Harga Minyak Mentah Turun, Pemerintah Diminta Tunda Kenaikan Harga BBM

Bhima-Yudhistira

Direktur Eksekutif Center for Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. Foto: Istimewa

INDOPOS.CO.ID – Pemerintah Indonesia diminta untuk menunda rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi khususnya jenis pertalite dan solar, menyusul harga minyak mentah (crude oil) sudah mulai menurun. Penurunan harga minyak mentah ini diperkirakan akan terus berlanjut.

“Penurunan harga minyak mentah bisa berpengaruh terhadap beban subsidi yang berkurang. Karena itu, pemerintah harus tegas. Kalau memang membatasi BBM bersubsidi, mekanismenya seperti apa, aturannya apa? Kalau menaikkan harga (BBM), konsekuensinya apa? Bantuan sosialnya seperti apa?” tegas pengamat ekonomi selaku Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios), Bhima Yudhistira kepada indopos.co.id, Kamis (1/9/2022).

Bhima mengatakan ketidakjelasan sikap pemerintah menyebabkan munculnya panic buying. Masyarakat beramai-ramai antre di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) karena beredar informasi akan ada kenaikan harga BBM.

“Panic buying justru mempercepat kuota BBM habis. Karena komunikasi pemerintah tidak clear terkait harga BBM. Sementara kita tahu bahwa masyarakat sebelum ada isu kenaikan harga BBM bersubsidi, beban hidupnya sudah berat, mulai dari inflasi pangan double digit hingga Juli 2022. Pada bulan Agustus 2022 pun inflasi pangan masih 8 persen ke atas. Sementara inflasi inti (core inflation) masih kecil di angka 3 persen. Artinya, kalau ditambah harga BBM naik, maka inflasi ini yang ditakutkan masyarakat,” tandas Bhima.

“Masyarakat melihat kok tambahan bantuan sosial (bansos) cuma Rp 4 triliun. Ini tidak akan cukup. Karena pemerintah perlu ada ketagasan, segera putuskan,” tambah Bhima.

Menurut Bhima, terkait rencana kenaikan harga BBM ini, semua menteri bicara sehingga menimbulkan panic buying.

Masyarakat melakukan pengisian bahan bakar minyak (BBM) di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Pertamina. Foto: Dokumen Pertamina

“Jangan semua menteri bicara. Cukup satu menteri yang paling relevan untuk bicara terkait harga BBM, dalam hal ini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atau Menteri Keuangan Sri Mulyani. Di luar dari itu seharusnya tidak boleh,” tutur Bhima.

Lebih jauh Bhima mengatakan kesimpangsiuran kebijakan kenaikan harga BBM ini terjadi akibat semua menteri bicara. Faktanya, Menteri Investasi bicara, ditambah Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan juga ikut bicara. Ini yang membuat sengkarut di publik.

“Dampaknya, masyarakat membeli di luar dari kebutuhan. Dan ini bisa dimanfaatkan untuk bisnis penimbunan. Jadi bocornya bukan karena tidak tepat sasaran tetapi karena penimbunan oleh spekulan yang memanfaatkan situasi. Pada akhirnya berdampak pada beratnya di APBN karena kebijakannya tidak clear, ” tutup Bhima. (dam)

Exit mobile version