Soal Partai Sombong, Megawati Dinilai Paham Semiotika Komunikasi Politik

Megawati SP

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri saat pidato pembukaan Rakernas di di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa (21/6/2022). ( Youtube PDI Perjuangan)

INDOPOS.CO.ID – Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dinilai memahami semiotika komunikasi politik ketika menyinggung soal sindiran partai sombong yang diungkapkan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh pada penutupan rapat kerja nasional (Rakernas) Partai NasDem, Jumat (18/6/2022) lalu.

“Menurut saya, Ibu Megawati sangat menguasai betul semiotika komunikasi politik. Artinya, Surya Paloh memainkan simbol tertentu, tetapi maknanya kepada parpol tertentu. Tidak disebut atau disebut target sindiran itu adalah pemahaman komunikasi dari aspek denotatif atau tersurat. Coba dilihat partai mana yang kadernya didukung publik tetapi belum diusung oleh partainya sendiri,” kata pakar komunikasi politik (komunikolog) dari Universitas Pelita Harapan Dr. Emrus Sihombing, kepada indopos.co.id, Rabu (22/6/2022).

Menurut Emrus, pernyataan soal partai sombong yang disampaikan Ketua Umum NasDem Surya Paloh itu harus dipahami dari perspektif makna konotatif atau tersirat.

“Bisa saja pernyataan partai sombong itu terkait kader tertentu yang elektabilitasnya sudah tinggi tetapi partai di mana kader itu bernaung belum menyatakan untuk mengusungnya,” ujar Emrus.

Emrus berharap, seluruh parpol yang ada tetap menjaga etika politik dan tidak saling menyindir satu sama lain.

“Pernyataan partai sombong tidak mungkin diarahkan ke partainya sendiri (NasDem), pasti ke partai lain. Sebaiknya partai politik dan aktor politik lebih fokus mengurus programnya sendiri untuk kesejahteraan rakyat. Jangan membuat labeling tertentu kepada partai lain. Misalnya soal partai sombong. Itu tidak bagus dari etika politik,” tandasnya.

Menurut Emrus, pernyataan soal partai sombong itu lebih mengindikasikan ketidakmatangan dalam berpolitik.

“Itu menunjukkan aktor politik yang tidak matang. Dalam konteks pernyataan partai sombong itu, dia bukan politisi yang matang,” kata Emrus.

Emrus mengatakan, dalam komunikasi politik harus mengindahkan aksiologi komunikasi dan etika komunikasi.

Karena itu, kata Emrus, sangat wajar kalau Megawati memberikan respons terhadap pernyataan soal partai sombong itu. Karena, ada kader PDI Perjuangan (Ganjar Pranowo) yang direkomendasikan Rakernas Partai NasDem sebagai salah satu bakal capres.

Emrus mengkritisi soal elektabilitas yang diduga sebagai dampak permainan manipulasi dalam komunikasi politik. “Masyarakat jangan sampai terjebak dalam permainan elektabilitas ini,” katanya.

Terkait salah satu bakal capres yang direkomendasikan Partai NasDem, dalam hal ini kader PDI Perjuangan Ganjar Pranowo, Emrus mengatakan lebih elegan kalau Partai NasDem mengusung kadernya sendiri.

“Secara semiotika komunikasi, pengusungan kader partai lain itu menunjukkan bahwa kaderisasi di partai lain lebih baik dari partainya sendiri. Artinya, diusungnya nama kader partai lain itu menunjukkan bahwa belum ada kader di partai sendiri yang selevel dengan kader partai lain tersebut,” ujarnya.

Lebih jauh, Emrus mengatakan politik di Indonesia sangat cair, unpredictable dan sulit diprediksi. Hal ini bisa dilihat dalam konteks pengusungan capres dan Pilkada.

“Pengusungan capres itu sangat pragmatis. Jadi tidak ada jaminan, calon tertentu tidak akan diusung oleh partai tertentu. Contoh, di Pilkada, PDIP Perjuangan ada yang berkoalisi dengan PKS dan Partai Demokrat. Jadi politik itu cair,” katanya. (dam)

Exit mobile version