Korban Tewas Gempa Turki 12 Ribu Orang, Erdogan Dikritik Lambannya Evakuasi

Recep-Tayyip-Erdogan

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berbicara kepada korban gempa. Foto: news.sky.com

INDOPOS.CO.ID – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mendapat kritikan dari keluarga korban gempa karena lambannya pencarian dan evakuasi korban yang masih terjebak di reruntuhan bangunan.

Harapan untuk menyelamatkan para korban yang hidup di balik puing-puing bangunan yang hancur, semakin kecil.

Presiden Turki mengakui ada kekurangan dalam menangani korban gempa dahsyat yang telah menewaskan lebih dari 12.000 orang tersebut.

Banyak orang Turki mengeluhkan kurangnya peralatan, keahlian, dan dukungan untuk membantu mereka yang terjebak. Mereka tidak berdaya ketika mendengar tangisan korban yang masih hidup dari bawah reruntuhan.

Selama kunjungan ke Provinsi Hatay, di mana lebih dari 3.300 orang tewas dan seluruh lingkungan telah hancur, Erdogan mengatakan tidak mungkin bersiap menghadapi bencana seperti itu.

“Kami tidak akan meninggalkan warga kami tanpa perawatan,” kata Erdogan seperti dilansir Sky News, Kamis (9/2/2023).

Masalah serupa dilaporkan di negara tetangga Suriah. Duta Besar negara itu untuk PBB mengakui bahwa pemerintah memiliki kekurangan kemampuan dan peralatan.

Di seluruh Turki dan Suriah, banyak dari mereka yang berada di daerah yang paling parah terkena gempa berkekuatan 7,8 – dan gempa susulan berikutnya takut untuk kembali ke rumah.

“Kami selamat dari gempa, tapi kami akan mati di sini karena kelaparan dan kedinginan,” kata seorang pria di Kota Antakya, Turki.

Tim SAR menemukan beberapa orang yang selamat di balik reruntuhan. Rekaman menunjukkan seorang gadis muda dengan piyama dan seorang lelaki tua memegang rokok yang tidak menyala di antara jari-jarinya diangkat dari puing-puing oleh petugas.

Menurut para ahli, jendela bertahan hidup bagi mereka yang terjebak di bawah reruntuhan semakin kecil. Namun demikian, masih terlalu dini untuk membuang semua harapan.

Pakar bahaya alam Steven Godby menjelaskan rasio kelangsungan hidup rata-rata dalam 24 jam adalah 74%, setelah 72 jam menjadi 22% dan pada hari kelima menjadi 6%..

David Alexander, seorang profesor perencanaan dan manajemen darurat di University College London, mengatakan secara statistik, hari ini adalah hari ketiga, sangat kecil peluang menemukan orang yang selamat dari balik reruntuhan.

“Itu tidak berarti kita harus berhenti mencari,” katanya

Dia mengatakan jumlah akhir korban jiwa mungkin tidak diketahui selama beberapa minggu ke depan karena banyaknya puing yang tersebar di Turki dan Suriah.

Sementara beberapa tim penyelamat memiliki akses ke ekskavator, yang lain memiliki sedikit pilihan selain menggunakan tangan kosong.

Ozel Pikal, yang membantu upaya pencarian di Kota Malatya, Turki, khawatir beberapa dari mereka yang terperangkap mungkin mati beku setelah suhu turun hingga -6C.

“Sampai hari ini, tidak ada harapan tersisa di Malatya. Tidak ada yang keluar hidup-hidup dari puing-puing,” katanya.

Pikal mengungkapkan kerusakan jalan lokal dan kekurangan tim penyelamat memperburuk upaya untuk menyelamatkan orang.

“Tangan kami tidak dapat mengambil apa pun karena dingin. Dibutuhkan mesin untuk bekerja,” ungkapnya.

Presiden Turki menjanjikan bahwa pemerintah akan mendistribusikan 10 ribu lira Turki (£440) kepada keluarga yang terkena dampak gempa.

Bencana alam ini merupakan ujian bagi Erdogan, yang menghadapi kampanye pemilu yang menantang pada bulan Mei, dipicu oleh inflasi yang tinggi dan penurunan ekonomi.

Erdogan mengkritik mereka yang menyebarkan kebohongan dan fitnah tentang tindakan pemerintahannya dan mengatakan ini adalah waktu untuk persatuan dan solidaritas.

“Saya tidak bisa menerima orang yang melakukan kampanye negatif untuk kepentingan politik,” tambahnya.

Polisi di Turki telah berusaha untuk menindak misinformasi terkait respons gempa, dan telah menangkap 18 orang dan mengidentifikasi lebih dari 200 akun yang dituduh menyebarkan ketakutan dan kepanikan.

Beberapa penyedia layanan internet di negara itu juga membatasi akses ke Twitter. Pemerintah Turki untuk sementara membatasi akses ke media sosial selama keadaan darurat nasional. (dam)

Exit mobile version