Pemerintah Daerah Didesak Cabut Izin Holywings

wings

Bar-resto Holywings di kawasan Jakarta Utara. Foto: Instagram/@holywingsindonesia

INDOPOS.CO.ID – Pengurus Pusat (PP) Himpunan Pemuda Alkhairaat (HPA) mendesak pemerintah daerah mencabut izin usaha bar-resto Holywings, menyusul kontroversi promosi minuman keras bernada penistaan agama.

Holywings menawarkan promo lewat media sosialnya tentang minuman keras gratis terhadap pengunjung yang, bernama Muhammad dan Maria. Hal itu menuai kecaman dari banyak pihak.

“Kami dari Himpunan Pemuda Alkhairaat. Sangat menyayangkan manajemen Holywings melakukan promosi minuman alkohol secara ugal-ugalan, dengan cara menyakitkan umat Islam dan Kristiani,” kata Wakil Ketua PP-HPA Shauqi H. Maskati saat dihubungi, Jakarta, Sabtu (25/6/2022).

Ia mengatakan, tindakan yang dilakukan Holywings tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Karenanya, pemerintah daerah harus mengambil tindakan atas kejadian tersebut.

“Meminta kepada pemerintah untuk segera mencabut izin (usaha) Holywings. Karena jika dibiarkan, ini akan menjadi tuman (terus-terusan). Ngga boleh berlanjut. Ini mereka sudah tahu salah,” ujar Shauqi.

Usulan pencabutan izin itu bukan tanpa alasan, tentu harus ada perbaikan dari sisi pengelolaan. Sebab, berapa kali tempat usaha tersebut bikin ulah sejak diberlalukannya aturan pembatasan masyarakat. “Ditutup tempat usahanya dulu. Kemudian ada evaluasi,” tegasnya.

Holywings telah meminta maaf soal promosi gratis minuman alkohol menggunakan nama Muhammad dan Maria. Tim manajemen tak tahu dan menegaskan memberikan sanksi berat kepada tim promosi.

“Terkait dengan viralnya unggahan kami (Holywings Indonesia) menyangkut promosi dengan menggunakan nama Muhammad dan Maria. Kami telah menindaklanjuti pihak tim promosi yang membuat promosi tersebut tanpa sepengetahuan manajemen Hollywings Indonesia, dengan sanksi yang sangat berat,” tulis Holywings dalam Instagram-nya @holywingsindonesia, Jumat (24/6/2022).

Polisi telah menetapkan enam orang pegawai Holywings sebagai tersangka. Setelah menemukan alat bukti yang cukup, serta meningkatkan status kasus penyelidikan ke tahap penyidikan.

Akibat perbuatannya para tersangka dijerat dengan Pasal 14 Ayat 1 dan Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dan juga Pasal 156 atau Pasal 156 A KUHP. Serta Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE.

“Ancaman hukuman paling tinggi 10 tahun penjara,” ujar Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto. (dan)

Exit mobile version