Siti Fadilah Kritik Tata Kelola BPOM yang Kebobolan Etilen Glikol di Obat Sirup

Siti Fadilah Kritik Tata Kelola BPOM yang Kebobolan Etilen Glikol di Obat Sirup - obat sirup 3 - www.indopos.co.id

Ilustrasi obat sirup. (Freepik)

INDOPOS.CO.ID – Menteri Kesehatan periode 2004-2009 Siti Fadilah Supari menyorot tata kelola dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), menyusul cemaran senyawa etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG) pada sejumlah produk obat sirup. Itu diduga menjadi penyebab kasus gangguan ginjal akut misterius (acute kidney injury/AKI) di Indonesia.

Produk obat sirup yang mengandung cemaran EG/DEG itu melebihi ambang batas aman. Cemaran EG dan DEG diduga berasal dari penggunaan pelarut propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol. Selama proses produksinya terjaga, keempat pelarut itu tidak dilarang.

Ia mengklaim, bahwa ada perubahan cukup baik dari sisi tugas dan fungsi yang dilakukan BPOM sewaktu dirinya menjabat menteri kesehatan. Sementara saat ini, pengawasan terhadap daftar obat dianggap lemah.

“Dulu kalau daftar obat ke BPOM, BPOM meneliti, punya laboratorium yang lengkap,” kata Siti Fadilah dalam acara daring, Jakarta, Rabu (26/10/2022).

Ia berpandangan, BPOM saat ini terkesan hanya menjadi lembaga registrasi obat dan makanan tanpa adanya pengawasan penuh. Jika ada persoalan maka penelitian baru dilakukan.

“Karena perubahan peta politik sehingga Indonesia harus masuk ke pasar bebas, akibatnya BPOM hanya untuk registrasi saja, harus nurut saja pada tertera dari pabrik meregister, baru kalau ada masalah baru diteliti,” kritik Siti.

Ia tak sepenuhnya menyalahkah suatu lembaga atau kementerian terkait, setelah munculnya temuan cemaran senyawa dalam obat sirup tersebut. Namun, berkaca dari terjadinya kasus gagal ginjal seolah kecolongan.

Ilustrasi obat sirup. Foto: Freepik

“Ini adalah kesalahan tata kelola. Kalau saya dulu enggak, ada lab aktif yang memeriksa setiap barang yang masuk ke RI,” ujar Siti.

“Ini kan masuknya kebobolan, kebobolan bukan salahnya BPOM, bukan salahnya Menkes, tapi kesalahan sistem,” tambahnya.

Dari 102 obat yang digunakan pasien, BPOM merilis 30 obat yang dinyatakan tidak mengandung cemaran EG dan DEG sedangkan tiga produk mengandung EG dan DEG melebihi ambang batas aman.

Ketiga produk ini termasuk dalam lima produk yang telah dirilis BPOM pada 20 Oktober 2022 lalu, sedangkan 69 produk sisanya masih dalam proses pengujian.

Kasus gagal ginjal akut tercatat mencapai 251 hingga, Senin (24/10/2022) yang berasal dari 26 provinsi. Sekitar 80 persen kasus terjadi di DKI Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Jawa Timur, Sumatera Barat, Bali, Banten, dan Sumatera Utara. (dan)

Exit mobile version