KPAI: Kasus Penyegelan 2 Perusahaan Farmasi Jangan Sampai Masuk Angin

Organ-Ginjal

Ilustrasi organ ginjal. Foto: Freepik

INDOPOS.CO.ID – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengumumkan dua perusahaan farmasi menggunakan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas dalam produksi obat sirup. Temuan itu menyusul maraknya kasus gagal ginjal akut di Indonesia.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan, perlu ada manajemen kedaruratan yang ditingkatkan dalam kewaspadaan masyarakat terhadap industri obat dan makanan. Serta harus diusut tuntas permasalahan gagal ginjal akut.

“Tentu penindakan atas pelanggaran industri farmasi yang sudah disampaikan BPOM, harus tegak lurus, karena sudah sangat terang benderang penyebabnya,” kata Komisioner KPAI Jasra Putra dalam keterangannya, Jakarta, Selasa (1/11/2022).

BPOM tegas meminta Kepolisian menindak perusahaan farmasi. Upaya progresif tersebut untuk menyelamatkan anak-anak Indonesia dari sakit parah akibat gagal ginjal akut, namun harus dipastikan proses hukumnya terus berjalan.

“Jangan sampai kasusnya masuk angin, karena ada amanah ratusan kematian dan tangisan pedih keluarga korban,” ucap Jasra.

Ilustrasi obat sirup. Foto: Freepik

Menurutnya, perlu menyegerakan proses hukum dalam rangka mengembalikan kepercayaan masyarakat pada dunia pengawasan obat dan makanan. Proses hukum tegak lurus, menjadi bagian pemulihan keluarga korban.

“Kita berharap segera pihak pihak yang disebut BPOM bertanggung jawab, karena perlu menjadi pembelajaran yang membawa efek jera industri farmasi,” ucap Jasra.

Apalagi peredaran obat yang mengandung zat berbahaya itu disinyalir terjadi sejak pandemi Covid-19. “Jangan sampai pelakunya kabur, atau ada upaya pengalihan kasus, dengan melaporkan pihak yang memasok zat tersebut ke industri farmasi,” imbuhnya.

BPOM telah berkolaborasi dengan Bareskrim Polri melakukan operasi bersama sejak 24 Oktober 2022 terhadap dua industri farmasi diduga menggunakan pelarut propilen glikol, yang mengandung EG dan DEG di ambang batas yakni PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries.

“PT Yarindo Farmatama yang beralamat dalam model industri di Cikande, Serang Banten. Dan kedua PT Universal Pharmaceutical Industri yang beralamat di Tanjung Mulia Medan, Sumatera Utara,” kata Kepala BPOM Penny Lukito saat jumpa pers di Jakarta, Senin (31/10/2022).

“Berdasarkan pemeriksaan tersebut patut diduga tindak pidana yaitu pertama mengedarkan sajian farmasi yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan khasiat atau kemanfaatan atau mutu sebagaimana dalam UU Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 196 pasal 98 ayat 2 ayat 3 dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar,” tambahnya.(dan)

Exit mobile version