“Drama” Menangis Ferdy Sambo, Ini Pengakuan Komisioner Kompolnas

sambo

Mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo Foto: Tangkapan layar Instagram/@divpropampolri

INDOPOS.CO.ID – Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Irjen Pol Ferdy Sambo ternyata pernah melakukan drama menangis di hadapan salah satu komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) sebelum kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J diketahui publik.

Peristiwa penembakan Brigadir J hingga meregang nyawa mengenaskan terjadi pada Jumat (8/7/2022) di rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan. Drama menangis yang dilakoni Ferdy Sambo terjadi pada Senin (11/7/2022) sekitar pukul 10.00 WIB di hadapan Komisior Kompolnas Poengky Indarti.

Poengky mengatakan bahwa pihaknya sama sekali belum mengetahui kasus penembakan Brigadir J. Kasus tersebut juga belum diketahui publik. Ferdy Sambo mengundangnya untuk berdiskusi dan lewat telepon tidak disinggung sama sekali terkait kasus penembakan Brigadir J.

“Tadinya saya belum dengar sama sekali kasusnya. Pertemuan dengan FS (Ferdy Sambo) pada Senin 11 Juli 2022 pukul 10.00 WIB pagi. FS yang telepon minta waktu mengundang saya untuk berdiskusi,” kata Poengky Indarti kepada indopos.co.id, Minggu (14/8/2022).

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti. Foto: Istimewa

Poengky mengungkapkan, komunikasi komisioner Kompolnas dengan pejabat utama Polri baik, sehingga pihaknya bisa komunikasi via telepon atau WA (WhatsApp).

“Bahkan dengan Pak Kapolri dan Wakapolri misalnya, kami juga saling WA atau telepon, tanpa perlu formalitas,” tutur Poengky.

Poengky mengaku, pihaknya berpikir bahwa ajakan Ferdy Sambo untuk berdiskusi terkait pelanggaran etik yang dilakukan anggota Polri.

“Saya tadinya sudah berharap dapat data-data pelanggaran anggota Polri yang diproses etik dan disiplin semester 1 tahun 2022. Tapi di luar dugaan saya ternyata yang disebut FS diskusi adalah cerita sambil menangis bahwa istrinya dilecehkan sopirnya, tetapi dibela ajudannya dan terjadi tembak menembak, mengakibatkan sopir istrinya meninggal dunia,” ungkap Poengky.

“Saya speechless mendengar ceritanya dan melihat jenderal bintang dua nangis-nangis di depan saya. Di satu sisi saya sangat prihatin ada korban meninggal dan istrinya menurut pengakuannya jadi korban pelecehan. Tapi di sisi lain saya ragu dengan ceritanya. Saya sempat berpikir apakah FS pemain watak? Selama ini saya tidak pernah dekat dengan FS. Aneh saja kok saya tiba-tiba dicurhati sambil nangis-nangis. Selanjutnya saya lapor ke pimpinan saya Sekretaris Kompolnas Irjen Pol (Purn) Benny Mamoto dan Ketua Kompolnas Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD tentang pertemuan dengan FS,” ungkap Poengky.

“Siang harinya kasus ini baru meledak dan sorenya Mabes Polri mengeluarkan rilis berdasarkan hasil olah tempat kejadiaj perkara (TKP). Kami merujuk pada rilis Mabes Polri, dan esoknya hari Selasa 12 Juli, kami klarifikasi ke Polres Jakarta Selatan untuk mengecek kebenarannya. Kompolnas lebih lanjut juga menggali informasi, termasuk cek TKP dan mengunjungi keluarga almarhum J di Jambi. Ternyata setelah dibentuk tim khusus (Timsus) dan dilakukan penyidikan secara scientific, barulah diketahui bahwa ada obstruction of justice saat olah TKP,” tambah Poengky.

Bahkan, lanjut Poengky, setelah menjadi tersangka, FS mohon maaf pada Kapolri dan masyarakat karena telah berbohong.

“Obstruction of justice saat olah TKP itulah yang pada awalnya menyesatkan kita semua. Oleh karena itu Kompolnas kemudian merekomendasikan pada Kapolri untuk bedol desa orang-orang yang diduga melakukan obstruction of justice, melakukan pemeriksaan etik dan proses pidana jika diduga ada yang melakukan tindak pidana,” tuturnya.

“Kami juga membuat surat rekomendasi pada Kapolri agar pemakaman almarhum J setelah otopsi kedua dilakukan secara kedinasan, karena diduga ada obstruction of justice dalam pengusutan kasusnya dan J belum terbukti bersalah,” tutup Poengky. (dam)

Exit mobile version