Aliansi Serikat Buruh Desak DPR Gunakan Hak Angket atas Penerbitan Perppu Ciptaker

Aliansi Serikat Buruh Desak DPR Gunakan Hak Angket atas Penerbitan Perppu Ciptaker - demo buruh - www.indopos.co.id

Ilustrasi - Aksi bersama puluhan pimpinan Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja menolak Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Foto: Dokumen AASB

INDOPOS.CO.ID – Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) dinilai bentuk pembangkangan dan pengkhianatan atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Puluhan pimpinan Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja yang tergabung dalam Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) menuntut Presiden Joko Widodo mencabut Perppu Nomor 2/2022, dan menerbitkan Perppu Pembatalan UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

ASSB juga mengajak seluruh kaum buruh, kalangan intelektual/akademisi, praktisi demokrasi dan para penggiat masyarakat sipil untuk melakukan perlawanan dan menolak PERPPU Nomor 2/2022.

Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat mengingatkan putusan MK menyatakan UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Ciptaker inkonstitusional bersyarat.

“Presiden harusnya melaksanakan perintah MK, ajak dialog stakeholer terkait, atau kalau tidak cukup waktu ya kembali saja ke Undang-Undang lama,” kata Jumhur dalam aksinya bersama puluhan pimpinan Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja di depan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (5/1/2023).

Ilustrasi. Foto: Dok. INDOPOS.CO.ID

Jumhur menilai, Perppu tersebut membuat kehidupan kaum buruh menjadi lebih buruk. Diduga kemunculan kebijakan itu sangat berkhidmat kepada investor, pemodal besar, oligarkhi, kapitalis asing dan tuan tanah.

Ketua Umum GSBI Rudi HB Daman meminta DPR menolak disahkannya Perppu tersebut, dan mendesak DPR menggunakan hak angket memeriksa Presiden RI terkait penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 itu.

Aksi di halaman Gedung DPR RI itu juga dihadiri oleh sejumlah tokoh pergerakan di antaranya dari Direktur Lokataru Haris Azhar, akademisi Ferry Amshari, Direktur Greenpeace Indonesia Tata Mustasya, dan pakar Hukum Tata negara Refly Harun. (dan)

Exit mobile version