DPR: Komitmen Polri Harus Dikawal Agar Tetap On The Track

Keterangan-Kasus-Brigadir-J

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan keterangan pers penetapan tersangka kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Markas Besar (Mabes) Polri, Jakarta, Selasa (9/8/2022). Foto: Dhika Alam Noor/INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengatakan, penanganan kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J harus dilihat secara proporsional. Adanya dugaan tidak transparan dalam penanganan, sejauh ini, menurut dia, komitmen Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) sudah on the track.

“Dari penetapan tersangka Bharada E (Richard Eliezer Pudihang Lumiu) dengan Pasal 338 KUHP jo Pasal 56. Ini menunjukkan ada penyerta,” ungkapnya secara daring, Senin (8/8/2022).

Belum lagi, penetapan tersangka tersebut, diikuti langkah Inspektorat Khusus (Irsus) memeriksa Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo di tempat khusus. Dan juga dilakukan penebalan keamanan yang dilakukan Brimob.

“Tugas Polri sudah on the track, dan tugas kita mengawasi penanganan agar tetap on the track,” katanya.

“Kalau ada dugaan pelanggaran etik yang ditangani oleh Irsus dan juga tugas Timsus, maka semuanya harus dikawal,” imbuhnya.

Arsul menilai, langkah yang dilakukan oleh lembaga dan stakeholder terkait dalam penanganan kasus tersebut terkesan balapan. Bahkan peran Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sulit dibedakan dengan tugas pro justitia yang dilakukan Polri.

Kepala Divisi (Kadiv) Profesi dan Pengamanan (Propam) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) nonaktif Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo. Foto: Dhika Alam Noor/INDOPOS.CO.ID

“Semestinya Komnas HAM hanya melakukan penyelidikan dan penyidikan ada tidaknya pelanggaran HAM,” ucapnya.

“Kalau kemudian bicara dari waktu ke waktu menjadi overlapping,” tambahnya.

Arsul mengajak masyarakat mengawal penanganan kasus tersebut. Namun demikian harus proporsional dan tidak otoriter menanggapi kasus ini.

Dia mengungkapkan, penanganan kasus dugaan etik bisa dilakukan bersamaan dengan dugaan pidana. Namun, karena pemeriksaan dilakukan kepada satu orang tentu menimbulkan kesulitan.

“Tidak mungkin dalam penyidikan etik kemudian juga untuk kepentingan pro justitia,” terang Arsul.

Apalagi, dikatakan dia, penanganan melalui pro justitia oleh Polri sangat ditentukan oleh alat bukti yang ada. Karena, progres penanganan kasus hingga saat ini sudah terkoneksi dengan baik.(nas)

Exit mobile version