Pemerintah Jokowi Dinilai Terburuk Atasi Kemiskinan Sejak 1970, Kenapa?

Kenaikan-Inflasi

Ilustrasi kenaikan inflasi. Foto: dok INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – Tingkat kemiskinan naik dari 9,22 persen pada 2019 menjadi 9,57 persen di 2022. Dan pemerintahan Jokowi menjadi yang terburuk sepanjang sejarah Indonesia sejak 1970 dalam mengatasi masalah sosial kemiskinan.

Pernyataan tersebut diungkapkan Pengamat Ekonomi Prof Anthony Budiawan melalui gawai, Minggu (12/2/2023).

Selama delapan tahun, menurut dia, pemerintahan Jokowi hanya mampu mengurangi tingkat kemiskinan sebanyak 1,39 persen, yaitu dari 10,96 persen pada 2014 menjadi 9,57 persen pada 2022.

“Jumlah ini sangat tidak signifikan, mungkin dapat dikatakan gagal total,” katanya.

Dikatakan dia, tingkat kemiskinan turun 1,39 persen dibandingkan dengan posisi awal 10,96 persen, berarti setara dengan turun 12,7 persen (= 1,39 : 10,96 x 100 persen) selama 8 tahun. “Prestasi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam mengatasi kemiskinan lebih baik dari pemerintahan Jokowi,” katanya.

Ia menyebut, tingkat kemiskinan sepanjang periode 10 tahun pemerintahan SBY turun 5,7 persen, dari 16,66 persen di 2004 menjadi 10,96 persen di 2014. Penurunan 5,7 persen dari 16,66 persen berarti turun 34,2 persen (= 5,7 : 16,66 x 100 persen).

“Pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) lebih spektakuler lagi. Tingkat kemiskinan turun 4,29 persen hanya dalam satu tahun, yaitu dari 23,43 persen pada 1999 menjadi 19,14 persen pada 2000,” bebernya.

Secara keseluruhan, lanjut dia, pemerintahan Gus Dur dan Megawati mampu menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 6,77 persen hanya dalam 5 tahun, yaitu dari 23,43 persen di 1999 menjadi 16,66 persen di 2004.

“Penurunan tingkat kemiskinan 6,77 persen dari 23,43 persen ini setara dengan 28,9 persen ( = 6,77 : 23,43 x 100 persen), selama periode 5 tahun,” ungkapnya.

Lebih jauh ia mengungkapkan, pemerintahan Soeharto yang menuai banyak kritik, ternyata mempunyai prestasi mengagumkan dalam pengentasan kemiskinan. Pemerintahan Soeharto berhasil mengurangi kemiskinan lebih ekstrim lagi. Pemerintahan Soeharto berhasil memberantas kemiskinan turun 31,4 persen dalam sepuluh tahun periode 1970-1980.

“Tingkat kemiskinan pada 1970 sebesar 60 persen dari populasi, kemudian turun menjadi 28,6 persen pada 1980,” ujarnya.

“Penurunan tingkat kemiskinan sebesar 31,4 persen dari 60 persen setara dengan penurunan 52,3 persen (= 31,4 : 60 x 100 persen),” imbuhnya.

Menurut dia, tingkat kemiskinan periode 10 tahun selanjutnya, 1980-1990, masih turun tajam, turun 13,5 persen, dari 28,6 persen (1980) menjadi 15,1 persen (1990). Penurunan tingkat kemiskinan sebesar 13,5 persen dari 28,6 persen berarti setara dengan penurunan 47,2 persen (= 13,5 : 28,6 x 100 persen), selama periode 1980-1990.

“Kenapa pemerintahan Jokowi gagal total dalam pemberantasan kemiskinan Padahal, selama delapan tahun pemerintahan Jokowi (2014-2022), ekonomi dalam nilai nominal naik Rp9.450 triliun, naik 93,6 persen, dari Rp10.095 triliun di 2014 menjadi Rp19.545 triliun di 2022,” jelasnya.

“Ya, ekonomi nilai nominal naik Rp9.450 triliun. Tetapi untuk siapa? Yang pasti, kenaikan ekonomi nilai nominal yang sangat besar tersebut, yang cukup besar berasal dari kekayaan sumber daya alam Indonesia, termasuk mineral, batubara dan perkebunan, jelas tidak dinikmati oleh masyarakat miskin, dengan penghasilan di bawah Rp1,1 juta per orang per bulan, yang berjumlah 167,8 juta orang pada 2021,” imbuhnya.

Ia menilai, kenaikan ekonomi nilai nominal yang sangat besar untuk oligarki dan pengusaha-penguasa korup. Kegagalan pemerintahan Jokowi dalam mengatasi kemiskinan, menurut dia, harus bisa membuka mata seluruh rakyat Indonesia.

“Rakyat Indonesia harus berjuang memilih pemimpin nasional yang mampu membela nasib rakyat, khususnya kelompok bawah, pada 2024 mendatang,” ucapnya.(nas)

Exit mobile version