukup mengawal demokrasi (back to barracks) bukan kembali berperan ganda (dwi fungsi). Daya jangkau aturan teknis ini bisa bersifat non retroaktif atau sebaliknya guna memberi keadilan bagi semua, sekaligus tegak lurus dengan aturan diatasnya,” tandasnya.(yas)

Tags: Ombudsmanpj kepala daerahPj Sekda
ShareTweetSendShareSend

Related Posts

Pj-Sekda-Banten-M-Tranggono
Nusantara

Pj Sekda M Tranggono: Pemprov Banten Komitmen Tertib Laporan Keuangan Daerah

Selasa, 2 Agustus 2022 - 23:40
Viral, Pelajar SMAN 6 Kabupaten Tangerang Belajar di Lantai
Nusantara

Ombudsman Akan Datangi SMAN 6 Tangerang yang Muridnya Belajar di Lantai

Sabtu, 23 Juli 2022 - 12:05
maladministrasi
Nasional

Kemendagri Wajib Tindaklanjuti Rekomendasi Ombudsman Terkait Maladministrasi Penunjukan Pj Kepala Daerah

Kamis, 21 Juli 2022 - 19:40
ojat
Nusantara

Pengamat Tuding ORI Terlalu Prematur Sebut Penunjukan Pj Maladministrasi

Rabu, 20 Juli 2022 - 15:00
Ombudsman
Nusantara

Ombudsman Sarankan Dindikbud Banten Membuka Ruang Partisipasi Publik

Rabu, 22 Juni 2022 - 09:21
kemendagri
Nasional

KPK dan Kemendagri Imbau Pj Kepala Daerah Jauhi Perilaku Koruptif

Kamis, 16 Juni 2022 - 19:55
Load More

Populer hari ini

Mako Brimob

Lokalisir Ferdy Sambo ke Mako Brimob, IPW: Potensi Ancaman Itu Nyata

Minggu, 7 Agustus 2022 - 15:27
sambo

Tempat Khusus Irjen Ferdy Sambo, Kompolnas: Ada Potensi Irsus Lakukan Pendalaman

Minggu, 7 Agustus 2022 - 14:56
kamarudin

Pengacara Brigadir J Minta para Pelaku Obstruction of Justice Bila Terbukti Harus Dipidana

Minggu, 7 Agustus 2022 - 19:12
Sosmed

Serda Ucok Siap Cari Pembunuh Brigadir J, TNI AD: Itu Upaya Adu Domba TNI dan Polri

Selasa, 9 Agustus 2022 - 09:40
ojat

Skandal Mutasi Empat PNS Banten Akan Diadukan ke Kemendagri

Minggu, 7 Agustus 2022 - 21:13

E-Paper

Koran Indoposco Edisi 9 Agustus 2022 - Screenshot 2022 08 09 at 12.34.26 AM - www.indopos.co.id
koran indoposco

Koran Indoposco Edisi 9 Agustus 2022

by gimbal
Selasa, 9 Agustus 2022 - 00:45
Koran Indoposco Edisi 5 Agustus 2022 - Screenshot 2022 08 05 at 1.05.31 AM - www.indopos.co.id
koran indoposco

Koran Indoposco Edisi 5 Agustus 2022

by gimbal
Jumat, 5 Agustus 2022 - 01:10
Koran Indoposco Edisi 2 Agustus 2022 - Screen Shot 2022 08 02 at 01.31.22 - www.indopos.co.id
koran indoposco

Koran Indoposco Edisi 2 Agustus 2022

by gimbal
Selasa, 2 Agustus 2022 - 01:38
www.indopos.co.id | indoposco.id

Copyright © 2022.

www.indopos.co.id | indoposco.id

  • Redaksi
  • Iklan
  • Pedoman Media Siber
  • Standar Perlindungan Wartawan

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • Nasional
  • Megapolitan
  • Nusantara
  • Internasional
  • Gaya Hidup
  • Ekonomi
  • Olahraga
  • Koran
  • Index

Copyright © 2022.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist