Survei SSI, Pemilih Setuju Pemilu 2024 Tetap Pakai Sistem Proporsional Terbuka

Survei SSI, Pemilih Setuju Pemilu 2024 Tetap Pakai Sistem Proporsional Terbuka - abdul hakim - www.indopos.co.id

Direktur Eksekutif Skala Survei Indonesia (SSI) Abdul Hakim MS. Foto: Dokumen SSI

INDOPOS.CO.ID – Sejumlah politisi mengajukan gugatan judicial review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pasal 168 Ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Penggugat menginginkan pasal yang mengatur pemilihan umum (pemilu) dengan menggunakan sistem proporsional terbuka atau pemungutan suara dengan memilih calon anggota legislatif ini, diubah menjadi sistem proporsional tertutup atau pemungutan suara hanya memilih tanda gambar parpol saja tanpa menyertakan nama-nama calon anggota legislatifnya.

Gugatan uji materi ini kemudian menuai polemik. Pihak yang pro dengan sistem proporsional tertutup berdalih bahwa sistem proporsional terbuka memicu Pemilu berbiaya tinggi dan bernuansa transaksional.

Sementara, pihak yang mendukung sistem proporsional terbuka berargumen bahwa pemberlakuan sistem proporsional tertutup merupakan kemunduran demokrasi karena yang dipilih bukan calon legislatif (gambar orang) tetapi partai politik (parpol).

Skala Survei Indonesia (SSI) sempat menguji wacana perubahan ini melalui survei nasional guna meminta pendapat masyarakat Indonesia, apakah publik setuju Pemilu 2024 akan diubah menggunakan sistem proporsional tertutup ataukah setuju Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.

Untuk menguji pendapat publik ini, dalam survei disodorkan dua pernyataan kepada responden dan responden diminta untuk memilih salah satu di antara dua pernyataan yang diberikan.

Pernyataan pertama: saya setuju Pemilu legislatif 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup. Pernyataan kedua: saya setuju pemilu legislatif 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.

“Sebelum dua pernyataan ini disodorkan kepada responden, terlebih dahulu responden diberikan pemahaman apa itu sistem proporsional tertutup dan apa itu sistem proporsional terbuka,” kata Direktur Eksekutif SSI, Abdul Hakim MS, dalam keterangannya, Jumat (6/1/2023).

“Dan hasilnya, yang memilih pernyataan pertama, yakni setuju agar Pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup sebesar 4,8 persen. Sementara yang memilih pernyataan kedua, yakni agar Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka sebesar 63,0 persen. Sisanya, yakni sebesar 32,2 persen mengaku tidak tahu/tidak jawab/rahasia,” tambahnya.

Direktur Eksekutif Skala Survei Indonesia (SSI) Abdul Hakim MS. Foto: Dokumen SSI

Hakim menyatakan, hasil survei SSI menunjukkan mayoritas masyarakat Indonesia, yakni 63,0 persen masih setuju agar Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.

Sementara itu, lanjutnya, alasan responden yang memilih pernyataan Pemilu legislatif 2024 agar diubah menggunakan sistem proporsional tertutup, yang sebanyak 4,8 persen; karena memandang pemilu langsung berbiaya mahal 27,6 persen; terlalu banyak pilihan 20,7 persen; Pemilu menjadi lebih lama 10,3 persen; dan berpotensi money politics 6,9 persen.

Sedangkan alasan responden yang memilih pernyataan agar Pemilu legislatif 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka, yang sebanyak 63,0 persen, karena memandang dapat mengetahui/melihat calon-calonnya 19,0 persen; dapat memilih langsung calonnya 17,1 persen; hak rakyat dalam menentukan pilihannya 13,8 persen; lebih transparan/terbuka 12,0 persen; dan masyarakat harus mengetahui calon serta partai yang mereka pilih 6,3 persen.

“Lebih jauh, saya mencoba mendeteksi apakah konstituen parpol ini sejatinya setuju atau tidak sistem proporsional terbuka ini diubah menjadi sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024? Ternyata, semua konstituen parpol-parpol di Indonesia juga mayoritas masih menghendaki agar Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka,” jelas Hakim.

Abdul mengungkapkan, semua pemilih parpol, mulai dari pemilih Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai NasDem, Partai Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) hingga Partai Demokrat, mayoritas masih berharap Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.

“Dari 100 persen pemilih PKB, 52,2 persen setuju Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Sementara hanya 4,3 persen yang setuju Pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup. Selebihnya, yakni 43,5 persen mengaku tidak tahu/tidak jawab/rahasia,” katanya.

“Dari 100% pemilih Gerindra, 70,6% setuju Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Sementara hanya 2,6% yang setuju Pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup. Selebihnya, yakni 26,8% mengaku tidak tahu/tidak jawab/rahasia,” tuturnya.

Selanjutnya, kata Hakim, dari 100% pemilih PDIP, 64,1% setuju Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Sementara hanya 6,8% yang setuju Pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup. Selebihnya, yakni 29,1% mengaku tidak tahu/tidak jawab/rahasia.

Pemilih Golkar, 65,4% setuju Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Sementara hanya 9,3% yang setuju Pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup. Selebihnya, yakni 25,2% mengaku tidak tahu/tidak jawab/rahasia.

Pemilih Partai NasDem, sebanyak 60,7% setuju Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Sementara hanya 4,9% yang setuju Pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup. Selebihnya, yakni 34,4% mengaku tidak tahu/tidak jawab/rahasia.

Sedangkan pemilih Garuda, 100% setuju Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.

Kemudian pemilih PKS, 72,5% setuju Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Sementara hanya 5,8% yang setuju Pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup. Selebihnya, yakni 21,7% mengaku tidak tahu/tidak jawab/rahasia.

Pemilih Perindo, 78,6% setuju Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Sementara hanya 3,6% yang setuju Pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup. Selebihnya, yakni 21,4% mengaku tidak tahu/tidak jawab/rahasia.

Pemilih PPP, sebanyak 39,3% setuju Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Sementara hanya 3,6% yang setuju Pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup. Selebihnya, yakni 57,1% mengaku tidak tahu/tidak jawab/rahasia.

“Pemilih PSI, 100% setuju Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Pemilih PAN, 70,0% setuju pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Sementara hanya 10,0% yang setuju Pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup. Selebihnya, yakni 20,0% mengaku tidak tahu/tidak jawab/rahasia. Pemilih Hanura, 100% setuju Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka,” jelasnya.

Terakhir, pemilih Partai Demokrat, sebanyak 67,1% setuju Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Sementara hanya 7,9% yang setuju pemilu 2024 diubah menggunakan sistem proporsional tertutup. Selebihnya, yakni 25,0% mengaku tidak tahu/tidak jawab/rahasia.

“Melihat data di atas, bisa disimpulkan bahwa sejatinya keinginan mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup ini bukanlah keinginan publik. Perubahan ini lebih banyak diinginkan oleh segelintir elit parpol tertentu,” ucap Hakim.

“Lebih jauh, kalau kita lihat alasan konstituen yang setuju Pemilu 2024 diubah menjadi sistem proporsional tertutup lebih banyak karena alasan teknis, seperti berbiaya mahal, terlalu banyak pilihan, dan Pemilu jadi lama, bukan alasan substantif demokrasi,” tambahnya.

Sementara alasan konstituen yang setuju Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka, lebih didasari oleh alasan-alasan yang menjadi substansi dan hakikat demokrasi, seperti dapat mengetahui calon-calon wakilnya, dapat memilih langsung caleg yang diinginkan, terpenuhinya hak memilih dalam menentukan wakilnya di DPR dan pemilu menjadi lebih terbuka dan transparan.

“Untuk itu, ada baiknya MK dalam memutuskan uji materi terhadap Pasal 168 Ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ini juga memperhatikan aspirasi publik. Keputusan yang sudah pernah dibuat pada tahun 2018 tentang gugatan yang sama, sebaiknya lebih dipertegas kembali untuk terus memapankan arah demokrasi di Indonesia,” harap Abdul.

Survei ini dilakukan pada rentang waktu 6-12 November 2022 di 34 provinsi di Indonesia dengan menggunakan teknik penarikan sampel multistage random sampling.

Jumlah responden sebesar 1.200 responden dengan confidence interval/margin of error sebesar ± 2,83 persen. Confidence level/tingkat kepercayaan sebesar 95,0 persen. Usia responden yang dijadikan sampel adalah 16 tahun ke atas atau sudah menikah dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara tatap muka langsung dengan responden menggunakan kuesioner. (dam)

Exit mobile version