143 Pasien Kasus Gagal Ginjal Akut Tak Bisa Kencing

buang-air-kecil

Ilustrasi seseorang hendak buang air kecil. Foto: Freepik

INDOPOS.CO.ID – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, sebagain besar pasien gangguan ginjal akut misterius (acute kidney injury/AKI) tidak bisa buang air kecil. Itu berdasar data persentase gejala terkait produksi urin.

Data yang dikantongi Kemenkes menunjukan ada tiga persentase gejala perihal produksi urin. Gejala tidak bisa buang air kecil disebut anuria, keluhan kencing sedikit atau oliguria dan tidak mengalami gejala keduanya.

Dari keseluruhan kasus gagal ginjal akut pada anak mencapai 269, tersebar di 27 provinsi di Indonesia. Sebelumnya tercatat 251 kasus gagal ginjal akut yang berasal dari 26 provinsi hingga, Senin (24/10/2022) kemarin.

“Dari data yang ada 143 atau 53 persen itu anuria. Kemudian oliguria 22 persen dan tidak anuria dan oliguria 25 persen,” kata Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril saat jumpa pers virtual, Jakarta, Kamis (27/10/2022).

Ia menyatakan, gejala tidak bisa buang air kecil atau anuria menandakan bahwa pasien sudah masuk stadium 3. Gejala gagal ginjal akut yang khas ialah terjadi penurunan frekuensi buang air kecil, termasuk volume atau jumlah banyaknya.

“Gejala yang khas ini sudah dimulai dengan gejala awal, ada demam, nafsu makan turun, diare, mual dan gangguan saluran pernapasan,” tutur Syahril.

Ilustrasi organ ginjal. (Freepik)

Ia meminta para orang tua waspada jika anaknya mulai mengalami tanda-tanda gejala awal gagal ginjal akut terseut. “Kita harus hati-hati terutama di gejala awal. 1-5 hari gejala ini diikuti gejala berikutnya,” jelasnya.

Kementerian Kesehatan bergerak cepat disamping melakukan surveilans atau penyelidikan epidemiologi, terus melakukan penelitian untuk mencari sebab sebab terjadinya penyakit tersebut.

Diantaranya sudah menyingkirkan kasus yang disebabkan infeksi, dehidrasi berat, oleh perdarahan berat termasuk keracunan makanan minuman.

Kemenkes bersama IDAI dan profesi terkait telah menjurus kepada salah satu penyebab yaitu adanya keracunan atau intoksikasi obat. “Jadi kasus GGA bukan disebabkan oleh Covid-19, vaksinasi Covid-19 atau imunisasi rutin,” imbuh Syahril.(dan)

Exit mobile version