Kasus Ferdy Sambo Bisa Jadi Pintu Masuk Bersihkan Institusi Polri dari Mafia

pengamat

Praktisi hukum dari Perekat Nusantara, Petrus Selestinus. Foto: Istimewa

INDOPOS.CO.ID – Kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang menyeret mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Pol Ferdy Sambo bisa menjadi pintu masuk untuk membersihkan dan memperbaiki institusi Polri yang selama ini dicurigai banyak mafia.

“Itu menjadi sisi positif buat institusi Polri dalam kasus Ferdy Sambo ini. Terlepas dia dituduh melakukan pembunuhan, tetapi dalam sisi yang lain dia menjadi pintu masuk untuk memperbaiki institusi Polri,” kata praktisi hukum dari Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) Petrus Selestinus kepada indopos.co.id, Jumat (12/8/2022).

Menurut Petrus, hak Ferdy Sambo harus dilindungi karena dalam diri Ferdy banyak hal yang perlu diungkap. Bahkan dalam kasus ini, Ferdy menjadi sangat penting. Ferdy Sambo menjadi pintu masuk untuk memperbaiki institusi Polri.

Petrus mengatakan proses penyelidikan dan penyidikan kasus Ferdy Sambo dirusak sendiri oleh Polri.

“Semua orang seolah-olah boleh bicara tentang hasil penyelidikan dan penyidikan. Kok, bisa begitu gampangnya hasil penyelidikan dan penyidikan di tangan penyidik beredar luas di tengah masyarakat,” tandas Petrus.

Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) nonaktif Inspektur Jenderal Ferdy Sambo usai jalani pemeriksaan di Gedung Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2022). Foto: Antara/Laily Rahmawaty/am

Ia menjelaskan bahwa memang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak mengatur apakah hasil penyelidikan dan penyidikan boleh dibuka ke publik atau tidak. Namun, dalam praktik selama ini, kata Petrus, demi kepentingan untuk mendapatkan kebenaran secara jujur (kebenaran sejati) maka sebaiknya hasil penyelidikan dan penyidikan jangan dibuka ke publik terlebih dahulu.

“Ini bukan menolak transparansi, tetapi perlu waktu untuk mengungkap ke publik. Karena bisa saja, barang bukti yang masih tercecer bisa hilang, atau orang bisa berubah-ubah. Seharusnya polisi menerapkan prinsip bahwa hasil penyelidikan dan penyidikan, yang menjadi keterangan dari saksi tersangka tidak dipublis. Yang boleh publis tuh hanya penyidik atau juru bicara atau humas kepolisian. Namun, faktanya semua orang bicara. Pengacara juga mengumbar rahasia klien. Jadi dalam kasus Ferdy Sambo ini terlalu banyak yang keroyok,” ungkapnya.

Lebih jauh, Petrus menyinggung soal pencabutan kuasa oleh tersangka Bharada E terhadap pengacara Deolipa Yumara dan Boerhanuddin.

Bagi Petrus, pencabutan surat kuasa itu merupakan hak klien dan itu merupakan hal biasa.

“Orang yang ditahan atau berada dalam tahanan itu (Bharada E) tidak berarti kehilangan segala haknya. Kalau Deolipa Yumara (mantan kuasa hukum Bharada E) pertanyakan kenapa diketik (surat pencabutan kuasa), itu pertanyaan yang tidak relevan dan tidak substansial. Karena dia (Bharada E) bisa saja meminta bantuan orang lain untuk mengetik, baik itu di kantor polisi atau oleh keluarganya atau oleh siapapun dia bisa meminta bantuan untuk mengetik surat pencabutan surat kuasa itu. Jadi soal diketik atau tulis tangan tidak masalah,” ujarnya.

Pencabutan surat kuasa, kata Petrus, bisa saja dilatarbelakangi oleh situasi klien yang merasa tidak ada kecocokan dengan kuasa hukumnya.

“Pada prinsipnya itu hak pemberi kusa untuk mencabut. Jadi tugas pengacara itu, apalagi dalam perkara besar begini, membela klien itu kewajiban bukan hak. Jadi kalau klien mencabut surat kuasa maka tugas dan kewajiban terputus pula,” ucapnya.

Petrus mengungkapkan, penyidik tim khusus (Timsus) telah menetapkan tersangka dalam kasus penembakan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo, Pancoran Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Itu berarti penyidik sudah mengantongi bukti, setidak-tidaknya dua alat bukti.

“Peristiwanya jelas, peristiwa pidana. Dan, pidananya apa, pembunuhan. Pembunuhannya berencana atau pembunuhan biasa nanti kita lihat hasil perkembangan penyidikan. Karena, pasal yang disangkakan itu bisa saja berubah,” katanya.

Jadi, lanjut Petrus, pesan publik kepada penyidik atau kepada Polri adalah jangan sampai terjadi tekanan atau intimidasi terhadap semua tersangka tidak terkecuali Ferdy Sambo.

“Kalau kita lihat konteks perkara ini, dampaknya sudah ke mana-mana. Jadi tidak tertutup kemungkinan, Ferdy Sambo pun saat ini berada dalam tekanan psikologis. Banyak kepetingan sudah memboncengi kasus ini. Kita menunggu jaminan dan garansi dari Kapolri bahwa tersangka Ferdy Sambo dan tersangka lainnya berada dalam situasi aman, sekalipun mereka ada dalam tahanan. Semua hak-hak tersangka terpenuhi. Tidak mempersulit keluarga terutama istri dan anak-anaknya untuk melakukan kunjungan. Ferdy Sambo dan tersangka lainnya harus diberi kesempatan untuk dikunjungi oleh rohaniwan, dokter dan penasihat hukum. Tidak boleh dibatasi,” tutup Petrus. (dam)

Exit mobile version