INDOPOS.CO.ID – Kasus kekerasan seksual kian marak. Salah satunya kasus dugaan pencabulan yang melibatkan anak ulama di Jombang, Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi (42).
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Luluk Nur Hamidah meminta Pemerintah segera menyusun aturan turunan UU Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
“Pengesahan UU TPKS patut dirayakan sebagai momentum penting (milestone), dari agenda pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia khususnya perlindungan bagi korban kekerasan seksual di Indonesia,” kata Luluk dalam keterangannya, Jakarta, Jumat (8/7/2022).
Ia menilai, kurangnya sosialisasi dan belum adanya pedomanan teknis dari UU TPKS menjadi salah satu alasannya. Aturan tersebut mengamanatkan pembentukan 10 Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden sebagai pedoman teknis pelaksanaan.
“Meskipun UU memberikan waktu hingga 2 tahun dari sejak ditetapkannya sebagai UU, namun mengingat urgensi dan kedaruratan situasi dan kondisi kekerasan seksual di Tanah Air maka mestinya pemerintah menyegerakan dan memprioritaskan PP dan Perpres turunan UU TPKS,” tuturnya.
Ia berpandangan, dalam kasus pencabulan di Jombang, pihak yang menghalangi jika diterpakan UU TPKS maka bisa dijerat pidana.

Aturan yang dimaksud Luluk tertuang dalam Pasal 19 UU TPKS berbunyi: setiap orang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan/atau pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, atau Saksi dalam perkara TPKS dapat diancam Pidana penjara paling lama 5 tahun.
“Bapaknya sudah jelas terbuka minta agar anaknya tidak ditangkap. Lalu simpatisan yang secara sengaja menghalangi aparat melakukan penangkapan, apalagi dengan perlawanan,” ujar Luluk.
Tersangka dugaan kasus pencabulan santriwati, MSAT (42), yang merupakan putra kiai ternama di Jombang akhirnya menyerahkan diri kepada pihak kepolisian pada Kamis malam atau sekitar pukul 23.35 WIB. (dan)